Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kesejahteraan Masyarakat I Tingkat Pengangguran Turun Menjadi 4,8% pada 2024

Penanggulangan Kemiskinan Belum Angkat Martabat Penduduk Miskin

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA- Presiden Joko Widodo mengatakan tingkat kemiskinan di Indonesia turun tajam, dengan angka kemiskinan ekstrem juga turun signifikan menjadi 0,83 persen pada 2024. Dalam pidato penyampaian Rancangan Undang-Undang (RUU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2025 dan Nota Keuangan pada Sidang Paripurna DPR RI di Jakarta, akhir pekan lalu mengatakan tingkat kemiskinan turun tajam menjadi 9,03 persen di tahun 2024.

Selain itu kata Presiden, indikator kesejahteraan masyarakat meningkat signifikan, dengan tingkat pengangguran turun menjadi 4,8 persen pada 2024.

"Kita juga telah merasakan kemajuan pembangunan infrastruktur yang Indonesiasentris. Mulai dari jalan tol dan jalan nasional, bendungan dan irigasi, pelabuhan dan bandara, pembangunan IKN Nusantara, dan masih banyak lainnya," kata Jokowi.

Presiden juga mengatakan semua pihak bekerja keras untuk membangun sumber daya manusia (SDM) yang unggul, berdaya saing, produktif dan inovatif melalui reformasi pendidikan, transformasi sistem kesehatan, serta penguatan jaring pengaman sosial.

Bantuan pendidikan juga terus diberikan untuk masyarakat miskin dan rentan. Program Indonesia Pintar untuk pendidikan diberikan bagi sekitar 20 juta siswa per tahun, dan Program KIP Kuliah dan Bidik Misi untuk pendidikan 1,5 juta mahasiswa. Beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) untuk pendidikan diberikan kepada sekitar 45 ribu mahasiswa.

Selain itu, upaya perbaikan di sektor kesehatan juga menunjukkan hasil yang baik. Angka kematian bayi turun dari sebelumnya 27 per seribu kelahiran menjadi 17 per seribu kelahiran di tahun 2023. Angka prevalensi stunting turun dari 37,2 persen menjadi 21,5 persen di tahun 2023.

Sementara itu, jumlah peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) meningkat dari sebelumnya 133 juta menjadi 273 juta orang pada 2024. Di mana separuh dari jumlah tersebut adalah Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari pemerintah.

Menanggapi klaim Pemerintah itu, peneliti Mubyarto Institute, Awan Santosa mengatakan, tingkat kemiskinan terbilang rendah karena standarnya menggunakan garis kemiskinan yang rendah.

"Ada statistik penurunan tetapi masih belum sepadan dengan banyaknya sumber daya dan kekayaan alam yang sudah dikeruk dan anggaran negara (pusat & daerah) yang dibelanjakan," kata Mubyarto.

Awan menilai, kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan belum sepenuhnya dapat mengangkat harkat dan martabat penduduk miskin yang juga adalah pemilik yamg sah atas semua kekayaan di republik ini.

"Bantuan sosial bersifat karitatif, temporer, dan cenderung dipolitisir untuk tujuan pelanggengan kekuasaan,"tegasnya.

Mestinya ujar Awan, pemerintah serius belajar dari Grameen Bank di Bangladesh yang dapat menjadikan jutaan perempuan miskin di negaranya menjadi pemilik perusahaan sosial yang menguasai banyak sektor usaha dan perekonomian.

Harus Berkesinambungan

Dalam kesempatan lain, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, YB Suhartoko mengatakan Indonesia memang seharusnya menjadi semakin baik.

Hal itu terjadi, kalau angka kemiskinan dan pengangguran turun, layanan kesehatan semakin baik, penyediaan infrastruktur dan segala segala sesuatu yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Namun yang harus menjadi perhatiaan dari perbaikan tersebut adalah apakah berkesinambungan atau kemudian malahan terjadi penurunan kinerja karena rendahnya kualitas pembiayaannya yang menimbulkan beban di kemudiaan hari.

Dia pun menegaskan pentingnya pengawasan dan evaluasi berbagai program dan proyek. "Bukan melakukan kesengajaan membiarkan terjadinya kolusi, korupsi dan nepotisme untuk menjadi komoditi penjerat politik masa berikutnya," kata Suhartoko.

Ia juga mendorong agar investasi yang mengerek banyak nilai tambah harus didukung agar menyerap banyak tenaga kerja sehingga menekan angka kemiskinan dan pengangguran.

Peningkatan investasi bisa dilakukan, namun harus mempertimbangkan ketergantungan dengan negara lain.

"Kemudahan kemudahan yang diberikan ke investor asing hanyalah solusi jangka pendek mengatasi gap tabungan dengan investasi. Jangka panjang dalam perspektif pembiayaan harus mewujudkan kemandirian ekonomi dan politik," tutupnya.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top