Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sektor Pertanian I Perubahan HPP Diperlukan Melalui Penyesuaian Harga Produksi dari Gabah

Pemerintah Perlu Evaluasi HPP

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Penetapan HPP saat ini dinilai tak efektif lantaran harga beras di pasaran tetap tinggi dan cenderung fluktuatif meskipun panen masih berlangsung di beberapa daerah.

JAKARTA - Penetapan harga pembelian pemerintah (HPP) dan harga eceran tertinggi (HET) perlu dievaluasi. Sebab, kebijakan pemerintah tersebut dinilai tak efektif menekan harga beras di pasar yang saat ini masih tinggi.

"Menurut hemat saya, kebijakan HPP dan HET itu perlu ditinggal," kata pakar tanaman pangan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Prof Totok Agung Dwi Haryanto, di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin (6/8).

Totok mengatakan hal itu terkait dengan harga beras di pasaran yang tetap tinggi dan cenderung fluktuatif meskipun panen masih berlangsung di beberapa daerah.Akan tetapi, jika HPP dan HET tetap diberlakukan, kata dia, hal itu sebaiknya untuk kelas beras paling bawah atau beras yang disubsidi. Sementara untuk kelas beras lainnya, lanjut dia, sebaiknya dipersilakan untuk menjadi pilihan bagi rakyat.

"Pejabat atau orang-orang kaya tidak harus membeli beras dengan harga yang sama dengan yang dibeli masyarakat bawah. Seperti halnya PLN yang menerapkan tarif listrik untuk keluarga miskin tidak sama dengan tarif untuk keluarga kaya," ujarnya.

Baca Juga :
Permintaan Meningkat

Menurut dia, perbedaan tarif listrik antara keluarga miskin dan kaya yang diterapkan oleh PLN itu dapat dijadikan contoh. Selain itu, kata dia, subsidi untuk rakyat pun sudah banyak diberikan seperti terhadap bahan bakar minyak.

"Jadi, subsidi untuk beras bisa diberlakukan secara nasional tetapi khusus untuk kelas paling bawah. Sedangkan beras-beras untuk konsumsi orang menengah ke atas, sudah dibiarkan saja, sehingga itu menjadi kesempatan bagi petani-petani unggul yang memang memiliki spesifikasi produk untuk bisa memperoleh kesejahteraan dari nilai yang berbeda," jelasnya.

Akan tetapi, kata Totok, masyarakat banyak yang kemampuannya terbatas tidak dirugikan oleh kebijakan tersebut. "Jadi, ada kebijakan HPP dan HET berstrata," katanya.

Seperti diketahui, HPP yang berlaku sekarang masih mengacu pada Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras oleh Pemerintah. Harga gabah kering panen (GKP) di penggilingan sebesar 3.750 rupiah per kilogram (kg). Untuk gabah kering giling (GKG) 4.600 rupiah per kg dan harga pembelian beras dalam negeri ditetapkan sebesar 7.300 rupiah per kg.

Di sisi lain, BPP untuk GKP di tingkat petani semakin tinggi yakni 4.286 rupiah per kg. Harga gabah yang berlaku saat ini tidak relevan lagi dengan laju inflasi. Inflasi selama 2012-2017 mencapai 28 persen, sementara HPP saat ini hanya 12 persen lebih tinggi dari HPP 2012.

Tak Efektif

Sebelumnya, Peneliti Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, mengatakan selama ini, HPP yang diberlakukan tidak efektif.

"Tidak efektifnya instrumen HPP disebabkan HPP yang ditetapkan sangat tidak fleksible bahkan sangat kaku," tegasnya di Jakarta, beberapa waktu lalu

"Perubahan HPP ini diperlukan dengan penyesuaian harga produksi dari gabah/beras itu sendiri. Sebisa mungkin harus memberikan keuntungan bagi petani bukan cuman titik impas produksi," jelasnya.

Menurut dia, harga akan selalu memihak pada satu sisi, kadang ke konsumen kadang ke petani. Untuk itu, tugas pemerintah ialah menuntun harga menuju keseimbangan yang menguntungkan semua pihak sehingga instrumen yang dipakai bisa melalui HPP.

Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top