Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kedaulatan Maritim I Selama Januari-12 Maret 2019, Satgas Tangkap 16 Kapal Pencuri Ikan

Pencurian Ikan Masih Marak

Foto : Koran Jakarta/M. Fachri

Raker KKP-DPR | Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (12/3). Rapat kerja tersebut membahas tentang anggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan 2019.

A   A   A   Pengaturan Font

Setelah mengamankan tiga kapal ikan asing (KIA) asal Vietnam, KKP kembali tangkap kapal pencuri ikan dari Malaysia di perairan Indonesia.

JAKARTA - Kapal Pengawas (KP) perikanan menangkap 16 kapal ikan ilegal sepanjang tahun ini terhitung sejak Januari hingga 12 Maret lalu. Dari jumlah itu, 12 kapal ikan asing (KIA) dengan rincian tujuh kapal berbendera Malaysia dan lima berbendera Vietnam, sementara empat lainnya kapal perikanan Indonesia (KII).

Terkini, KP perikanan menangkap dua kapal asing ilegal oleh KP Hiu Macan Tutul 002. "Itu menambah jumlah kapal perikanan ilegal yang berhasil ditangkap oleh armada Kapal Pengawas Perikanan KKP selama 2019," ungkap Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Agus Suherman, di Jakarta, Selasa (12/3).

Dua kapal berbendera Malaysia tersebut ditangkap, Senin (11/3), karena melakukan penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI). Kapal-kapal itu bernama KM PKFB 1109 (50,99 GT) dengan jumlah awak kapal empat orang warga negara Myanmar dan KM PPF 634 (49,07 GT) dengan jumlah awak kapal lima orang warga negara Myanmar.

Kapal tersebut ditangkap saat sedang melakukan penangkapan ikan di WPP-NRI 571 ZEEI Selat Malaka sekitar pukul 10.15 WIB. "Keduanya ditangkap karena melakukan penangkapan ikan di WPP-NRI tanpa dilengkapi dengan dokumen perizinan yang sah dari Pemerintah RI serta menggunakan alat tangkap yang dilarang jenis trawl," papar Agus.

Kapal diduga melanggar Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 dengan ancaman pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak 20 miliar rupiah. Selanjutnya, kapal dikawal menuju Stasiun PSDKP Belawan Sumatera Utara, dan diperkirakan tiba pada Selasa (12/3) sekitar pukul 10.00 WIB untuk proses hukum oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Perikanan.

Beberapa hari sebelumnya, KP perikanan juga menangkap satu kapal ilegal berbendera Vietnam di perairan Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI) Laut Natuna Utara. Sama seperti kapal Malaysia tadi, kapal itu masuk ke wilayah RI tanpa disertai dokumen lengkap.

Pengelola Perikanan

Terkait infrastruktur perikanan, KKP memastikan kawasan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) di Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT) operasional tahun ini. Perairan Rote Ndao merupakan wilayah pengelola perikanan (WPP) 573 dengan potensi perikanan tangkap mencapai 3,19 juta ton per tahun. Begitupun dengan budidaya, sejak lama Rote terkenal dengan kawasan penghasil rumput laut dengan kualitas terbaik.

Dirjen Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto menargetkan semua fasilitas, sarana dan prasarana penunjang baik untuk perikanan budidaya, perikanan tangkap, dan pengolahan bisa operasional tahun ini. "Artinya, siklus bisnis perikanan bisa mulai berjalan dan tentunya menjadi awal bagaimana semua potensi kelautan dan perikanan di Rote ini memberikan multiplier effect bagi pergerakan ekonomi," terangnya.

Beberapa waktu lalu Slamet meninjau fasilitas, sarana dan prasarana di antara perikanan di Rote Ndai. Hal itu seperti Air Blast Freezer (ABF) kapasitas tiga ton sebanyak dua unit dan Ice Flake Mechine (IFM) kapasitas 10 ton sebanyak satu unit di Pelabuhan Perikanan Indonesia (PPI) Tulendale.

Menurut Slamet, pembangunan ABF dan IFM karena kendala minimnya fasilitas, sarana dan prasarana penunjang. Untuk perikanan tangkap misalnya, jumlah kapal yang minim, kemudian prasarana pabrik es, IFM, dan lainnya belum ada, sehingga nilai tambah produk sangat minim. "Karenanya, kita bangun semua sarana prasarana yang dibutuhkan agar produktivitas dan nilai tambahnya naik signifikan dan nelayan bisa dapat penghasilan optimal," terang Slamet. ers/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top