Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kudeta di Myanmar

Pasukan Antijunta Picu Peningkatan Kekerasan

Foto : TR / AFP
A   A   A   Pengaturan Font

YANGON - Sebuah laporan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) International Crisis Group yang dirilis pada Senin (28/6) menyatakan bahwa aksi kekerasan di Myanmar pascakudeta semakin meningkat seiring dengan menjamurnya kelompok-kelompok pasukan pertahanan antijunta.

"Akan terjadi korban jiwa yang amat besar jika rezim yang berkuasa terus menggunakan kekuatannya dalam upaya memberantas pembangkangan," demikian laporan dari International Crisis Group.

Myanmar dilanda kekacauan sejak terjadinya kudeta militer pada Februari lalu yang menyingkirkan pemerintahan sipil pimpinan Aung San Suu Kyi. Berdasarkan laporan lembaga pemantau lokal, sudah ada lebih dari 880 orang terbunuh sejak junta yang berkuasa menumpas pembangkangan.

Dalam laporan itu disebutkan bahwa di sejumlah lokasi, warga lokal yang menggunakan senapan berburu atau senjata rakitan yang dibuat oleh pabrik-pabrik senjata darurat di hutan-hutan, telah membentuk kelompok-kelompok pasukan pertahanan untuk melakukan perlawanan.

Untuk merespons hal itu, militer di Myanmar telah mengerahkan helikopter dan artileri pada kelompok-kelompok pasukan pertahanan itu, termasuk pada pasukan pemberontak di Negara Bagian Chin dan kelompok pemberontak yang ada wilayah timur dekat perbatasan dengan Thailand.

"Dalam menghadapi kebangkitan kelompok bersenjata ini, militer Myanmar diduga akan mengerahkan kekuatan militernya untuk menumpas warga sipil," ungkap International Crisis Group. "Saat semua itu terjadi, jumlah korban jiwa akan sangat besar terutama korban dari kaum perempuan, anak-anak dan lansia, yang menghadapi kesulitan paling parah akibat tindak kekerasan dan pengungsian," imbuh LSM nirlaba yang bermarkas di Brussels, Belgia itu.

Menambah Runyam

Pekan lalu PBB memperkirakan ada sebanyak 230 ribu warga telah mengungsi akibat terjadinya pertempuran dan kondisi rawan.

Bentrokan menurut International Crisis Group, telah terjadi di beberapa lokasi dan jumlahnya amat sering melampaui bentrokan dalam konflik yang telah terjadi selama beberapa dekade sehingga badan-badan kemanusiaan harus bergegas membuat operasi baru dan jalur pasokan.

International Crisis Group menambahkan bahwa kehadiran kelompok-kelompok ini menambah runyam kondisi stabilitas di Myanmar, apalagi sudah ada lebih dari 20 kelompok pemberontak etnis sudah terlibat dalam berbagai tahap eskalasi konflik di negara itu sebelum terjadinya kudeta.

"Selain itu akan sulit bagi pemerintahan tandingan yang sebagian besar dibentuk oleh anggota parlemen dari pemerintahan terguling Suu Kyi, akan mampu menggiring mereka di bawah kendalinya," imbuh LSM itu. AFP/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : AFP

Komentar

Komentar
()

Top