Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kualitas Udara l Penggunaan Bahan Bakar Gas Harus Ditingkatkan Kembali

Pencemaran Udara Rugikan Warga hingga 52 Triliun Rupiah

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

Warga rentan menderita penyakit asma, penyempitan saluran pernapasan, ISPA, pneumonia, hingga serangan jantung.

JAKARTA - Klaim kualitas udara di Jakarta yang baik-baik saja disinyalir rugikan warga hingga 52 triliun rupiah. Ditengarai bahwa pencemaran udara yang semakin tak terkendali itu menyebabkan warga menderita beragam penyakit.

"Tahun 2010, kami melakukan survei terhadap kesehatan masyarakat yang disebabkan pencemaran udara. Totalnya, warga dirugikan sebesar 38 triliun rupiah. Lalu pada 2018, angka ini meningkat hingga 52 triliun rupiah untuk biaya pengobatan akibat pencemaran udara yang harus dikeluarkan masyarakat," ujar Executive Director Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), Ahmad Safrudin, di kantornya, Jumat (28/6).

Menurutnya, pencemaran udara yang semakin tinggi di Ibu Kota menjadi malapetaka bagi warganya. Salah satunya, warga rentan menderita penyakit asma, penyempitan saluran pernapasan, ISPA, pneumonia, hingga serangan jantung. Untuk meminimalisir dampak itu, kata Ahmad, warga harus merogoh uang yang sangat besar.

"Jika pemerintah tidak melakukan apa-apa, maka tingkat pencemaran akan meningkat dua kali lipat. Kita sudah mengusulkan agar angkutan umun dan kendaraan dinas pemerintah menggunakan bahan bakar gas. Tapi nyatanya tidak dijalankan oleh pemerintah," kata Ahmad.

Bahkan, ungkapnya, bus Transjakarta yang pernah menggunakan bahan bakar gas, kini malah kembali menggunakan solar. Hal ini, ucap Ahmad, sangat berpengaruh pada tingkat pencemaran udara di Jakarta. Sebelumnya, Transjakarta memiliki 810 unit bus yang memakai BBG. Saat ini, bus BBG Transjakarta yang dioperasikan hanya 320 unit semata.

"Sekarang musim kemarau yang dipengaruhi angin Muson. Angin Muson ini bertiup dari tenggara ke arah kita. Sehingga partikel gurun di Australia juga terbawa ke sini. Tapi persentasenya kecil. Penyebab paling besar buruknya kualitas udara di Jakarta adalah karena kendaraan bermotor, lalu pembangkit listrik batu bara, pembakaran sampah dan lainnya. Di sana ada sulfur dioksida, karbon monoksida, mono karbon dan lainnya," jelas Ahmad.

Diakuinya, kualitas udara yang diklaim masih baik itu dikarenakan ada perbedaan cara pengukuran tingkat pencemaran. Sehingga, terjadi pro-kontra antara masyarakat sipil yang menyebutkan udara Jakarta sudah tercemar, tapi pemerintah menganggapnya masih baik-baik saja.

Beda Pengukuran

Sebelumnya, Airvisual sebelumnya merilis data, bahwa pada Selasa tanggal 25 Juni 2019 pukul 08.00 WIB nilai Air Quality Index (AQI) Jakarta adalah 240 dengan konsentrasi PM 2.5 sebesar 189.9 ug/m3 atau berada pada kategori Sangat Tidak Sehat (Very Unhealthy) yang berlaku pada jam dan lokasi pengukuran tersebut.

Namun, Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Andono Warih menyebutkan, pengukuran kualitas udara oleh AirVisual hanya dilakukan pada titik tertentu dan pada waktu tertentu.

Bahkan, parameter yang dominan digunakan adalah PM 2.5 atau partikel debu yang berukuran lebih kecil dari 2.5 mikron, sedangkan standar yang digunakan di Indonesia dalam Kepmen LH Nomor KEP-45/MENLH/10/1997 tentang Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) mengatur hanya standar partikel debu PM 10.

"Regulasi yang berlaku di Indonesia tersebut menggunakan 5 jenis parameter pengukuran indeks kualitas udara, yaitu PM 10, SO2, CO, O3, dan NO2 yang dipantau selama 24 jam. Indeks Kualitas Udara di Indonesia belum mengunakan parameter PM 2.5, namun nilai konsentrasi PM 2.5 sudah diatur sebesar 65 ug/m3 per 24 jam. Standar ini sedikit lebih tinggi dari standar US EPA sebesar 40 ug/m3," ujar Andono.

Pihaknya mengklaim, telah memiliki data pembanding berdasarkan pemantauan dari Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) milik pemerintah yang tersebar di wilayah Jakarta, yaitu di Bundaran HI, Kelapa Gading, dan Jagakarsa. Pada hari Selasa tanggal 25 Juni 2019, ISPU DKI Jakarta dalam kategori Sedang di seluruh Ibukota.

Berdasarkan data hasil pengukuran parameter PM 2.5 pada hari Selasa 25 Juni 2019 jam 08.00 WIB, di SPKU DKI1 (Bundaran HI) konsentrasinya sebesar 94,22 ug/m3, DKI2 (Kelapa Gading) sebesar 103,81 ug/m3, dan DKI3 (Jagakarsa) sebesar 112,86 ug/m3.

"Di lokasi pemantauan SPKU milik DKI hasil pengukurannya tidak setinggi data Airvisual, sehingga tidak dapat dikatakan seluruh wilayah Jakarta kualitas udaranya buruk sepanjang waktu," kata Andono. pin/P-6

Penulis : Peri Irawan

Komentar

Komentar
()

Top