Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Proyek Reklamasi l Anies Pakai Pergub Ahok yang Dulu Diserangnya

Nelayan Tuntut Kembali Haknya

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

Dalam rancangan Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, tidak ditemukan analisa adanya pemukiman nelayan di Teluk Jakarta.

JAKARTA - Sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Untuk Kedaulatan (AMUK) Bahari menggeruduk Balai Kota Jakarta. Mereka menuntut Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, untuk mengembalikan hak nelayan karena tergerus proyek reklamasi.

"Kami menuntut kasus reklamasi dan kesejahteraan para nelayan. Itu juga ada Pak Iman, nelayan Muara Angke yang bertemu langsung dengan Anies, waktu itu. Komitmennya masih sama, tapi entah karena ada dinamika politik, akhirnya bergeser," ujar Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Susan Herawati, di depan Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa (16/7).

Menurutnya, kemenangan Anies Baswedan dalam Pemilihan Kepala Daerah tahun 2017 lalu disumbang oleh suara nelayan di pesisir Jakarta. Dia mengatakan, nelayan percaya bahwa Anies akan menghentikan seluruh proyek reklamasi pada 17 pulau di kawasan Jakarta.

"Tapi pada kenyataannya, banyak janji tak ditepati. Pertama hanya 13 pulau yang dibatalkan, empatnya kan masih. Kami melihat ini adalah barang tukar guling politiknya Anies," katanya.

Terlebih, ungkap Susan, Anies telah mengeluarkan lebih dari seribu izin mendirikan bangunan (IMB) untuk bangunan-bangunan yang ada di atas pulau reklamasi. Padahal, tegasnya, penerbitan izin itu tidak memiliki dasar hukum yang kuat.

"Itu dipakai sebagai kampanyenya Anies untuk nyerang Mantan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Tapi pergubnya yang Ahok buat itu malah dipakai Anies. Ini kan jadi lucu. Kami melihat bahwa lain-lainnya yang paling menohok, termasuk IMB-IMB yang di Kepulauan Seribu lainnya. Dia enggak berani untuk membatalkan," jelasnya.

Dalam rancangan Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K), kata Susan, tidak ditemukan analisa adanya pemukiman nelayan di Teluk Jakarta. Namun, ucapnya, Raperda itu mengatur pemukiman untuk warga nonnelayan.

"Ini berdasarkan analisis draf raperda itu. Berangkat dari situ. Adanya pemukiman non-nelayan dan itu berada di wilayah pesisir yang elit. Ya, real estat yang mewah-mewah atau rumah-rumah pinggir laut. Itu yang kemudian ada di dalam raperda," ungkapnya.

Konflik Nelayan

Direktur Eksekutif Walhi DKI Jakarta, Tubagus Soleh Ahmadi, mengatakan, raperda RZWP3K itu ada di semua daerah yang membangun reklamasi. Hal ini diusulkan untuk menengahi konflik antara nelayan dengan korporasi/individu.

"Sejarah panjangnya bermula dari UU 27/2007, kami gugat ke MK kami menang. Keputusan MK adalah penyusunan RZWP3K itu melibatkan pemda dan kelompok usaha. Tapi faktanya penyusunan RZWP3K ini bermasalah semua. Pelibatan warga tidak ada. Dan ada wilayah-wilayah nelayan yang bersampingan dengan korporasi itu tidak ada upaya pemerintah mengevaluasi perizinan yang sudah ada," tegasnya.

Dia menilai, Dinas Kelautan, Perikanan dan Ketahanan Pangan seharusnya mengawasi kegiatan apapun di Teluk Jakarta, termasuk proyek reklamasi. Namun, dengan pengajuan kembali Raperda RZWP3K untuk dibahas bersama DPRD memberikan kesan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membiarkan eksploitasi yang sudah terjadi.

"Ada teman-teman dari Dadap, Pari, Sangiyang, nelayannya sudah dikriminalisasi. Jadi gini, nelayan itu potensi dikriminalisasi ketika sedang berlayar itu tinggi sekali. Kepulauan Seribu itu saja sudah dikuasai untuk komersialisasi," tandasnya. pin/P-6

Penulis : Peri Irawan

Komentar

Komentar
()

Top