Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Prasarana Infrastruktur I Kembangkan Skema Transfer Pengetahuan

Negara Kepulauan Perlu Teknologi Antariksa

Foto : Antara
A   A   A   Pengaturan Font

Banyak periset dan perekayasa dari berbagai bidang yang tersebar di kementerian/lembaga. Ini memungkinkan proses menaikkan nilai tawar untuk berkolaborasi dengan berbagai pihak.

JAKARTA - Teknologi keantariksaan harus terus dikembangkan sambil membaca model dan proses bisnis yang potensial. Demikian disampaikan Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko, di Jakarta, Sabtu (7/8).

"Dalam konteks keantariksaan, harus kita lihat calon rekanan yang berpotensi untuk memakai. Apakah bandar antariksa atau satelit," jelasnya. Dia minta, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) mengajak pemakai potensial tersebut berkolaborasi sejak awal.

Laksana menyebut, model dan proses bisnis tersebut mencakup secara keseluruhan sumber daya. Dengan begitu, upaya yang telah dilakukan dan kerja keras dalam jangka waktu panjang, tidak berhenti.

"Kita akan ciptakan skema-skema yang tidak hanya dalam cakupan Lapan selama ini. Namun lebih luas lagi untuk memungkinkan adanya proses transfer pengetahuan dan teknologi. Bahkan investasi terhadap mitra global potensial tadi," jelasnya.

Masalah

Lebih jauh, Laksana Tri Handoko menerangkan, masalah keantariksaan menjadi sangat advance. Di satu sisi, khususnya bagi negara kepulauan yang sangat luas seperti Indonesia, teknologi keantariksaan menjadi kebutuhan besar.

Di sisi lain, kata dia, harus dilihat realita bahwa Indonesia masih memiliki keterbatasan dan ketertinggalan dari aspek teknologi serta pengetahuan. Maka penting sekali Indonesia menaikkan bargaining position.

Laksana melihat, dengan adanya BRIN, optimistis Indonesia akan mempunyai kemampuan jauh lebih besar menciptakan posisi tawar tersebut. "Penyediaan infrastruktur akan jauh lebih baik. Kemampuan investasi akan lebih besar. Hal ini termasuk mobilisasi periset menjadi lebih banyak dengan bidang lebih beragam," katanya.

Kemudian disinggung pula, Indonesia memiliki banyak periset dan perekayasa dari berbagai bidang. Mereka tersebar di kementerian dan lembaga. Ini memungkinkan proses menaikkan nilai tawar Indonesia untuk berkolaborasi dengan berbagai pihak ke depannya.

"Ini memungkinkan kita memiliki kapasitas dan berkolaborasi lebih sejajar. Jadi, ada aspek bisnis dan substansinya. Hal ini yang harus kita ciptakan, sehingga lebih optimal dalam memanfaatkan anggaran negara ke depan," tandasnya.

Semenara itu, Kepala Lapan, Thomas Djamaluddin, menjelaskan, melalui Undang-Undang No 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan, Indonesia menjadi bagian dari sedikit negara yang mempunyai space policy atau kebijakan terkait keantariksaan. Dalam UU tersebut dinyatakan ada 5 kegiatan terkait keantariksaan. Pertama, sains antariksa termasuk di dalamnya adalah sains atmosfer yang tidak terpisahkan.

Kedua, penginderaan jauh. Ketiga, pengembangan dan penguasaan teknologi roket satelit serta aeronautika (penerbangan). Keempat, peluncuran wahana antariksa termasuk di dalamnya bandar antariksa. Kelima kegiatan komersial keantariksaan.

"UU tersebut dijadikan sebagai salah satu pilar pembangunan negara," ucapnya. Ruf/G-1


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Muhamad Ma'rup

Komentar

Komentar
()

Top