Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Produksi Pangan I Hingga Akhir 2018, Target Serapan Gabah oleh Bulog Sebesar 2,7 Juta Ton

Pemerintah Perlu Revisi HPP Beras

Foto : Istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Ketentuan Harga Pokok Penjualan (HPP) gabah dari pemerintah saat ini justru membatasi ruang gerak petani untuk menaikkan harga panenan sehingga mereka memilih untuk menjualnya ke tengkulak.

Jakarta - Serapan gabah petani oleh Bulog dinilai tidak masuk akal sehingga mempersempit peluang petani untuk menikmati kenaikan harga hasil panenannya. Karena itu, pemerintah diminta untuk mempertimbangkan revisi Harga Pokok Penjualan (HPP) dalam rangka meningkatkan dan merealisasikan target harian serapan cadangan beras pemerintah (CBP).

"Sejak awal target serapan yang dicanangkan memang sudah tidak realistis karena Indonesia belum memiliki tingkat produktivitas yang memadai untuk memberikan toleransi harga yang diinginkan oleh Bulog," kata Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Assyifa Szami Ilman, di Jakarta, Kamis (29/11).

Dia memaparkan mekanisme untuk memenuhi target serapan gabah ini mengharuskan Bulog untuk menyerap gabah petani dengan target sebesar 2,7 juta ton hingga akhir 2018. Target penyerapan itu, ujar dia, dibagi menjadi dua termin yaitu Januari-Juli 2018 sebesar 2,31 juta ton dan sisanya di bulan Agustus hingga September.

Berdasarkan Inpres Nomor 5 Tahun 2015, Bulog hanya diperbolehkan melakukan pembelian di tingkat petani dan penggiling dengan harga di kisaran 3.700 rupiah per kilogram (kg) untuk Gabah Kering Panen (GKP), 4.600 rupiah per kg untuk Gabah Kering Giling (GKG), dan 7.300 rupiah per kg untuk beras, sedangkan fleksibilitas harga hanya diperbolehkan maksimal 10 persen.

"HPP membatasi daya jual petani yang ingin menjual dengan harga lebih tinggi. Hal ini akan mendorong mereka untuk menjual berasnya ke tengkulak, yang tentu saja akan memengaruhi harga beras di pasar. Musim kemarau dan serangan hama juga mengakibatkan hasil panen berkurang," jelasnya.

Dia berpendapat pemerintah perlu mempertimbangkan kenaikan HPP antara lain karena harga di pasar selalu jauh lebih tinggi dari HPP. Hal tersebut, lanjutnya, tentu akan membuat petani merugi karena mereka dihadapkan pada stok panen gabah yang terbatas dan musim kemarau panjang, serta peningkatan biaya produksi.

"Bertambahnya biaya produksi yang tinggi mau tidak mau akan memengaruhi harga beras," ucapnya.

Petani Mengeluh

Sebelumnya, para petani mengeluhkan masih rendahnya serapan gabah oleh Bulog. Pusat Serikat Petani Indonesia (SPI) menilai serapan beras yang diambil oleh Bulog belum maksimal. Agus Ruli mengungkapkan minimnya penyerapan beras petani juga disebabkan harga pembelian gabah dari pemerintah melalui Bulog lebih rendah dibanding harga di lapangan.

"Kita prediksi di akhir tahun ini atau awal tahun, diperkirakan akan kurang juga karena panen kita tidak maksimal," ungkap Sekretaris Umum Dewan Pimpinan Pusat Serikat Petani Indonesia (SPI), Agus Ruli, beberapa waktu lalu.

Dia berharap Bulog bisa membeli dari petani dengan harga yang layak. Selain itu menurutnya petani harus diberikan insentif dan dukungan. Kemudian, Bulog harus menyiapkan gudang penampungan dan pengeringan beras dari petani, agar kualitas berasnya baik dan bisa lama disimpan. Intinya, kata dia, bagaimana memaksimalkan beras dari petani.

Dia menegaskan terlebih dalam tahun politik Indonesia saat ini, persoalan pangan harus terjamin. Karenanya menjadi pertanyaan jika harga beras mahal dan ada defisit. Kondisi ini berbeda dengan pernyataan Dirut Bulog Budi Waseso bahwa gudang penyimpanan beras milik Perum Bulog penuh. ers/Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Antara

Komentar

Komentar
()

Top