Jum'at, 10 Jan 2025, 14:30 WIB

Pemeriksaan Kesehatan Gratis, Kenapa Masyarakat Masih Takut?

Seorang pasien melakukan skrining penyakit di sebuah Puskesmas di Jakarta, Sabtu (15/4/2023).

Foto: ANTARA/HO-Kemenkes

Perigrinus H Sebong, Unika Soegijapranata

Pada Februari 2025 mendatang, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan memberlakukan program pemeriksaan (skrining) kesehatan gratis bagi masyarakat Indonesia yang berulang tahun. Berbeda dengan skrining Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang mencakup 14 jenis penyakit, program skrining gratis ini diperuntukkan untuk mendeteksi berbagai macam penyakit sesuai golongan usia.

Secara teknis, skrining kesehatan bertujuan mengidentifikasi dan menapis seseorang yang memiliki risiko penyakit tertentu. Skrining berkualitas yang dilakukan secara tepat disertai dengan penanganan lanjutan dapat menekan jumlah kasus penyakit baru, mengurangi risiko peningkatan keparahan penyakit, hingga menurunkan risiko kematian dini.

Contohnya, pemeriksaan dini dalam kasus gejala retinopati diabetik (gangguan mata akibat komplikasi diabetes) dapat mengurangi risiko kebutaan.  Lalu, pemeriksaan prakanker serviks dapat mengurangi risiko kanker berkembang semakin ganas dan mematikan.

Melalui pemeriksaan kesehatan, dapat pula diketahui informasi prognostik, yaitu peluang kesembuhan maupun risiko kambuhnya penyakit yang diidap seseorang. Sederet manfaat skrining kesehatan tersebut diperoleh melalui analisis berbasis data demografi pasien (seperti usia dan jenis kelamin), informasi medis maupun genetik, ataupun hasil pencitraan.

Hasil analisis akan membantu dokter menentukan pilihan pengobatan dan perawatan yang tepat untuk pasien, sehingga mencegah overtreatment (pengobatan atau perawatan yang tidak dibutuhkan).

Meski banyak manfaatnya, skrining kesehatan memiliki sejumlah keterbatasan. Misalnya, soal ketepatan hasil pemeriksaan karena hanya mendeteksi seberapa rentan seseorang berisiko mengidap penyakit tertentu.

Selain itu, dalam beberapa kasus kanker, praktik skrining disinyalir bisa menyebabkan seseorang berisiko terpapar radiasi dan menjalani pengobatan yang tidak efisien akibat overdiagnosis, yaitu diagnosis berlebihan yang menduga keganasan yang diidap seseorang tidak akan timbulkan gejala ataupun kematian.

Sederet kondisi ini menimbulkan perbedaan pandangan (polarisasi) mengenai manfaat skrining kesehatan di masyarakat. Alhasil, tidak sedikit yang menolak mengikuti pemeriksaan kesehatan.

Ketimpangan pemeriksaan kesehatan

Perbedaan pandangan di masyarakat mengenai manfaat dan risiko skrining kesehatan meningkatkan potensi terjadinya ketimpangan dalam pelaksanaannya. Salah satu faktor pemicu polarisasi adalah kurangnya informasi publik mengenai manfaat pemeriksaan kesehatan, sehingga meningkatkan risiko masyarakat menolak melakukan tes ini.

Beberapa orang mungkin merasa takut mengikuti skrining kesehatan, karena khawatir hasil skrining mengungkapkan adanya masalah serius yang mengancam jiwa, seperti kanker.

Ketimpangan pemeriksaan kesehatan juga disebabkan belum meratanya layanan pemeriksaan kesehatan di Indonesia, terutama di daerah tertinggal. Pada 2022, misalnya, jumlah peserta BPJS Kesehatan yang mengikuti skrining kanker serviks di Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara menjadi yang terendah di Indonesia, yaitu hanya mencapai 0,9%.

Jumlah tersebut menunjukkan masih banyak perempuan yang belum melakukan pemeriksaan kesehatan, sehingga meningkatkan jumlah kasus kanker serviks di wilayah tersebut. Sejak 1990, angka kematian akibat kanker serviks di sana meningkat jadi 3,7 per 100 ribu perempuan. Artinya, dari 100 ribu perempuan, sebanyak 3-4 orang di antaranya berisiko mengidap kanker serviks.

