Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Pemohon Uji Materi di MK Persoalkan Domisili Cakada

Foto : ANTARA/HO-Humas MK/Bayu

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia sekaligus pemohon uji materi Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Pilkada dalam Perkara Nomor 118/PUU-XXII/2024, Abu Rizal Biladina, mengikuti sidang pemeriksaan pendahuluan di Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, Senin (9/9).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemohon uji materi Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Pilkada, Abu Rizal Biladina, mempersoalkan ketentuan domisili calon kepala daerah karena tidak diatur secara eksplisit dalam pasal tersebut.

"Pemohon merasa dirugikan hak konstitusional dengan berlakunya Pasal 7 ayat (2) yang tidak menyatakan secara jelas mensyaratkan lokalitas pemimpin daerah," kata Abu dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di Mahkamah Konstitusi (MK) RI, Jakarta, Senin (9/9).

Menurut mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu, ada dua kerugian potensial yang dia alami karena pemberlakuan Pasal 7 ayat (2) UU Pilkada.

Pertama, dia menilai, pasal itu tidak memuat unsur lokalitas calon kepala daerah, sehingga berpotensi memunculkan kepala daerah yang tidak memiliki sensitivitas terhadap isu yang berkembang di daerah tersebut.

"Tiada unsur lokalitas akan berdampak kepada kebijakan dalam pembangunan daerah yang tidak didasarkan pada nilai-nilai lokalitas, pendekatan yang dilakukan tidak sesuai dengan kondisi daerah setempat," ucap Abu.

Kedua, ia menyoroti fakta banyaknya peserta maupun pemenang pilkada yang bukan berasal dari daerah tersebut. Kondisi ini, menurut dia, berpotensi merugikan masyarakat asli daerah tersebut.

Abu meyakini, kepala daerah merupakan unsur representasi pemimpin dari suatu daerah, sehingga seharusnya dipilih berdasarkan domisili untuk memastikan calon tersebut memahami permasalahan daerah.

Lebih lanjut, Abu mengatakan, dinamika politik di Indonesia cenderung menjadikan kader yang dekat dengan elite partai di tingkat nasional sebagai calon kepala daerah. Kondisi tersebut menyebabkan kader di tingkat daerah, yang konsisten membangun daerah dan dikenal masyarakat, terjegal walaupun kader itu bukan putra/putri daerah.


Redaktur : Sriyono
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top