Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Izin Pertambangan

Penambahan Luas Wilayah Produksi Harus Dibatalkan

Foto : istimewa

Yusri Usman

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah diminta membatalkan beberapa draf dalam revisi peraturan pemerintah (RPP) tentang pertambangan. Munculnya muatan baru dalam RPP itu yang mengizinkan perusahaan tambang batubara menggunakan luas wilayah produksi melebih 15 ribu hektar dipandang merugikan negara serta bertentangan dengan konstitusi.

Pengamat Energi dari Cesri Yusri Usman menyebutkan pasal 83 ayat e dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba) mengarue batasan luasan Izin usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi batubara atau perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) maksimal hanya 15.000 hektar (ha) sementara untuk mineral maksimal 25 ribu ha.

"Memberi lebih dari yang ditentukan UU adalah perbuatan melawan hukum dan sudah dapat dipastikan adanya potensi kerugian negara, sehingga siapapun warga negara pemilik hak atas tambang menurut UUD pasal 33 bisa melaporkan ke penegak hukum," tegas Yusri di Jakarta, Jumat (1/2).

Tindakan ini dipandang berlebihan karena hanya mengambil pasal yang menguntungkan pengusaha dan mengabaikan pasal yang merugikan mereka. Padahal, kenyataannya telah merugikan negara dan kepentingan nasional.

Yusri menyayangkan revisi PP pertambangan sudah melenceng dari semangat awal. Menurutnya, revisi tersebut hanya untuk mengakomodasi perpanjangan pengelolaan operasi sejumlah tambang besar batubara oleh pengusaha PKP2B generasi pertama yang berakhir kontraknya.

Adapun regulasi yang dimaksudkan Yusri terkait dengan revisi PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Pembahasannya telah memasuki tahap akhir. Ini merupakan perubahan keenam dari regulasi dimaksud.

Saling Bertentangan

Sementara itu, Mantan Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Simon F Sembiring menyebutkan impelementasi UU Minerba setelah kurang lebih 10 tahun diterapkan karut-marut. Tidak sedikit aturan pelaksananya yang bermasalah.

Tercatat ada sejumlah Peraturan Pemerintah (PP) yang saling tumpang tindih, bahkan terlihat bertentangan dengan UU Minerba yang semestinya harus dijabarkan secara konsisten. Sejumlah PP itu adalah PP No. 23/2010, PP No. 24/2012, PP No. 1/2014, PP No. 77/2014, dan PP No. 1/2017.

Contoh yang bertentangan dalam PP No. 23/2010, Pasal 97 dinyatakan setelah 5 tahun, IUP dan IUPK wajib divestasi. Kemudian dalam PP No. 24/2012, Pasal 97 dinyatakan divestasi 51 persen Tetapi dalam PP No. 77/2014 itu mentah kembali. Pasal 97 ayat (1b): IUP-OP dan IUPK-OP divestasi 40 persen pada tahun ke-15 produksi dan Pasal 97 ayat (1c): underground mining, divestasi 30 persen pada tahun ke-15 produksi. Baru pada Pemerintahan Presiden Joko Widodo, lewat PP No. 1/2017, aturan itu dikembalikan lagi menjadi 51 persen. ers/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top