Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebergantungan Impor

Pemerintah Diminta Menggenjot Produksi Kedelai Lokal

Foto : ANTARA/DIDIK SUHARTONO

PERAJIN TEMPE I Perajin tempe mengangkat kedelai rebus di tempat produksi, Wonocolo, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (3/1).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah harus menggenjot produksi kedelai lokal untuk membendung impor kedelai. Sebab, kebergantungan pada kedelai impor membuat harga kedelai dalam negeri rentan bergejolak.

"Memperkuat produksi lokal juga untuk memberi peluang bagi petani menikmati pasar domestik serta membantu UMKM mendapatkan harga murah," kata Ekonom dari Universitas Diponegoro, Esther Sri Astuti kepada, Koran Jakarta, Minggu (3/1).

Esther mengatakan kenaikan harga kedelai saat ini karena faktor global. Ada lonjakan permintaan kedelai dari Tiongkok ke Amerika. "Hal ini mengakibatkan harga kedelai di pasar global naik," ungkapnya.

Karena itu, sambung Esther, solusinya kita harus swasembada kedelai. Indonesia punya potensi mengembangkan komoditas pertanian seperti kedelai dan sebagainya.

"Kini, tinggal good will dari pemerintah saja support atas sarprodi (sarana prasarana produksi) pertanian harus ada. Jangan ada kelangkaan pupuk," tegas dia.

Hal lainnya, sambung Esther, akses kredit ke petani diperbesar, mengingat banyak petani tidak bankable maka harus ada jaminan kredit dari pemerintah seperti di Jepang.

Kemudian, harus ada tambahan extension officer (penyuluh pertanian). Saat ini Indonesia kurang dari 8.000 petugas penyuluh pertanian di Indonesia.

Ketidakcukupan PPL (penyuluh pertanian lapangan) mengakibatkan petani Indonesia tidak mendapatkan bimbingan teknis untuk how to do good agriculture practices.

"Kalau sarprodi, dan semua fasilitas itu bisa dipenuhi, saya yakin petani bisa meningkatkan produktivitasnya baik secara kualitas maupun kuantitas," pungkasnya.

Sebelumnya, kalangan pengrajin tahu dan tempe Jabodetabek melakukan aksi mogok produksi dan berjualan selama tiga hari, yakni sejak tanggal 1-3 Januari. Aksi itu bukan tidak mungkin bakal berlanjut jika permintaannya tidak mendapat persetujuan dari pemerintah, yakni menaikkan harga tahu dan tempe di pasaran.

Rugi Rp3.000

Ketua Umum Gabungan Koperasi Tempe dan Tahu Indonesia, Aip Syarifuddin, mengatakan pihaknya mau tidak mau harus mengambil keputusan itu karena harga kedelai yang naik secara tidak wajar. Saat ini, harga kedelai sampai 9.200 rupiah bahkan 10.000/kg, bahkan ada yang lebih dari 10 ribu/kg. Padahal, harga normalnya di angka 6.500-7.000 rupiah/kg.

"Sepotong tempe harganya 2.000- 3.000 rupiah/250 gram. Artinya sekitar 12-15 ribu rupiah/kg. Sekarang dengan harga kedelai 9.500 rupiah/ kg, tempe dibikin empat hari jadi, cost of production aja sudah 17-18 ribu rupiah, perlu direbus, perlu dibungkus, dikasih ragi, belum upah kerja, pegawai, sehingga satu kilo penjualan rugi 2-3 ribu rupiah. Kalau 50 kg sudah 100 ribu rupiah," sebutnya. n erk/P-4


Redaktur : Khairil Huda

Komentar

Komentar
()

Top