Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Jaminan Kesehatan | Menkes Susun Revisi Permenkes untuk Kendalikan Defisit

Pencairkan Dana ke BPJS Kesehatan Tunggu Hasil Audit BPKP

Foto : ISTIMEWA

Fahmi Idris, Direktur Utama Utama BPJS Kesehatan.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kementerian Keuangan masih menunggu hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait dengan defisit yang terjadi di BPJS Kesehatan. Sebelumnya, pemerintah melalui Kemenkeu telah menyuntik dana sebesar 4,9 triliun rupiah, sementara pihak BPJS Kesehatan mengaku saat ini memiliki utang sebesar 7,2 triliun rupiah.

"Kami (Kemenkeu) akan tunggu hasil audit BPKP dulu sebelum membantu mengatasi defisit BPJS Kesehatan. Karena kami tidak akan membayar prognosa, karena itu akan melanggar aturan," kata Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo, usai rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Senin (30/10) malam.

Sementara terkait pencairan dana sebesar 4,9 triliun rupiah untuk membantu BPJS Kesehatan sebelumnya, kata dia, itu sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 113 Tahun 2018. Anggaran tersebut merupakan bagian dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN) yang masuk dalam pos belanja lain-lain dengan pagu mencapai 67,2 triliun rupiah pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018.

Setelah itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, meminta kepada BPKP untuk melakukan lagi audit kinerja arus kas BPJS Kesehatan dan prognosanya hingga akhir tahun dan tahun depan. Permintaan ini secara informal sudah disampaikan Sri Mulyani pekan lalu," kata Mardiasmo.

Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fahmi Idris, mengatakan pihaknya memiliki utang yang telah jatuh tempo sebesar 7,2 triliun rupiah. Rinciannya, utang per Senin (29/10) sebesar 5,9 triliun rupiah. Sementara utang yang telah jatuh tempo di lima hari ke depan mencapai 1,3 triliun rupiah.

"Jadi, dalam lima hari ke depan kami membutuhkan cash (dana tunai) mencapai 7,2 triliun rupiah," katanya.

Ia mengatakan jumlah tersebut masih sangat jauh dari dana tunai yang dimiliki BPJS Kesehatan saat ini yang hanya sebesar 154 miliar rupiah. Oleh karena itu, per lima hari ke depan, BPJS Kesehatan memerlukan dana tunai 7,04 triliun rupiah.

Dalam kesempatan itu, Fahmi juga memaparkan penggunaan dana 4,9 triliun rupiah yang telah dikucurkan pemerintah sebelumnya. Ia menjelaskan, dana tersebut telah digunakan untuk mengurangi defisit. "Dana itu sudah habis dalam dua hari setelah cair," katanya.

Ia menyebutkan, sebagian besar dana bantuan pemerintah itu dialirkan ke wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) dengan nilai 1,03 triliun rupiah atau 21,02 persen. Dua wilayah lain dengan jumlah perbaikan defisit paling besar adalah Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan nilai masing-masing 968,5 miliar rupiah dan 656,57 miliar rupiah.

"Seluruh kucuran dana dari pemerintah itu digunakan untuk membayar klaim fasilitas kesehatan yang gagal bayar," katanya.

Ia mengatakan, selain mengharap bantuan dari pemeritah, saat ini BPJS Kesehatan sedang memproses beberapa tagihan-tagihan baru. Penagihan ini melibat 13 perbankan dan lembaga keuangan nonbank.

Revisi Permenkes

Sementara itu, Menteri Kesehatan, Nila F Moeloek, mengatakan bahwa pihaknya telah menyusun revisi Peraturan Kementerian Kesehatan (Permenkes). Ini sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden No.82/2018 untuk pengendalian defisit.

Menkes menyebutkan, lima Permenkes yang sedang dalam proses perubahan itu adalah tentang pelayanan kesehatan, sistem rujukan dan rujuk balik, pengaturan kompensasi, kendali mutu dan kendali biaya dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dan pencegahan dan penanganan kecurangan fraud. ang/E-3

Komentar

Komentar
()

Top