Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Larangan Bercadar

Otoritas Kampus Tidak Boleh Diskriminatif

Foto : ANTARA/ANDREAS FITRI ATMOKO

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Men­ristekdikti), Mohamad Nasir.

A   A   A   Pengaturan Font

YOGYAKARTA - Otoritas kampus diminta tidak melakukan pembatasan atau upaya diskriminasi terhadap mahasiswanya. Semua warga Indonesia baik dari aspek kesukuannya, agama, maupun gendernya, tidak boleh diperlakukan secara diskriminatif di kampus.

Demikian dikatakan oleh Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohamad Nasir, di Yogyakarta, Rabu (7/3). Pernyataan Menristekdikti ini menanggapi aturan di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, yang melarang mahasiswinya mengenakan cadar di dalam kampus.

"Masalah pakaian, kalau saya, jangan memberikan batas pada seseorang, melakukan diskriminasi ini tidak boleh," kata dia sebelum membuka Rapat Kerja Daerah Kopertis Wilayah XIV Papua dan Papua Barat itu.

Kendati demikian, Nasir mengatakan bahwa ihwal pengaturan berbusana seperti yang diterapkan di UIN Sunan Kalijaga bukan urusan kementeriannya melainkan urusan kampus.

Kemenristekdikti, menurutnya, hanya bertugas mengatur pendidikan tinggi khususnya terkait proses pembelajaran dan hal lain yang bersifat akademik.

"Itu urusannya rektor kan. Urusan pakaian, urusan busana, urusan tentang kepantasan semua rektor yang bertanggung jawab, bukan urusan menteri," kata dia.

Seperti diketahui bahwa UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, melarang mahasiswinya untuk mengenakan cadar di dalam kampus. UIN Sunan Kalijaga mengeluarkan surat dengan nomor B-1031/Un.02/R/AK.00.3/02/2018 sebagai dasar pelarangan tersebut.

Pihak kampus juga sudah membentuk tim konseling dan pendampingan kepada mahasiswi bercadar agar mereka mau melepas cadar saat berada di kampus UIN.

UIN Kalijaga juga akan meminta mahasiswinya untuk pindah kampus bagi yang tidak mau melepas cadar.

Larangan serupa juga terjadi di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Jawa Timur. Rektor UINSA, Abdul A'la, mengatakan pelarangan tersebut telah berlaku sejak dua tahun yang lalu, dan tidak berhubungan dengan potensi radikalisme di kalangan mahasiswa.

"Alasan pelarangan penggunaan cadar semata urusan proses belajar mengajar karena kurang komunikatif, khususnya saat belajar bahasa Arab. Dalam komunikasi verbal, dosen perlu melihat gerak mulut untuk mengucapkan makhorijul huruf," terangnya.

Rektor menambahkan, mahasiswi atau perempuan yang menggunakan cadar, tidak serta-merta bisa dianggap sebagai penganut radikalisme.YK/SB/E-3

Penulis : Eko S, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top