Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pengelolaan Fiskal | Triwulan I-2019, ULN Tumbuh Cepat dari Triwulan IV-2018 Jadi 7,9 Persen

Penarikan Utang Baru Harus Direm

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Pemerintah diimbau mengerem penarikan utang, terutama melalui instrumen portofolio karena biaya untuk meminjam relatif mahal akibat kemunculan berbagai risiko baik, dari faktor eksternal maupun internal.

JAKARTA - Kepala Kajian Makro dan Keuangan, Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI), Febrio Kacaribu, di Jakarta, Jumat (17/5), mengatakan meskipun rasio utang Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) atau debt to GDP ratio masih dalam batas aman, namun imbal hasil atau yield yang diminta investor cenderung meningkat.

"Kita boleh bangga masuk peringkat investment grade (layak investasi), tapi level paling bawah (triple B minus) akibatnya, biaya bunga yang dibayarkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tiap tahun rata-rata 11 persen dari total anggaran," kata Febrio.

Menurut dia, imbal hasil surat utang pemerintah sempat mengalami penurunan, dengan imbal hasil rata-rata tenor 10 tahun dan 1 tahun pada April 2019 masing-masing sebesar 7,79 persen dan 6,4 persen. Dengan net portofolio keluar sebesar satu miliar dollar AS dalam empat minggu terakhir mendorong peningkatan imbal hasil tenor 10 tahun dan satu tahun menjadi masing-masing sebesar 8,22 persen dan 6,66 persen.

Kenaikan imbal hasil terjadi karena persepsi pasar terkait dengan peringkat obligasi pemerintah Indonesia yang masih bernilai BBB-. Kemudian berlanjut jadi fenomena flight to safety di mana investor global menghindari aset berisiko, termasuk rupiah.

"Mereka memindahkan kembali asetnya ke investasi yang lebih aman, sehingga memicu lebih banyak aliran keluar untuk investasi portofolio," kata Febrio.

Insentitas tekanannya terhadap kurs rupiah makin meningkat karena sekitar 40 persen Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan pemerintah dimiliki investor asing. Demikian juga portofolio saham di pasar modal 60 persen dipegang investor asing.

Atas pertimbangan itu, dia menyarankan pemerintah agar mengelola defisit fiskal secara terukur salah satunya dengan mengerem penarikan utang hingga rating atau peringkat Indonesia meningkat ke level tripple B. Pada level itu, dia yakin yield lebih turun dan tidak terlalu membebani APBN.

Untuk sisi moneter, dia memandang perlu Bank Indonesia (BI) menyampaikan sinyal kepada pasar mengenai ekspektasi tingkat depresiasi rupiah dalam jangka pendek dan menengah selain intervensi pasar valuta asing yang dilakukan sejak April lalu.

Tumbuh Cepat

Berdasarkan laporan BI), Jumat (17/5), utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir triwulan I-2019 mencapai 387,6 miliar dollar AS atau sekitar 5.503,9 triliun rupiah dengan penghitungan kurs pada akhir triwulan I-2019 sebesar 14.200 rupiah per dollar AS dengan rincian utang publik dan bank sentral sebesar 190,5 miliar dollar AS, serta utang swasta termasuk BUMN sebesar 197,1 miliar dollar AS.

Baca Juga :
Peresmian SPKLU

Jumlah tersebut tumbuh 7,9 persen dari catatan ULN pada triwulan I-2018 atau year-on-year (yoy), lebih tinggi ketimbang pertumbuhan utang pada periode Oktober-Desember 2018 sebesar 6,9 persen. bud/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Vitto Budi

Komentar

Komentar
()

Top