Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Penegakan Hukum

Pemecatan PNS Koruptor Terhambat Surat LKBH Korpri

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemecatan pegawai negeri sipil (PNS) yang terbukti korupsi dan putusan hukumannya sudah berkekuatan tetap atau inkrah berjalan lambat dan terhalang surat Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Korpri. LKBH Korpri meminta menunda pemberhentian para PNS yang terlibat korupsi sampai adanya putusan Mahkamah Konstitusi. (MK).

"Hal ini (proses pemecatan PNS korup yang lambat) disebabkan mulai dari keengganan, keraguan, atau penyebab lain para PPK (Pejabat Pembina Kepegawaian) dan beredarnya surat dari LKBH Korpri yang meminta menunda pemberhentian para PNS tersebut," kata Kabiro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah, di Jakarta, Senin (28/1).

LKBH Korpri saat ini sedang mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Pasal 87 Ayat 2 dan Ayat 4 huruf b dan d Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Pasal 87 Ayat 2 UU Aparatur Sipil Negara berbunyi: PNS dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan karena dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan hukuman pidana penjara paling singkat 2 tahun dan pidana yang dilakukan tidak berencana.

Surat LKBH Korpri yang ditandatangani Nurmadjito dan Mahendra itu menilai pasal-pasal itu tidak mengindahkan Pasal 1 Ayat 3, Pasal 27 Ayat 1, Pasal 28 huruf d Ayat 1, dan Pasal 28 huruf i Ayat 2 UUD 1945. Pengajuan uji materi itu kini tengah berproses di MK. LKBH Korpri meminta agar pemecatan terhadap PNS korup tidak dilakukan sebelum proses di MK tuntas.

KPK pun tidak sepakat akan hal itu. Pemecatan atau pemberhentian tidak hormat itu bermula dari terkuaknya PNS yang terbukti melakukan korupsi dan putusan hukumannya sudah inkrah itu dengan jumlah yang tidak sedikit. KPK kemudian memfasilitasi Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) membahas soal itu.

Hasilnya keluarlah Surat Kesepakatan Bersama (SKB) tentang Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PDTH) bagi Aparatur Sipil Negara yang tersandung hukum. Data BKN per 14 Januari 2019 menyebutkan hanya 393 PNS yang diberhentikan tidak dengan hormat dari daftar 2.357 PNS yang telah divonis bersalah melalui putusan berkekuatan hukum tetap. Selain itu, di luar data 2.357 PNS itu, ada tambahan 498 PNS yang terbukti korupsi diberhentikan sehingga total PNS yang diberhentikan adalah 891 orang.

"Judicial review yang diajukan ke MK semestinya tidak jadi alasan untuk menunda aturan yang telah jelas. KPK sangat menyayangkan rendahnya komitmen PPK, baik di pusat ataupun daerah untuk mematuhi UU yang berlaku tersebut," kata Febri.ola/tri/Ant/P-4


Redaktur : Khairil Huda
Penulis : Yolanda Permata Putri Syahtanjung, Antara

Komentar

Komentar
()

Top