"Nabi-nabi" Politik
oleh Anton Hamanduna
Bagi agama samawi (Yahudi, Kristiani, dan Islam) pembicaraan tentang nabi telah paripurna. Misalnya dalam tradisi Kristiani, Yohanes Pembabtis adalah nabi terakhir. Paripurnanya pembicaraan tentang para nabi dalam agama-agama tidak berarti pembicaraan tentang tugas kenabian berakhir. Dunia tetap membutuhkan sosok-sosok berhati nabi.
Dalam bahasa Inggris nabi disebut prophet yang berasal dari bahasa Yunani prophetes yang berarti "pembicara atas nama". Dalam tradisi alkitabiah, nabi adalah orang yang berbicara atas nama Tuhan. Di lidah mereka Tuhan meletakkan firman-Nya untuk dinubuatkan pada manusia. Seorang nabi hanya mewartakan yang difirman Tuhan, sebagaimana dikatakan nabi Mikha dalam Perjanjian Lama, "Demi Tuhan yang hidup, sesungguhnya, apa yang difirmankan Tuhan kepadaku, itulah yang akan kukatakan."
Sebagai wakil Tuhan, nabi memiliki pengalaman rohani mendalam, pengalaman perjumpaan dengan Tuhan yang tiada taranya. Dia juga tokoh yang terlibat dalam hiruk-pikuk kehidupan dunia. Mereka tidak gentar kepada penguasa yang lalim. Mereka "berteriak" ketika ketidaakadilan merajalela.
Dalam banyak hal, sikap para nabi yang kritis itu sering kali membuat mereka menjadi musuh penguasa. Keyakinan bahwa Tuhan beserta mereka dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan untuk rakyat (umat) yang terabaikan dalam hidup bersama, membuat mereka rela mempertaruhkan nyawa sekalipun.
Halaman Selanjutnya....
Komentar
()Muat lainnya