Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Piutang Negara I Pemberian Surat Keterangan Lunas Adalah Tindakan Kriminal

Penagihan Tunggakan BLBI ke Debitur Nakal Lamban

Foto : ISTIMEWA

SASMITO HADINAGORO Pendiri LPEKN - Berapa anggaran yang dialokasikan untuk Satgas BLBI agar bisa bekerja secara efektif dan maksimal? Agar efektif, anggarannya harus jelas. Kalau tidak ada anggaran ya berarti tidak ada target. Itu hanya mainmain saja

A   A   A   Pengaturan Font

» UU Perbendaharaan Negara mengatur penghapusan piutang negara lebih dari 100 miliar rupiah adalah kewenangan Presiden dengan persetujuan DPR.

» Penagihan BLBI belum optimal, dari target 110 triliun rupiah, baru terealisiasi 19 triliun rupiah.

JAKARTA - Salah satu penyebab masih tingginya angka prevalensi kekerdilan (stunting) di Indonesia yang tercatat 24,4 persen atau 5,33 juta balita karena minimnya pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Padahal, pemerintah sebenarnya masih memiliki piutang yang cukup fantastis kepada para penerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) saat krisis moneter 1998 lalu.

Para debitur nakal yang tidak punya iktikad baik mengembalikan uang negara selama 20 tahun lebih itu seolah meledek pemerintah karena tidak mampu memaksa mereka mengembalikan uang rakyat yang sudah mereka nikmati, bahkan diinvestasikan lagi ke berbagai perusahaan.

Beberapa di antara mereka bahkan hanya menyerahkan asetnya tidak sampai 30 persen, tetapi mengeklaim sudah melunasi kewajibannya 100 persen karena telah menerima Surat Keterangan Lunas (SKL) dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) beberapa saat sebelum lembaga tersebut dibubarkan.

Padahal dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara jelas-jelas mengatur bahwa penghapus tagihan piutang negara tidak bisa dilakukan begitu saja. Untuk tagihan lebih dari 100 miliar rupiah harus dilakukan oleh Presiden dengan persetujuan DPR.

Pendiri Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Keuangan Negara (LPEKN), Sasmito Hadinagoro, yang diminta pendapatnya, mengatakan jika mengacu ke UU tersebut maka SKL itu "bodong" dan perbuatan kriminal karena yang mengeluarkan SKL tidak berwewenang. Hanya Presiden atas persetujuan DPR-lah yang bisa menghapus.

Sayangnya, pemerintah tidak menagih yang ratusan miliar hingga triliun rupiah itu. Berbeda kalau tunggakan pajak, biar pun 10 juta rupiah dikejar sampai liang kubur.

Sasmito juga menyayangkan Keppres No 6 Tahun 2021 tentang Pembentukan Satgas BLBI yang hanya memberi tugas untuk urusan tagihan perdata Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) senilai 110 triliun rupiah saja.

"Padahal seharusnya nilai total yang seharusnya diperoleh Tim Satgas BLBI seharusnya 1.000 triliun rupiah. Salah satunya karena ada rekayasa penjualan salah satu bank swasta yaitu BCA kala itu, negara dirugikan berapa triliun rupiah?" tanya Sasmito.

Pemberian aset jaminan kepada BPPN kala itu, jelasnya, hampir semua nilainya jauh dari nilai likuiditas BLBI yang mereka terima.

Selain dugaan rekayasa penjualan bank swasta terbesar itu, Sasmito juga menyinggung adanya pengusaha pengemplang BLBI 32 triliun rupiah, namun hanya membayar 500 juta rupiah sudah dianggap kooperatif oleh Satgas BLBI.

"Berapa anggaran yang dialokasikan untuk Satgas BLBI agar bisa bekerja secara efektif dan maksimal? Agar efektif, anggarannya harus jelas. Kalau tidak ada anggaran ya berarti tidak ada target. Itu hanya main-main saja, hanya memberi kesan kepada rakyat mereka sudah bekerja walau tidak ada tujuannya," katanya.

Sasmito menambahkan, dari BPPN sampai sekarang Satgas BLBI, nilai kerugian negara dan bagaimana menagihnya tidak pernah jelas. Bahkan, saat ini Satgas BLBI yang menagih secara perdata saja dengan nilai sangat kecil yakni 110 triliun rupiah pun hingga masa tugas kurang 1,5 tahun, masih sangat jauh dari target.

"Kita perlu kejelasan sikap pemerintah, keberanian, untuk menyatakan yang menjadi hak rakyat. Apalagi rakyat masih membutuhkan subsidi pangan dan kebutuhan pokoknya, bahkan 24,4 persen bayi baru lahir kena stunting," tandas Sasmito.

Tidak Serius

Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Mercu Buana Yogyakarta, Awan Santosa, menegaskan bahwa pemerintah memang lamban dalam menagih piutang, padahal sudah dua puluh tahun lebih.

"Akselerasi penagihan piutang BLBI mesti menjadi atensi dan prioritas nasional mengingat besarnya beban APBN di tengah makin membengkaknya utang luar negeri dan beragam masalah sosial ekonomi, seperti kemiskinan, stunting, dan sebagainya," tegas Awan.

Sementara itu, Peneliti Ekonomi Indef, Nailul Huda, mengatakan kalau melihat dari capaian target yang baru 19 triliun rupiah saat ini dari target 110 triliun rupiah, hingga tahun depan juga bisa dibilang sangat tidak optimal.

"Hal itu tidak terlepas dari banyak debitur yang berpengaruh yang saya rasa juga membuat proses penagihan berjalan alot. Namun, dengan kuasa yang dimiliki oleh negara, harusnya Satgas BLBI bisalah melawan para pengemplang ini," kata Nailul.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top