![](https://koran-jakarta.com/img/site-logo-white.png)
Penemuan Obat Butuh Proses Penelitian Cukup Panjang
Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi Penanganan Covid-19, Ali Ghufron Mukti, dalam konferensi pers Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), di Jakarta, Kamis (6/8).
Foto: Koran Jakarta/Muhamad Mar'upJAKARTA - Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi Penanganan Covid-19, Ali Ghufron Mukti, mengatakan penemuan obat butuh proses panjang. Keamanan obat perlu dipastikan agar obat mampu memberi efek menyembuhkan penyakit.
"Obat itu medica mentosa atau bisa untuk medis atau jadi racun. Untuk itu perlu penelitian yang panjang dalam menemukan obat," ujar Ghufron, di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Kamis (6/8).
Ghufron menilai saat ini prosedur pembuatan obat di Indonesia lebih terstruktur. Hal itu dapat dilihat dengan adanya komisi etika kesehatan baik di tingkat Kementerian Kesehatan maupun fakultas kedokteran di tingkat perguruan tinggi yang bertugas mengawasi proses penelitian obat tersebut.
- Baca Juga: Ritual Cuci Jalan di Singkawang
- Baca Juga: Raker soal Jaminan Kesehatan Nasional
"Penelitian obat harus melalui proposal terlebih dahulu yang disetujui komisi etika kesehatan. Jadi tidak bisa tiba-tiba mengklaim obat itu menyembuhkan," jelasnya.
Harus Diuji
Terkait maraknya klaim kemanjuran obat maupun herbal yang mampu menyembuhkan Covid-19 di masyarakat, Ghufron menilai hal tersebut harus benar-benar diuji secara klinis. Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional siap membina dan memfasilitasi penelitian terkait obat baik yang dilakukan akademisi dan peneliti maupun masyarakat.
Ia mengapresiasi adanya pihak-pihak yang ingin membantu dalam menghasilkan obat untuk menyembuhkan Covid-19. Meski begitu, ia meminta niat baik tersebut dapat direalisasikan dengan prosedur yang berlaku."Kami tidak hanya terbuka, tapi mengapresiasi. Hanya niat baik saja tidak cukup, karena jika tidak benar-benar teliti obat bisa berbahaya," ucapnya.
Lebih jauh Ghufron mengungkapkan Indonesia memiliki kelebihan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan sebagai obat. Meski begitu, demi mendukung peningkatan kualitas obat modern asli indonesia, penelitian obat harus menyesuaikan standar yang ada.
Ia menyebut penelitian obat berbeda dengan penelitian produk inovasi berupa alat. Menurutnya, penelitian obat perlu pengawasan lebih sebab melibatkan mahluk hidup dalam proses penelitiannya. "Apa saja yang diberi ke tubuh, tubuh akan bereaksi tergantung yang dimasukan ke tubuh itu," jelasnya.
Anggota Tim Penilai Penilaian Angka Kredit Dosen, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Sutikno, mengatakan banyak sekali usulan penelitian bidang medis dengan metode penelitian lintas disiplin. Dengan begitu, instrumen kelayakan hasil penelitian bidang kesehatan tidak hanya berasal dari bidang kesehatan saja.
Selain itu, kata Sutikno, produk penelitian bidang kesehatan harus sampai pada proses invensi. Proses tersebut memperjelas hasil penelitian sehingga mudah diuji dan digunakan masyarakat. n ruf/N-3
Redaktur: Marcellus Widiarto
Penulis: Muhamad Ma'rup
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Masih Jadi Misteri Besar, Kementerian Kebudayaan Dorong Riset Situs Gunung Padang di Cianjur
- 2 Ada Efisiensi Anggaran, BKPM Tetap Lakukan Promosi Investasi di IKN
- 3 Cap Go Meh representasi nilai kebudayaan yang beragam di Bengkayang
- 4 Regulasi Pasti, Investasi Bersemi! Apindo Desak Langkah Konkret Pemerintah
- 5 Program KPBU dan Investasi Terus Berjalan Bangun Kota Nusantara
Berita Terkini
-
Vonis Harvey Moeis Diperberat Jadi 20 Tahun, Ini Tanggapan Kejagung
-
Karina aespa Bakal Bintangi Video Musik G-Dragon, Ini Kata Agensi
-
BNN Luncurkan Wisata Dunia Kopi di Batam, Apa Sasarannya?
-
3,33 Juta Wajib Pajak Sudah Lapor SPT per 12 Februari, untuk Kelas Karyawan Cukup Lewat Sistem Coretax
-
Pacu Digitalisasi Penyeberangan, ASDP telah Terapkan Tiket Online Ferizy di 40 Pelabuhan