Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus
Peringkat Utang - Penurunan “Yield” Dinilai Lambat karena Tekanan Eksternal

Penerimaan Negara Rendah, Risiko Utang Meningkat

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

Kekurangan penerimaan negara dari target dikhawatirkan membengkak tahun depan. Kebergantungan pada BUMN untuk mengatasi defisit pembiayaan infrastruktur meningkat.

JAKARTA - Kenaikan peringkat surat utang jangka panjang Indonesia yang disematkan oleh Fitch Ratings diharapkan bisa menekan biaya utang negara. Meski begitu, perbaikan rating tersebut harus juga dibarengi dengan penurunan nafsu berutang pemerintah. Selain menaikkan rating utang dari BBB- menjadi BBB dengan Outlook Stable, lembaga pemeringkat internasional itu juga menyoroti penerimaan negara yang masih rendah.

Sebab, hal itu berpotensi meningkatkan risiko utang dari BUMN yang mesti ditanggung oleh negara. Ekonom Indef, Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan kenaikan rating Fitch di satu sisi berdampak positif bagi arus modal asing yang masuk ke Indonesia karena naiknya kepercayaan investor. Realisasi investasi baik di portofolio maupun investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) pada tahun depan terbantu oleh sentimen positif dari perbaikan rating utang tersebut.

"Selain itu, cost of fund penerbitan obligasi sektor publik maupun swasta juga diharapkan bisa lebih murah. Meskipun masih lambat, tapi penurunan yield obligasi setidaknya bisa 25-50 bps (basis poin) dalam tiga bulan ke depan. Penurunan yield lambat karena tekanan eksternal khususnya kenaikan bunga The Fed diprediksi berlangsung empat kali pada tahun depan. Risk premium masih tinggi," papar dia, di Jakarta, Kamis (21/12).

Meskipun demikian, menurut Bhima, ada beberapa catatan penting dari perbaikan peringkat Fitch itu, sehingga sangat dimungkinkan ada evaluasi setelah pengumuman realisasi defisit APBNP 2017. Investor juga masih menimbang review dari lembaga lain, yakni Moody's dan Standard & Poor's. "Pertama soal penerimaan negara yang terancam jauh dibawah target. Untuk 2017, diprediksi akan ada shortfall pajak hingga 130-150 triliun rupiah.

Angka ini dikhawatirkan membengkak di 2018 karena sudah tidak ada lagi tax amnesty," jelas dia. Catatan kedua, imbuh Bhima, Fitch juga menyoroti soal efek penerimaan negara yang rendah akan meningkatkan kebergantungan pembiayaan pembangunan infrastruktur pada BUMN. Akibatnya, kinerja keuangan BUMN makin berisiko. Data terakhir, rata-rata arus kas empat BUMN karya, yakni Adhi Karya, Wika, Waskita Karya, dan PP minus tiga triliun rupiah.
Halaman Selanjutnya....

Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top