Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Setelah air, pasir merupakan salah satu komoditas yang paling dicari di dunia. Walau banyak dicari, penambangan pasir diyakini menyebabkan kerusakan ekosistem sehingga sejumlah negara telah melarang ekspor pasir.

Pantai Berpasir Terancam Hilang Akibat Pemanasan Global

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Sekitar setengah dari pantai berpasir yang ada di seluruh dunia diperkirakan akan menghilang pada akhir abad ini karena kenaikan muka air laut dan efek perubahan iklim lainnya.
"Australia, Kanada, Cile, Meksiko, Tiongkok dan Amerika Serikat termasuk di antara negara-negara yang paling terpengaruh," kata para peneliti.
Pantai berpasir yang selama ini menarik banyak turis untuk bermain-main dan bersantai diperkirakan akan berubah menjadi permukaan yang penuh bebatuan. Naiknya muka air laut, perubahan pola cuaca dan faktor-faktor lain diperkirakan akan mengikis garis pantai berpasir yang kini luasnya mencakup lebih dari sepertiga pantai di seluruh dunia.
"Sebagian besar garis pantai di daerah padat penduduk juga diproyeksikan akan hilang," demikian ungkap sebuah hasil studi. "Daerah wisata yang memiliki pantai berpasir sebagai atraksi utama mungkin akan menghadapi konsekuensi yang berat," kata ahli kelautan pesisir, Michalis Vousdoukas, dari Pusat Riset Gabungan Komisi Eropa di Ispra, Italia.
Michalis Vousdoukas adalah penulis utama studi yang diterbitkan dalam jurnal Nature Climate Change ini.
Selain mendatangkan keuntungan ekonomi, pantai berpasir juga memainkan peran penting bagi lingkungan.
"Pantai berpasir adalah habitat penting untuk berbagai spesies. Pasir juga melindungi pantai dari efek badai. Tanpa pantai yang berpasir, lingkungan di daerah pedalaman dapat terpengaruh efek gelombang dan intrusi air laut yang asin," papar Vousdoukas.
Permukaan air laut di seluruh dunia telah meningkat dalam beberapa dekade terakhir. Penyebab utamanya diperkirakan berupa ekspansi termal atau pemekaran sel air ketika suhu menghangat dan mencairnya es di daratan seperti gletser.
Para peneliti menganalisis citra satelit yang menunjukkan perubahan garis pantai selama tiga dekade terakhir dan menerapkan tren ini pada dua skenario perubahan iklim di masa depan. Satu skenario menggunakan perhitungan mitigasi emisi gas rumah kaca secara moderat, sedangkan skenario kedua dengan menggunakan prediksi emisi tinggi.
Pada 2050, para peneliti memproyeksikan kehilangan sekitar 13,6 hingga 15,2 persen pantai di seluruh dunia. Ini berarti pantai berpasir sepanjang 36.097 kilometer hingga 40.511 kilometer diperkirakan akan hilang.
Sementara pada 2100, peneliti memproyeksikan kehilangan sebesar 35,7 hingga 49,5 persen garis pantai atau sepanjang 95.061 hingga 131.745 kilometer.
Dibandingkan dengan negara lain, Australia diperkirakan akan kehilangan paling banyak pantai berpasir. Pantai sepanjang 14.849 kilometer diproyeksikan akan hilang pada 2100, ini adalah sekitar setengah dari total garis pantai berpasir Australia saat ini.
Kanada menempati urutan kedua dengan kehilangan diproyeksikan mencapai 14.425 kilometer. Diikuti oleh Cile hingga 6.659 kilometer, Meksiko juga diperkirakan akan kehilangan pantai sepanjang 5.488 kilometer, diikuti oleh Tiongkok, Amerika Serikat, Russia dan Argentina.

Dampak dan Konsekuensi
Hingga saat ini hanya sedikit ilmuwan yang menyelidiki masalah krisis pasir ini, termasuk Dr Aurora Torres, seorang ahli ekologi di German Centre for Integrative Research.
Sejak dua tahun yang lalu, Torres menyelidiki kelangkaan pasir dan menemukan sesuatu yang mengejutkan.
"Ketika kami menggali topik ini, kami mulai menemukan banyak konflik di seluruh dunia, dan banyak bukti, bahwa pasir semakin langka terutama tahun ini," ujar Torres dikutip dari The Independent beberapa tahun lalu.
Temuan Torres dan koleganya tersebut kemudian dipublikasikan dalam jurnal Science dengan judul "Sebuah Tragedi yang Menjulang dari Pasir Umum".
Secara historis, pasir telah menjadi sumber daya alam bersama yang diekstraksi dan digunakan secara lokal. Akan tetapi, kombinasi berbagai faktor, seperti kekurangan pasir di daerah-daerah tertentu, peningkatan regulasi, dan apresiasi terhadap dampak lingkungan pertambangan pasir telah mengubah pasir menjadi komoditas global yang mahal.
Seperti yang diketahui, tidak semua pasir diciptakan sama. Pasir di Sahara yang halus tidak dapat digunakan untuk bahan bangunan. Sebagai gantinya, penambang pasir harus mengambil di tepi sungai atau garis pantai. Padahal, menambang pasir di sungai dan pantai punya konsekuensi lingkungan.
Beberapa contohnya saja, kerusakan terumbu karang di Kenya, punahnya buaya di India, hingga hilangnya beberapa pulau di Indonesia akibat penambangan berlebihan.
"Salah satu dampak yang lebih jelas pada sistem manusia adalah meningkatnya kerentanan terhadap bahaya alam seperti badai dan tsunami," kata Torres. "Pantai menghilang, jadi tidak ada penghalang alami yang menghentikan banjir," imbuh dia. DW/NatGeo/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Ilham Sudrajat

Komentar

Komentar
()

Top