Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Penanganan Perubahan Iklim

PBB Desak G20 Hentikan Kecanduan kepada Energi Fosil

Foto : ED JONES/AFP
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mendesak negara-negara anggota kelompok G20 menghentikan kecanduan kepada bahan bakar fosil dan tak menambah produksi batu bara.

Guterres meminta G20 memperhatikan temuan Badan Energi Internasional (IEA) yang menyatakan izin baru untuk eksplorasi minyak dan gas yang mereka keluarkan tidak sesuai dengan upaya mempertahankan batas kenaikan iklim 1,5 derajat sesuai Perjanjian Iklim Paris.

"Negara-negara G20 bertanggung jawab atas 80 persen terjadinya emisi gas rumah kaca," kata Guterres dalam laman PBB yang dipantau dari Jakarta, Rabu (20/9). Guterres menyampaikan hal itu dalam Sidang Majelis Umum PBB ke-78 di New York pada Selasa waktu Amerika Serikat.

"Untuk mempertahankan peluang membatasi kenaikan suhu global, kita harus menghentikan secara bertahap penggunaan batu bara, minyak, dan gas, dalam cara yang adil dan merata, serta secara besar-besaran meningkatkan energi terbarukan," kata Guterres.

Seperti dikutip dari Antara, Guterres menyebut semua langkah itu sebagai satu-satunya cara yang membuat energi terbarukan terjangkau untuk semua orang dan terpenting lagi warga Afrika yang masih kekurangan listrik. "Jika perusahaan-perusahaan bahan bakar fosil ingin menjadi bagian dari solusi ini, mereka harus memimpin transisi menuju energi terbarukan," kata dia.

Guterres menegaskan tidak ada lagi produksi energi kotor. Tidak ada lagi solusi palsu. Tidak ada lagi pendanaan untuk menolak (perubahan) iklim.

Guterres menyatakan negara-negara maju harus mencapai target nol emisi pada 2040, sedangkan negara-negara berkembang bisa melakukannya pada 2050. Dunia tidak boleh saling mengambinghitamkan dan saling menunggu pihak lain mengambil langkah menjawab perubahan iklim.

"Kepada semua yang bekerja, bergerak, dan memperjuangkan aksi nyata perubahan iklim, saya ingin Anda tahu bahwa Anda berada di jalur sejarah yang benar, dan saya mendukung Anda," pungkas Guterres.

Selain itu, Guterres mengatakan teknologi baru membutuhkan tata kelola baru dan inovatif yang mendapat input dari mereka yang terlibat dalam penggunaan dan pengembangannya.

"Teknologi baru memerlukan bentuk tata kelola yang baru dan inovatif - dengan masukan dari para ahli yang membangun teknologi ini dan dari mereka yang memantau penyalahgunaannya," kata Guterres.

Ancaman AI

Dia juga mengatakan dunia juga harus menghadapi ancaman terhadap hak asasi manusia yang ditimbulkan oleh teknologi baru, seperti kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI).

Guterres melanjutkan, kecerdasan buatan generatif memberi banyak harapan dan di saat yang sama juga terdapat bahaya yang lebih besar lebih dari yang dapat dikendalikan.

"Bahkan, beberapa dari mereka yang mengembangkan AI generatif menyerukan peraturan yang lebih ketat," ucap Guterres.

Guterres mengatakan dunia membutuhkan Global Digital Compact - kerja sama kolaboratif antara pemerintah, organisasi regional, sektor swasta dan masyarakat sipil - untuk memitigasi risiko teknologi digital, dan mengidentifikasi cara untuk memanfaatkan teknologi tersebut demi kebaikan umat manusia.

Dia menyebutkan beberapa pihak telah menyampaikan pertimbangan untuk membentuk entitas global baru di bidang AI yang dapat menyediakan sumber informasi dan keahlian bagi negara-negara anggota.

Guterres menyatakan PBB siap menjadi tuan rumah diskusi global dan inklusif yang diperlukan, tergantung pada keputusan negara-negara anggota.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top