Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Panen Sebentar Lagi, Pelaku Industri Minyak Sawit Desak Pemerintah Longgarkan Pajak dan Pembatasan Ekspor

Foto : ANTARA/Syifa Yulinnas

Pekerja menurunkan Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit dari dalam truk di tempat pengepul di Desa Leuhan, Kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat, Aceh, Rabu (14/10/2020).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Industri minyak sawit mendesak pemerintah untuk melonggarkan pembatasan ekspor dan pajak agar produknya dapat terjual dan terhindar dari risiko terbuang percuma. Musim panen membuat persediaan jadi berlebih.

Pelonggaran pembatasan ekspor akan menekan harga yang sempat jatuh hampir separuh sejak akhir April, terendah sepanjang tahun ini.

Indonesia kini sedang bergulat dengan tingginya persediaan minyak sawit sejak larangan ekspor pada 23 Mei. Larangan yang berlaku hanya tiga minggu itu untuk menurunkan harga minyak goreng domestik.

Namun hal itu justru menyebabkan harga sawit melonjak. Pendapatan ekspor Indonesia juga hilang 2 miliar dolar AS.

Kebijakan baru Domestic Market Obligation (DMO) mewajibkan penjual lokal menyalurkan produk di dalam negeri dan memaksa pabrik-pabrik tutup. Penutupan pabrik berakibat minyak tak dapat diproses karena stok penuh. Musim panen hanya akan memperparah masalah ini.

"Saya mengusulkan DMO dihapus. Kami tidak butuh DMO, sangat sulit untuk dikalkulasikan," kata ketua dewan asosiasi industri minyak sawit, Sahat Sinaga. "DMO ini berlebihan karena pasar domestik oversupply dengan minyak goreng," katanya sebagaimana dikutip Reuters.

Harga minyak goreng jatuh di bawah target pemerintah di Jawa dan Bali, namun di tempat lain naik, menurut data resmi.

Waspada terjadi perubahan kebijakan lagi, para eksportir menunggu sampai mendapat izin ekspor yang terikat dengan DMO, sebelum memastikan pengiriman kargo, kata Sinaga. Selain itu, ia juga mendesak pemotongan pajak ekspor.

Petani sawit juga mengeluhkan berkurangnya pembelian tandan buah segar (TBS) oleh pabrik. TBS tak terjual sehingga kualitas dan nilai buahnya berkurang. Beberapa petani bahkan menghentikan panen karena harga rendah.

Hampir satu juta ton TBS dibiarkan membusuk pada bulan Mei dan Juni, kata Gulat Manurung, ketua asosiasi petani sawit APKASINDO.

Kapasitas persediaan minyak sawit domestik mendekati penuh sekitar 7 juta ton, tertinggi dalam tujuh tahun. Kondisi akan tetap seperti itu jika dalam beberapa bulan ke depan ekspor tidak dinormalisasi, kata sumber yang tidak ingin namanya disebut.

Data Bea Cuka menunjukkan, Indonesia mengekspor 2,35 juta ton produk minyak sawit sepanjang 23 Mei hingga 12 Juli, berbeda dengan tipikal volume ekspor 3 juta ton sebelum larangan ekspor.

Indonesia akan memasuki puncak musim panen pada Agustus hingga September nanti. Biasanya, produksi minyak sawit mentah (CPO) mencapai 4,5 juta ton, sepertiganya biasanya untuk pemakaian dalam negeri, kata sumber.

Pemerintah mencoba menghabiskan stok dengan memotong pajak ekspor dan meluncurkan program-program percepatan pengiriman. Mereka juga berencana meningkatkan mandatori campuran minyak sawit dalam biodiesel, dari 30 persen menjadi 35 persen mulai 20 Juli untuk menyerap kelebihan tersebut.

Sumber mengatakan, jika pajak tidak dikurangi dan aturan penjualan dihapus, situasi tidak akan berubah.

Pemerintah mengatakan masalahnya bukan DMO. Pemerintah telah menetapkan kuota ekspor 5,4 juta ton berdasarkan DMO tetapi kurang dari setengahnya telah digunakan, kata juru bicara Kementerian Koordinasi Investasi dan Maritim.

Pemerintah tetap mempertimbangkan insentif sementara untuk mengurangi krisis persediaan, kata Deputi Menteri Keuangan Suahasil Nazara tanpa menjelaskan lebih jauh.

Pemerintah menghadapi pertukaran yang rumit jika pajak dipotong, kata James Fry, pendiri konsultan komoditas agrikultur LMC International, menunjuk pada penggunaan pajak ekspor minyak sawit untuk mensubsidi mandat biodieselnya.

"Jika permintaan biodiesel domestik dikurangi, maka tak bisa dihindari ekspor minyak sawit akan lebih tinggi. Ini akan memukul harga di pasar dunia yang tentu berdampak pada seluruh produsen minyak sawit dan mengurangi pendapatan ekspor negara," kata Fry.


Redaktur : Lili Lestari
Penulis : CNA

Komentar

Komentar
()

Top