Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Fiskal

Pemerintah Kurang Optimal Genjot Konsumsi pada 2023

Foto : ISTIMEWA

BADIUL HADI Manajer Riset Seknas Fitra - Sebenarnya ada keterkaitan bantuan pemerintah seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) dengan konsumsi, tetapi karena harga bahan pokok (bapok) mengalami kenaikan maka itu tak efektif memperkuat daya beli.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah dinilai gagal memanfaatkan peluang untuk mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi 2023, terutama dengan menggenjot konsumsi. Hilangnya momentum itu karena buruknya kualitas belanja negara yang menyebabkan konsumsi masyarakat rendah.

Manajer Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi, yang diminta pendapatnya di Jakarta, Rabu (3/1), mengatakan pemerintah sebenarnya bisa menggunakan segala instrumen untuk mendongkrak konsumsi domestik pada 2023, namun buruknya kualitas belanja membuat konsumsi masyarakat rendah.

Hal itu diperparah dengan kenaikan harga bahan makanan, seperti beras, minyak, dan bahan pokok lainnya.

"Sebenarnya ada keterkaitan bantuan pemerintah seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) dengan konsumsi, tetapi karena harga bahan pokok (bapok) mengalami kenaikan maka itu tak efektif memperkuat daya beli," papar Badiul.

Untuk memacu konsumsi domestik, pemerintah sebenarnya bisa mengintervensi melalui kebijakan fiskal asalkan efektif.

Lapangan Kerja

Pada kesempatan berbeda, pakar kemiskinan dari Universitas Airlangga, Surabaya, Bagong Suyanto, mengatakan belanja APBN memang harus optimal, terutama yang bersifat produktif untuk menunjang penciptaan lapangan pekerjaan dan pemerataan.

"Pertumbuhan yang kurang merata dan sering kali hanya bertumpu pada konsumsi ini bisa dibenahi kalau belanja APBN lebih produktif. Kebijakan mendorong produksi yang menyerap banyak tenaga kerja harus diutamakan, seperti untuk pertanian dan perikanan dan beberapa industri lainnya karena di situlah mayoritas tenaga kerja berada dengan begitu dampak ekonominya akan lebih terasa," kata Bagong.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE), Mohammad Faisal, menilai bahwa sebenarnya masih ada ruang optimalisasi belanja pada APBN 2023.

Menurut dia, pemerintah seharusnya dapat memaksimalkan pemanfaatan penerimaan negara guna mendorong sektor konsumsi domestik.

"Menurut saya, tahun ini tidak maksimal, intervensi dari APBN fiskal, karena sebetulnya penerimaannya kan jauh di atas target. Kalau tidak salah sekitar 110 persen dari target, tapi belanjanya hanya 95-96 persen," kata Faisal.

Realisasi sementara pendapatan negara pada APBN 2023 tercatat 2.774,3 triliun rupiah atau 112,6 persen dari target APBN 2023 atau 105,2 persen dari target Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2023.

Sementara itu, realisasi belanja pemerintah pusat tercatat sebesar 2.240,6 triliun rupiah, setara 99,7 persen dari target APBN 2023, atau 97,3 persen dari target Perpres 75/2023. Kemudian, defisit pada APBN 2023 mengalami penurunan menjadi 347,6 triliun rupiah atau 1,65 persen.

Faisal mengatakan pada 2023, Indonesia mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi karena penciptaan lapangan pekerjaan yang belum pulih seperti masa prapandemi.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top