Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus
Keuangan Negara I Tuntaskan Kasus BLBI secara Terbuka dan Transparan

Obligasi Rekap BLBI Telah Rugikan Negara Ribuan Triliun Rupiah

Foto : ISTIMEWA

ACHMAD MARUF Ekonom dari UMY - Ini kejahatan mahabesar yang harus dihentikan, itu akan berakhir kalau pemerintah menindak. Jangan tunggu negara bangkrut.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kebijakan penempatan obligasi rekap di perbankan pada masa lalu merupakan kejahatan mahabesar sehingga harus dihentikan agar negara tidak hancur lebur akibat beban utang. Dengan utang negara yang sudah hampir mencapai 7.000 triliun rupiah, maka bunganya saja sudah tidak mampu dibayar, sehingga harus menerbitkan surat utang baru untuk membayar bunga utang sebelumnya.

Di sisi lain, negara mempunyai piutang kepada para obligor/debitor penerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), namun hingga saat ini sebagian besar dikemplang, bahkan ada yang hanya membayar dalam jumlah kecil, tetapi mengantongi Surat Keterangan Lunas (SKL).

Sementara itu, pemerintah sedang berupaya mencari pembiayaan untuk membangun Ibu Kota Negara yang baru di Penajam, Kalimantan Timur.

Kondisi tersebut sangat disesalkan oleh Pakar Ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Achmad Maruf, yang diminta pendapatnya dari Jakarta, Kamis (18/11).

"Untuk bangun IKN, pemerintah tidak punya uang, tetapi untuk membayar para pengemplang BLBI tetap jalan. Ini kejahatan mahabesar yang harus dihentikan, tapi itu akan berakhir kalau pemerintah menindak. Jangan tunggu negara bangkrut," kata Maruf.

Soal SKL, Maruf mengatakan piutang negara tidak bisa dihapus hanya dengan selembar surat tersebut, sebab segala sesuatu yang berkaitan dengan aset negara harus mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

"Dalam Undang-undang No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan negara di Pasal 37 Ayat 2 poin c menyebutkan bahwa piutang negara yang nilainya di atas 100 miliar rupiah hanya bisa dihapus oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Jadi, jangan sampai ada kerugian negara apalagi sampai ribuan triliun rupiah karena kebijakan yang jelas-jelas melanggar UU," kata Maruf.

Dari dua kebijakan di masa lalu itu yakni penempatan obligasi rekap yang terus dibayar bunganya hingga 2043 dan piutang BLBI yang masih dikemplang para obligor/debitor menyebabkan negara tertatih-tatih membiayai pembangunan.

Dihubungi terpisah, Pakar Ekonomi dari Universitas Airlangga, Surabaya, Wasiaturrahma, mengatakan pemerintah beserta seluruh pemangku kepentingan, termasuk aparat penegak hukum, harus sungguh-sungguh dan transparan dalam menuntaskan kasus BLBI tanpa pandang bulu, demi mengembalikan kerugian negara yang sangat besar, termasuk mengejar aset hasil pencurian kekayaan negara tersebut ke luar negeri.

"Kejahatan terbesar kera putih ini. Puluhan tahun kita sebelum krisis moneter para obligor ini melenggang tidak ada yang berani mengutak atik, baru era Pak Jokowi diangkat untuk diminta pertanggungjawaban atas perbuatannya yang sangat menguras banyak uang rakyat, terutama untuk rekapitalisasi bank bermasalah sebelum dan sesudah krisis," kata Wasiaturrahma.

Agar hasilnya maksimal, dia mengimbau pemerintah tidak bekerja sendiri, tetapi mengajak institusi negara lain terutama di negara tempat pelarian aset-aset para obligor tersebut. "Kan sudah ada Satgasnya, yang harus intensif melaporkan perkembangan dari penyelidikan tersebut. Sampai di mana hasil kerjanya agar publik mengetahui efektivitas Satgas tersebut," pungkasnya.

Usut Tuntas

Pengamat Ekonomi lainnya, Mamit Setiawan, mengatakan KPK harus masuk mengusut tuntas keputusan pemerintah yang harus membayar bunga utang obligor BLBI di masa lalu. Banyaknya kejanggalan kebijakan di masa lalu jangan dilindungi dengan menyatakan itu sebagai biaya krisis. "Potensi terjadinya penyalahgunaan dan korupsi sangat kental dalam kasus BLBI ini. Jadi, semua yang terlibat dalam kasus ini harus dicari dan diberikan hukum yang setimpal," tegas Mamit.

Kewajiban pemerintah terus membayar utang para pengusaha kakap tersebut sangat membebani keuangan negara. Sebab itu, pemerintah harus segera menyelesaikan termasuk menghentikan pembayaran bunga obligasi rekap.

Di sisi lain, bagi pengemplang BLBI harus ditindak dengan menyita aset-aset termasuk saham dan perusahaannya yang sekarang banyak yang sudah sangat maju. "Ini harus dihentikan karena tidak adil bagi masyarakat. Pembayaran pajak mereka, bukannya didistribusikan kembali untuk kepentingan dan layanan bersama, tapi malah untuk menalangi utang para pengemplang BLBI itu," katanya.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top