Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Nilai Tambah Kulit Buaya Ditingkatkan

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berupaya meningkatkan nilai tambah kulit buaya menjadi produk kerajinan. Langkah strategis ini guna meningkatkan nilai tambah sumber daya lokal sehingga memacu perekonomian masyarakat di wilayah. Salah satu yang didorong ialah di Kabupaten Memberamo Raya-Papua.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI)-Kemenperin Doddy Rahadi menuturkan daerah tersebut dialiri oleh tiga sungai besar yang menjadi habitat asli buaya air tawar yakni Sungai Mamberamo, Sungai Tariku (Sungai Rouffaer) dan Sungai Taritatu (Sungai Idenburg).

Ada dua jenis buaya yang menghuni sungai tersebut, yakni buaya muara dan buaya Irian. "Kedua spesies buaya ini menjadi perburuan bagi masyarakat tradisional Papua, baik sebagai sumber protein untuk dikonsumsi, atau kulitnya dijual kepada pengepul dalam bentuk kulit mentah," ujarnya di Jakarta, Jumat (1/1).

Baca Juga :
Pembangunan Pertanian

Sejak 2018, Pemerintah Daerah Papua melegalkan pemasaran kulit buaya. Perizinan ini keluar karena kulit buaya dianggap sebagai kerajinan yang membanggakan dan merupakan aset daerah.

"Walaupun sudah dilegalkan oleh pemerintah daerah, namun ada standar untuk usia buaya yang kulitnya bisa dimanfaatkan yaitu berusia di atas satu tahun atau memiliki lebar perut 12 inchi. Hal ini juga untuk menghindari eksploitasi yang berlebihan," papar Doddy.

Menurutnya, kerajinan kulit buaya dapat dikategorikan sebagai kerajinan kulit eksotik dan bernilai jual tinggi di pasar internasional. Kulit buaya yang telah disamak dapat diolah menjadi produk kulit dengan nilai jual yang sangat tinggi mulai dalam bentuk dompet atau sabuk, dengan harga paling murah berkisar 300 ribu rupiah, sementara paling mahal bisa mencapai 30 juta untuk sebuah tas golf.

ers/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top