Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Paham Radikalisme

Pencegahan Jangan Timbulkan Resistensi di Kampus

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) dinilai bakal kerepotan dalam memantau media sosial dan mendata telepon seluler dosen dan mahasiswa dalam mencegah paham radikal.

"Saat ini diperkirakan jumlah mahasiswa mencapai 7,5 juta, kemudian dosen mencapai 300.000 dan tenaga kependidikan 200.000, jadi diperkirakan harus mendata sekitar delapan juta jiwa," ujar Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi), Prof Muhammad Budi Djatmiko, di Jakarta, Rabu (6/6).

Dia menilai jangan sampai peranan Kemristekdikti dalam meningkatkan daya saing perguruan tinggi justru beralih menjadi polisi siber.

"Pastinya Kemristekdikti akan kerepotan dalam melakukan pemantauan dan pendataan. Apalagi jika dosen dan mahasiswa diawasi media sosialnya, maka bentuk pengawasan tersebut dapat mengganggu suasana akademik," katanya.

Budi menjelaskan semua pihak sepakat bahwa terorisme adalah musuh bersama. Akan tetapi, langkahnya penanganannya harus kondusif dan persuasif.

Dia juga mengusulkan pemerintah fokus dalam membangun kesadaran kolektif untuk memerangi teroris. Budi menjelaskan pendekatan yang efektif adalah pendidikan pada rakyat berbasis suri tauladan, terutama para pejabat, harus menjadi contoh praktis bagi rakyatnya dengan memberikan rasa keadilan, kesederajatan, kesejahteraan, solidaritas, dan lainnya.

Selain itu, upaya lain untuk menangkal tumbuhnya radikalisme di kampus bisa dilakukan dengan membangun sinergi yang baik antara pemerintah, orang tua mahasiswa dan kampus, sehingga dapat tercipta suasana kebersamaan dan tidak saling curiga.

"Kami khawatir kampus ditinggalkan calon mahasiswa karena stigma 'kampus gudangnya radikalisme' padahal belum terbukti secara empiris, tugas akademisi harus meneliti secara mendalam tentang radikalisme dan terorisme tersebut," papar Budi.

Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Forum Rektor Indonesia (FRI), Asep Saifuddin, meminta agar pendekatan dalam mencegah radikalisme lebih edukatif dan persuasif. "Sebaiknya pendekatannya lebih edukatif dan persuasif agar tidak menimbulkan resistensi di kalangan kampus," ujarnya.

Sebelumnya, Menristekdikti, Mohamad Nasir, mengatakan pihaknya meminta para rektor untuk mendata akun media sosial mahasiswa yang ada di perguruan tinggi tersebut. "Iya, semuanya (nomor telepon seluler dan media sosial) akan didata," tegasnya.

Tujuannya tak lain untuk memantau jejak digital mahasiswa tersebut di akun media sosialnya. Pihaknya bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan juga Badan Intelijen Negara (BIN) dalam pendataan itu.

Selain itu, pihaknya juga meminta rektor untuk mendata pegawai, dosen, maupun mahasiswa yang terpapar radikalisme. Sebelum diberikan tindakan lebih lanjut, oknum yang terpapar itu diminta untuk kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Bubarkan Hati

Sementara itu, Institut Teknologi Bandung (ITB) membekukan organisasi mahasiswa Harmoni Amal dan Titian Ilmu (Hati) yang diduga berafiliasi dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Sebelumnya, beberapa minggu lalu, pihak kampus telah membekukan organisasi tersebut.

Wakil Rektor Bidang Akademi dan Kemahasiswaan ITB, Bermawi P Iskandar, di Bandung, Rabu (6/6), mengatakan organisasi Hati telah lama dicurigai gerak-geriknya. Pasalnya, sering mengundang tokoh-tokoh HTI untuk menjadi pemateri dalam diskusi yang diselenggarakannya.

Sebelum dibekukan, pihak rektorat sebetulnya sudah memberikan peringatan berupa teguran agar organisasi tersebut tidak menyelenggarakan kegiatan yang bertentangan dengan aturan kampus dan nilai-nilai Pancasila. Namun, mereka seolah tidak menaatinya.

"Diskusi di kampus dan itu kita tegur, sudah dua kali mereka mengadakan diskusi itu. Dari hasil diskusi, mereka posting di medsos dan memang ada kaitannya dengan aspirasi dari HTI itu," kata dia.

Menurutnya, organisasi itu sudah eksis sejak lima tahun lalu. Tercatat, sebanyak 59 orang yang menjadi anggota Hati. Saat ini, pihak ITB terus menelusuri secara detail jejak rekam Hati. eko/tgh/E-3

Komentar

Komentar
()

Top