Pendapatan Pemerintah Rendah
Foto: istimewaPendapatan pemerintah masih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain yang berada dalam peringkat investasi serupa dengan Indonesia.
JAKARTA - Chief Economist Bank UOB Indonesia, Enrico Tanuwidjaja, dalam analisis ekonominya yang diterima di Jakarta baru-baru ini mengatakan sektor fiskal Indonesia menunjukkan peningkatan kinerja sangat baik dalam satu dekade belakangan ini, sehingga meraih peringkat investasi dari tiga lembaga pemeringkat internasional utama (Fitch, Moody's, dan Standard & Poor's) pada 2017.
- Baca Juga: Rupiah Masih Tertekan Awal Pekan (3/2)
- Baca Juga: Rupiah Melemah Jadi Rp16.403 per Dollar AS
Bahkan, menjelang akhir 2017, Fitch meningkatkan peringkat Indonesia menjadi BBB (prospek yang stabil, naik dari BBB- sebelumnya) hanya beberapa bulan sebelum S&P akhirnya memberikan Indonesia peringkat investasi yang ditunggu-tunggu.
"Terlepas dari kabar positif yang menyertai peningkatan kinerja itu, pendapatan pemerintah masih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain yang berada dalam peringkat investasi serupa dengan Indonesia," kata Enrico.
Menurut dia, dinamika pembelanjaan pendapatan dari ruang fiskal Indonesia, perlu reformasi untuk memastikan tingkat kepatuhan dan keberlanjutan pajak yang lebih tinggi di Indonesia. Pergeseran fokus dalam pengeluaran fiskal menjadi lebih banyak diperuntukkan bagi pembangunan infrastruktur dan pembangunan sosial sangat dihargai.
Namun, mengingat risiko kebergantungan pada pembiayaan eksternal, reformasi kelembagaan untuk meningkatkan penerimaan pajak tetap penting guna memastikan keberlanjutan fiskal serta mendorong pertumbuhan produk domestik bruto, dan memaksimalkan potensi ekonomi.
Kontra Siklus
Lebih lanjut, dia menambahkan perlunya postur fiskal berkelanjutan yang dapat mengadopsi pengukuran kontra siklus (counter-cyclical) untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi ke depan.
"Momentum pertumbuhan di Indonesia mulai naik pada awal 2016. Kami memiliki pandangan yang optimis namun tetap waspada di tahun 2018 ini dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi 5,3 persen," katanya.
Pertumbuhan ekonomi lebih tinggi pada 2018 kemungkinan besar didukung oleh permintaan domestik yang lebih tinggi, yakni belanja konsumen lebih tinggi dan pengeluaran investasi berkelanjutan di belakang program pembangunan infrastruktur saat ini.
Inflasi tetap terkendali dengan peningkatan permintaan domestik dan melemahnya Rupiah. Namun, inflasi akan lebih tinggi di semester kedua tahun ini. Survei konsumen Bank Indonesia (BI) terkini mengungkapkan bahwa rumah tangga Indonesia memperkirakan harga-harga akan meningkat di bulan Mei 2018 yang disebabkan oleh meningkatnya tarif listrik dan gas, serta kemungkinan naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan bensin.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kenaikan harga Pertamax, Pertamax Turbo, dan Pertalite menjadi salah satu penyumbang terbesar untuk inflasi Maret yang tercatat sebesar 0,20 persen, lebih tinggi dibanding Maret 2017 yang deflasi 0,02 persen.
- Baca Juga: KAI Resmikan Ijen Ekspres
- Baca Juga: Pertamina Bantah Bright Gas 3 Kg Gantikan Gas Melon
bud/E-10
Redaktur: Muchamad Ismail
Penulis: Vitto Budi
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Presiden Prabowo Meminta TNI dan Polri Hindarkan Indonesia jadi Negara yang Gagal
- 2 Lestari Moerdijat: Tata Kelola Pemerintahan Daerah yang Inklusif Harus Segera Diwujudkan
- 3 Majukan Ekosistem Digital Indonesia, Diperlukan Kolaborasi Pemerintah dan Masyarakat
- 4 Utusan Presiden Bidang Iklim dan Energi Sebut JETP Program Gagal
- 5 Meksiko, Kanada, dan Tiongkok Siapkan Tindakan Balasan ke AS