Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Produk Legislasi

Pencegahan Kekerasan Seksual Perlu UU

Foto : Istimewa

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga, dalam acara Deklarasi Akademisi terkait RUU Penghapusan Kekerasan Seksual via virtual meeting bersama perwakilan akademisi se-Indonesia, di Jakarta, Kamis (16/7).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga, mengajak semua pihak mengawal pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Penghapusan Kekerasan Seksual. Untuk menekan angka prevalensi kekerasan terutama seksual membutuhkan payung hukum.

"Tingginya prevalensi angka kekerasan terhadap perempuan dan anak yang cukup tinggi membutuhkan payung hukum guna melindungi mereka," kata Bintang dalam acara Deklarasi Akademisi terkait RUU Penghapusan Kekerasan Seksual via virtual meeting bersama perwakilan akademisi se-Indonesia, di Jakarta, Kamis (16/7).

Penarikan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020, mengejutkan banyak pihak. Pasalnya, alih-alih mendapatkan kejelasan terkait pembahasan draft, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual malah ditarik dari Prolegnas Prioritas di tengah kondisi kasus kekerasan seksual yang meningkat.

Bintang menyebut situasi kekerasan seksual terus meningkat bahkan pada masa pandemi Covid-19. Selain menimpa perempuan sebagai korban, kasus kekerasan seksual juga terjadi kepada anak-anak baik perempuan maupun laki-laki. "Ini menjadi alarm bagi kita semua, untuk bersatu melawan dan menghentikan kejahatan-kejahatan kemanusiaan seperti ini," jelasnya.

Keterlibatan Akademisi

Bintang mengapresiasi para akademisi yang mengawal dan mendukung pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Menurutnya, ketika perguruan tinggi atau kampus yang merupakan benteng moral sudah turun, masyarakat akan semakin paham betapa urgent-nya kehadiran RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.

"Mari berikan pengetahuan kepada seluruh masyarakat betapa RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini sangat urgent, sangat dibutuhkan, dan harus segera disahkan," imbuhnya.

Ketua Pusat Penelitian dan Studi Gender Universitas Kristen Satya Wacana, Arianti Ina Restiani Hunga, menyebut sebanyak 1500 suara akademisi mendukung gerakan narasi akademisi mendukung pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Para akademisi siap berpartisipasi aktif sesuai kepakaran dalam membahas konsep-konsep atau aturan dalam RUU yang masih menjadi perdebatan.

"Sehingga menemukan solusi dan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual segera berlanjut," ucapnya. n ruf/N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Muhamad Ma'rup

Komentar

Komentar
()

Top