Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Antisipasi Krisis - Kurs Rupiah Jebol Level Psikologis Rp15.200 per Dollar AS

Pelemahan Rupiah Belum Capai Dasar

Foto : KORAN JAKARTA/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kurs rupiah, Senin (8/10), terus melemah hingga menjebol level psikologis 15.200 rupiah per dollar AS. Bahkan mata uang RI itu sempat menyentuh level terlemah sejak 20 tahun terakhir di tingkat 15.254 rupiah per dollar AS. Meskipun demikian, sejumlah kalangan mengemukakan rupiah masih berpotensi melemah lagi akibat kuatnya tekanan dari faktor global, terutama menguatnya ekonomi AS, kenaikan harga minyak, dan perang dagang Amerika Serikat (AS)-Tiongkok.

Di sisi lain, dari faktor domestik belum ada perbaikan yang berarti untuk mengatasi pelebaran defisit transaksi berjalan, khususnya upaya pemangkasan impor, penguatan ekspor, dan peningkatan investasi asing langsung. Pada perdagangan di pasar spot, kemarin, rupiah berakhir melemah 35 poin atau 0,23 persen di level 15.218 rupiah per dollar AS.

Ini merupakan pelemahan pada perdagangan hari keenam secara beruntun. Sepanjang tahun ini, rupiah sudah terdepresiasi sebesar 12,3 persen. Ekonom, Telisa Aulia Valianty, mengibaratkan kondisi rupiah saat ini seperti korban dari beragam musibah bencana alam yang bertubitubi.

"Rupiah seperti terkena badai, mulai perang dagang hingga kebijakan normalisasi The Fed (Bank Sentral AS) dan diperparah dengan tahun politik. Akibatnya, efek ke rupiah pun berlipat-lipat," jelas dia, di Jakarta, Senin.

Telisa menambahkan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) dalam risetnya mengungkapkan yang membedakan dampak terhadap pelemahan mata uang kelompok negara berkembang ada dua faktor. "Pertama fundamental ekonominya, dan yang kedua defisit transaksi berjalan," ujar dia.

Namun, menurut Telisa, Indonesia memiliki defisit transaksi berjalan atau current account defiicit (CAD) yang terburuk, yakni sekitar tiga persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Oleh karena itu, nilai tukarnya terdepresiasi lebih dalam dibandingkan negara tetangga, seperti Malaysia, Thailand, dan Filipina.

"Untuk menahannya tergantung dari kecepatan dan ketepatan reaksi pemerintah sendiri," jelas dia. Telisa pun menilai pemerintah lamban dalam merespons memburuknya CAD dan fundamental ekonominya. "Walaupun kebijakan moneter sudah preemptive, tapi itu nggak cukup. Kita juga sudah keluarkan cadangan devisa. Ternyata kebijakan domestik nggak cukup menghadapi guncangan global," papar dia.

Dengan ketidakpastian yang lebih tinggi ke depan, kata Telisa, apa pun yang terjadi harus siap. "Yang penting kita menyiapkan jaring pengamannya. Financial safety net itu yang harus diperkuat kalau ada kondisi terburuk," tutur dia.

Fleksibilitas Rupiah

Sementara itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, memastikan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang masih mengalami perlemahan terjadi karena pengaruh dari membaiknya kondisi ekonomi di AS.

"Kita melihat ekonomi AS itu masih sangat mendominasi dan pergerakannya cepat sekali," kata Sri Mulyani, di sela-sela Pertemuan Tahunan IMF-WB 2018 di Nusa Dua, Bali, Senin.

Menkeu menjelaskan membaiknya kondisi ekonomi AS tersebut menyebabkan terjadinya kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS (The Fed) dan disertai oleh penyesuaian imbal hasil (yield) obligasi negara AS atau US Treasury dengan tenor 10 tahun hingga melewati batas psikologis tiga persen.

"Kita lihat dua-duanya bergerak, suku bunga The Fed naik dan yield bonds 10 tahun naik, ini semakin mengonfirmasi bahwa akselerasi ekonomi AS makin tinggi," ujar dia. Dia menambahkan, ekonomi AS akan terus berakselerasi hingga mencapai titik keseimbangan baru, karena kenaikan suku bunga acuan The Fed diproyeksikan akan terus terjadi, sebanyak satu kali lagi di 2018, dan dua atau tiga kali pada 2019.

Untuk itu, Sri Mulyani mengingatkan pentingnya memperkuat fundamental perekonomian agar pergerakan rupiah dapat lebih stabil dalam menghadapi tekanan eksternal, meski depresiasi yang sedang terjadi tidak bisa dihindarkan sebagai respons atas kondisi global.

"Oleh karena itu harus dilakukan penyesuaian, baik di dalam strategi pembangunan supaya lebih stabil atau berdaya tahan, dan dalam bentuk nilai tukar yang dalam hal ini fleksibel. Kita memang harus berhati-hati dari pergerakan ini," papar dia. Fleksibilitas yang dimaksud adalah pelemahan rupiah yang akan terus berlanjut.

ahm/bud/WP

Penulis : Vitto Budi

Komentar

Komentar
()

Top