Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kontrak Pertambangan

Pemerintah Diminta Tangguhkan IUPK Freeport

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) diminta untuk tidak gegabah menerbitkan izin usaha pertambangan khusus operasi produksi (IUPK OP) kepada PT Freeport Indonesia. Pasalnya, hingga kini perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut belum membayar kerusakan lingkungan sebesar 185 trilliun rupiah sebagai akibat dari pengerukan tambang.

Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources (Cesri), Yusri Usman menegaskan persoalan yang dihadapi Freeport masih banyak. Selain, harus membayar nilai kerusakan tersebut juga, masalah lainnya lagi, yakni terkait penggunaan Kawasan Hutan Lindung seluas 4.500 hektar (Ha) tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Bahkan, Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) juga seolah dikesampingkan oleh Freeport.

"Sebagai Menteri ESDM, mestinya Ignasius Jonan menyinggung masalah itu karena nilainya jauh lebih besar dan merugikan negara. Masalah inilah yang justru harus diketahui publik (rakyat) yang notabene sebagai pemilik sumber daya alam. Sebagai Menteri semestinya menteri tahu tugas itu, bukan justru terbitkan IUPK," tegas Yusri di Jakarta, Senin (17/12).

Dijelaskannya, status dokumen Amdal oleh Komisi Pusat Amdal atas blok tambang bawah tanah belum diterbitkan. Hal ini justru sebagai syarat utama bagi ESDM untuk menerbitkan IUPK Operasi Produksi (UU No.4/2009).

"Dengan membiarkannya, berarti Freeport mengesampingkan kerugian akibat kerusakan lingkungan. Itu sama saja memaksa negara melalui APBN untuk menggantinya," kata Yusri.

Karenanya, Yusri pun menyarankan agar Menteri ESDM bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya mestinya duduk satu meja untuk menjelaskan dengan detail kepada publik atas proses tahapan dan solusi hasil temuan BPK-RI. Termasuk juga, sikap Freeport terkait penggunaan Kawasan Hutan Lindung seluas 4.500 ha tanpa IPPKH sebelum IUPK OP dikeluarkan.

"Tanpa menjelaskan proses penerbitan IUPK OP, sama saja menanam persoalan hukum yang bisa jadi muncul di kemudian hari," ungkap Yusri.

Sebagian Rampung

Sementara itu, Direktur Eksekutif PT Freeport Indonesia Tony Wenas mengatakan, sebagian besar ketentuan yang disyaratkan dalam divestasi saham sudah rampung. Namun, saat ini, proses divestasi tinggal merampungkan condition precedent (preseden ketentuan).

Beberapa ketentuan yang sudah terbit ialah evaluasi lingkungan hidup (DELH), yang belum yakni izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH). "Itu masih dalam proses, semoga IPPKH nya lebih jelas," ungkap Tony. ers/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top