Ketimpangan pemeriksaan kesehatan juga disebabkan tidak sebandingnya jumlah petugas pelaksana dengan jumlah orang yang diduga mengalami penyakit di sebuah daerah. Ditambah lagi, petugas pelaksana cenderung mengejar target cakupan data individu yang diperiksa, sehingga lebih mengutamakan target skrining yang sudah didata sebelumnya. Akibatnya, sebagian masyarakat yang rentan justru tidak mendapatkan layanan skrining kesehatan.  

Memaksimalkan pemeriksaan kesehatan gratis

Sebagian besar pemeriksaan kesehatan memang belum terbukti dapat meningkatkan harapan hidup. Manfaat yang dirasakan dari program ini juga dapat berbeda-beda, bergantung pada faktor risiko, usia, dan pilihan pengobatan seseorang.

Namun, pemeriksaan kesehatan rutin sangat diperlukan, terutama jika kamu mengidap penyakit yang disebabkan oleh faktor genetik maupun gaya hidup.

Pemeriksaan kesehatan gratis bisa bermanfaat bagi penerimanya jika dilakukan tepat sasaran. Karena itu, pemerintah Indonesia perlu mempertimbangkan sejumlah strategi pendukung berikut:

1. Pelayanan merata dengan sumber daya yang tepat

Pemerintah perlu memastikan program skrining kesehatan gratis dapat diakses seluruh masyarakat Indonesia, termasuk di daerah terpencil. Ketersediaan sumber daya yang diperlukan harus dipastikan dan disebar secara merata.

Sumber daya tersebut meliputi alat pemeriksaan dan sistem pemantauan program skrining, staf terlatih yang kompeten, dan dukungan sistem pencatatan dan pelaporan yang terintegrasi.

Pemerintah juga perlu memastikan skrining kesehatan dilakukan secara efisien dengan mengalokasikan biaya secara tepat dan hemat. Misalnya, penggunaan metode inspeksi visual asam asetat (IVA) dengan meneteskan asam asetat ke permukaan mulut rahim, bisa mendeteksi kanker serviks dengan lebih cepat, tepat, dan ekonomis.

2. Edukasi menyeluruh

Pemerintah juga perlu menggalakkan edukasi soal pentingnya pemeriksaan kesehatan kepada kelompok masyarakat rentan. Informasi ini sebaiknya diadaptasi ke dalam berbagai bahasa daerah agar dapat menjangkau masyarakat terpencil yang lebih banyak menggunakan bahasa lokal dalam kehidupan sehari-hari.

3. Libatkan masyarakat dalam pemantauan dan evaluasi

Pantau dan evaluasi pelaksanaan program dengan melibatkan masyarakat. Sesuaikan pendekatan skrining dengan kondisi sosial-budaya setempat. Misalnya, untuk masyarakat di daerah tertinggal, seperti di perbatasan dan kepulauan, pemantauan skrining dapat dilakukan bersama LSM lokal yang bergerak di bidang kesehatan atau organisasi masyarakat setempat.

Pasalnya, partisipasi masyarakat dalam mengikuti pemeriksaan kesehatan juga dipengaruhi oleh kondisi sosial-budaya mereka.

4. Perluas layanan di momentum lainnya

Penyediaan skrining gratis untuk berbagai macam penyakit sebaiknya tidak hanya dilakukan pada momen hari ulang tahun saja, tetapi juga bisa diperluas untuk momentum lainnya, seperti hari Kemerdekaan. Tujuannya agar skrining gratis bisa dinikmati lebih banyak masyarakat.

Penerapan sederet strategi di atas diharapkan dapat mengurangi hambatan penyelenggaraan skirining kesehatan gratis, terutama akibat perbedaan pandangan masyarakat. Dengan begitu, program yang dikemas sebagai kado ulang tahun ini bisa dirasakan kegunaannya secara nyata oleh masyarakat Indonesia.The Conversation

Perigrinus H Sebong, Pengajar, Peneliti Kesehatan Global, Planetary health dan Penyakit Tropis, Unika Soegijapranata

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.

Redaktur: -

Penulis: -

Tag Terkait:

Bagikan: