Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Persaingan Usaha I Persoalan Pangan Adalah Hidup Mati Bangsa

Pasar Harus Dijaga dari Praktik Ketidakadilan

Foto : Sumber: BPS - kj/ones
A   A   A   Pengaturan Font

» Pasar merupakan simbol dari nilai-nilai ekonomi kerakyatan dalam Pancasila.

» Kelangsungan pasar erat kaitannya dengan ketahanan dan kedaulatan pangan.

JAKARTA - Pemerintah diminta untuk menjaga pasar agar terhindar dari praktik-praktik ketidakadilan persaingan usaha yang tidak sehat. Sebab, hal itu berpotensi mengarah ke monopoli dan oligopoli yang menyebabkan pelaku usaha tertentu mengontrol harga setelah mematikan pesaing-pesaingnya melalui praktik bisnis yang unfair seperti predatory pricing.

Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Anwar Abbas, mengatakan bahwa pasar merupakan tempat yang sangat penting untuk menyejahterakan kehidupan masyarakat, sehingga harus dijaga dan dijauhkan dari praktik ketidakadilan.

Apalagi beberapa waktu belakangan Indonesia digempur oleh praktik-praktik yang merusak pasar, di antaranya predatory pricing atau jual rugi, di mana barang dijual dengan harga sangat rendah.

"Mengingat penting dan besarnya peran pasar maka pasar harus dijaga dan disterilkan dari praktik-praktik yang tidak baik yang akan merusak kemuliaan dari pasar itu sendiri," kata Anwar.

Sosiolog dari Universitas Brawijaya, Malang, Imron Rozuli, mengatakan praktik predatory pricing dijalankan oleh jaringan ekonomi dengan modal ekonomi yamg luar biasa. Praktik itu dipastikan akan menghancurkan rantai pasokan dan mekanisme pasar yang sehat.

Sementara itu, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) yang juga calon anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) periode 2023-2028, Eugenia Mardanugraha, mengatakan predatory pricing merupakan praktik yang dilarang dalam Pasal 20 UU No 5 Tahun 1999 tentang Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha.

Untuk menjaga agar produsen dan pedagang dalam negeri tidak menjadi korban praktik predatory pricing perusahaan loka pasar atau e-commerce asing maka pedagang pasar tradisional harus dibantu masuk ke pasar berbasis teknologi.

Selain itu, penjualan barang impor secara langsung harus dilarang. Semua produk impor harus melalui bea cukai dan izin Kementerian Perdagangan.

"Pemerintah juga bisa menetapkan hambatan masuk, seperti menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan sertifikasi Halal. Bisa juga menetapkan hambatan masuk yang disebut safeguard (mengenakan semacam denda kepada produk impor yang masuk dalam kuantitas tertentu)," kata Eugenia.

Ekonomi Kerakyatan

Dalam kesempatan terpisah, pakar pertanian dari UPN Veteran Jawa Timur, Surabaya, Zainal Abidin, mengatakan sebagai muara produk pertanian dengan konsumen, pasar harus dijaga dari segala bentuk praktik ketidakadilan karena pasar merupakan simbol dari nilai-nilai ekonomi kerakyatan dalam Pancasila.

"Sebagai muara pertemuan dari produk-produk petani dan nelayan dengan konsumen, pasar rakyat penting sekali dijaga keberlanjutannya karena praktik-praktik semacam itu secara perlahan, tapi pasti dapat melumpuhkan pasar yang selama ini menjadi tempat yang sarat nilai-nilai ekonomi kerakyatan," kata Zainal.

Kegiatan ekonomi kerakyatan dalam pasar itu sangat sesuai dengan soko guru ekonomi Pancasila yang berkeadilan. Apalagi hal tersebut bukan hanya menyangkut para pedagang, tapi hajat hidup kaum miskin seperti petani dan nelayan yang merupakan produsen pangan.

"Artinya, kelangsungan pasar erat kaitannya dengan ketahanan dan kedaulatan pangan dan Bung Karno pernah berkata, persoalan pangan adalah hidup mati bangsa kita," pungkasnya.

Lebih lanjut, Anwar Abbas mengatakan praktik-praktik predatory pricing dapat dilihat pada pemberian promo gratis ongkos kirim, harga sangat murah serta potongan harga sangat besar kepada pelanggan.

Hal itu bertujuan untuk menjangkau konsumen lebih luas atau menciptakan ketertarikan pada produk tertentu, yang pada akhirnya pasar dapat dimonopoli. Praktik tersebut, katanya, dapat mematikan pelaku usaha lain, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Para pedagang kecil menjadi tidak mampu bersaing dengan pedagang besar yang punya modal kuat.

Kendati demikian, praktik tersebut juga tidak selamanya mudah dijalankan, karena faktanya beberapa perusahaan tidak kuat terus membakar duit untuk menguasai pasar.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top