Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Energi - Hapuskan Tumpang Tindih Regulasi yang Hambat EBT

Pengembangan EBT Berpotensi Memperkuat Industri Nasional

Foto : ANTARA/WAHYU PUTRO A

Mahasiswa STT Telkom Jakarta memperlihatkan rangkaian listrik menggunakan tenaga surya saat pelaksanaan hari bebas berkendara di Kawasan Bundaran HI Jakarta. Kegiatan tersebut untuk mensosialisasikan penggunaan listrik dengan energi terbarukan serta penggalangan donasi bagi masyarakat yang kurang mampu di kawasan Bogor.

A   A   A   Pengaturan Font

Fahmy menjelaskan karekteristik EBT umumnya menggunakan teknologi tinggi dengan investasi yang relatif mahal, sehingga sudah seharusnya pemerintah mengakomodir masalah itu. "Investasi EBT mahal dan tingkat pengembaliannya juga lama. Barangkali pemerintah bisa memberikan subsidi bunga," ujar dia.

Anggota Dewan Energi Nasional, Tumiran, menambahkan Indonesia semestinya mencontoh konsep Tiongkok dalam pengembangan EBT. Tiongkok merupakan negara yang unggul memanfaatkan EBT. Dari total kapasitas terpasang 1.645 GW, EBT telah mencapai 591 GW. Di negara itu pengembangan dan pemanfaatan energi surya juga bertujuan untuk mendorong penciptaan lapangan kerja baru bagi warganya.

"Mereka telah mampu mengembangkan industri PV (photovoltaic) mulai dari hulu sampai produk jadi yang semuanya diproses dan dikerjakan di dalam negeri Tiongkok," jelas dia, belum lama ini. Dari pasar yang telah tercipta tersebut, produksi mendapat jaminan pasar sehingga skala keekonomian dapat dicapai.

Selain itu, dengan kemampuan yang dimiliki, perusahaan-perusahaan PV di Tiongkok telah mampu mengekspor produknya ke berbagai negara, termasuk Eropa. Semestinya, lanjut dia, dengan kebutuhan energi yang terus meningkat dan komitmen untuk mengembangkan dan memanfaatkan EBT, maka pasar dalam negeri Indonesia dijaga dan industri domestik didorong untuk tumbuh sehingga secara bertahap lapangan kerja tercipta dan teknologi PV bisa dikuasai.

Bukan sebaliknya, Indonesia malah menciptakan pasar bagi produk negara lain. "Walaupun dengan argumentasi murah, konsekuensinya devisa akan tersedot, produksi negara lain tumbuh, lapangan kerja bangsa lain tercipta, research and development mereka berkembang, Indonesia hanya jadi pasar dan penonton," papar Tumiran.
Halaman Selanjutnya....

Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top