Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Momok Rotasi Jabatan

A   A   A   Pengaturan Font

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, merotasi atau mutasi sebanyak 1.125 Aparatur Sipil Negara (ASN). Beberapa di antaranya ada yang mengalami demosi atau penurunan jabatan. Hal ini dilakukan berdasarkan penilaian dan pengukuran akan kinerja pelaksanaan anggaran, termasuk pelaksanaan kegiatan strategis daerah.

Selain itu, keputusan untuk demosi dan mutasi dijalankan melalui proses komunikasi antara pejabat bersangkutan dan atasannya. Ketika menyangkut assessment individual, dibicarakan antara pribadinya dengan Badan Kepegawaian Daerah (BKD).

Pejabat yang terkena rotasi adalah eselon II atau setingkat kepala dinas, eselon III atau setingkat camat, dan eselon IV atau setingkat lurah. Anies menegaskan, hampir tidak ada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) yang tak mendapat staf baru.

Gubernur sah-sah saja melakukan perubahan jajaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Kebijakannya ini tidak lepas dari upaya penyegaran dan peningkatan kinerja kepegawaian. Lebih dari itu, rotasi dan mutasi pegawai biasa seperti terjadi di pemerintahan maupun instansi lainnya.

Hanya, pilihan waktu perubahan, apakah tepat? Sebab, saat ini kental dengan kegiatan politik terkait Pemilihan Presiden dan Pemilihan Anggota Legislatif. Tak anehlah jika kebijakan Gubernur Anies tersebut disandingkan dengan kepentingan politik.

Selain kental aroma politis, dalam rotasi yang digagas Anies, pejabat yang baik dan berprestasi malah dicopot. Intinya, perombakan ini mengutamakan prinsip suka dan tak suka (like and dislike). Soal lain terkait jumlah ASN yang dirotasi begitu banyak sehingga dikhawatirkan berimbas pada kurang selektifnya memilih figur-figur yang memangku jabatan, bisa saja terkesan asal menempatkan orang untuk jabatan tertentu.

Selain itu, dalam rotasi dan mutasi tidak memiliki skala prioritas dalam pembenahan sumber daya manusia di Pemprov DKI. Hal itu terlihat dari sejumlah pos penting yang hingga kini tak ada pengisian jabatan untuk pucuk pimpinannya. Agak aneh memang, karena masih ada jabatan pelaksana tugas (Plt).

Dengan banyaknya posisi penting yang masih diisi Plt, akan berdampak pada penyerapan anggaran. Sebuah program atau proyek yang harusnya sudah dikerjakan harus menunggu karena belum ada pejabat definitif yang bisa mengesahkan.

Jika itu dibiarkan, bakal berdampak pada penyerapan anggaran. Padahal warga Jakarta menunggu yang mau dikerjakan pemerintah ke depan untuk percepatan. Sejumlah kalangan menilai, kalau pejabatnya Plt, dikhawatirkan tidak berani mengeksekusi anggaran.

Dengan semua keanehan itu, tak heran banyak yang menilai, rotasi dan mutasi besar-besaran pegawai hanyalah untuk kepentingan sesaat. Bisa jadi hanya untuk kepentingan politis dan bisa jadi juga sebagai uji coba semata.

Kita berharap rotasi dan mutasi besar-besaran pegawai Pemprov DKI justru memberikan manfaat besar bagi kepentingan warga Jakarta dan Indonesia pada umumnya. Kita pun menunggu kebijakan rotasi dan mutasi besar-besaran pegawai sebagai langkah strategis untuk menjadikan Jakarta sebagai kota terkemuka dan berpengaruh.

Gubernur Anies Baswedan memang tidak bisa sendirian untuk menjadikan Jakarta sebagai pusat kegiatan pemerintahan sekaligus pusat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kita mesti mengawalnya agar perjalanan kepemimpian Gubernur Anies berada pada koridor yang benar sehingga program-program yang telah dicanangkannya bisa terpenuhi dengan baik. Kita pun berharap rotasi dan mutasi pegawai bukanlah sebagai momok semata, tapi momentum mencapai tujuan.

Komentar

Komentar
()

Top