Momen Nataru Dorong Industri Pengolahan Tetap Tumbuh
Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif (kanan) dalam konferensi pers IKI, Senin (30/12) mengatakan, peningkatan produksi didorong oleh persiapan perayaan Nataru yang telah diantisipasi oleh pelaku usaha industri manufaktur
Foto: istimewaJAKARTA-Indeks Kepercayaan Industri (IKI) bulan Desember 2024 masih bertahan pada posisi ekspansi, yaitu sebesar 52,93. Angka tersebut turun 0,02 poin dibandingkan dengan bulan November 2024 dan meningkat 1,61 poin dibandingkan dengan Desember 2023.
“Meningkatnya IKI bulan Desember ini ditopang oleh terjadinya ekspansi 19 subsektor dengan kontribusi terhadap PDB Industri Manufaktur Nonmigas Triwulan II 2024 sebesar 90,5%,” ujar Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif dalam Rilis IKI Desember 2024 di Jakarta, Senin (30/12).
Peningkatan IKI bulan Desember ini juga ditunjang oleh berekspansinya seluruh indeks pembentuk IKI, yaitu pesanan baru, produksi, dan persediaan. Indeks produksi mengalami kenaikan indeks terbesar dan berubah dari kontraksi menjadi ekspansi di angka 55,53 atau naik 5,81 poin. Sedangkan indeks pesanan baru dan persediaan mengalami penurunan berturut-turut 3,49 poin menjadi 50,71 dan 0,1 menjadi 54,58.
Peningkatan produksi tersebut didorong oleh persiapan perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru) yang telah diantisipasi oleh pelaku usaha industri manufaktur. Di sisi lain, konsumen cenderung mengambil sikap “wait and see” untuk melakukan pesanan maupun membeli produk.
Jika dilihat dari sisi daya beli masyarakat, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) bulan November menunjukkan peningkatan 4,8 poin dibandingkan bulan Oktober, khususnya untuk masyarakat dengan pengeluaran di atas Rp5 juta.
Peningkatan keyakinan konsumen pada November tersebut didukung oleh peningkatan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK). Kondisi ini menunjukkan masyarakat golongan menengah keatas tengah mempersiapkan rencana di akhir tahun dalam momen liburan sekolah, natal, dan tahun baru. Hal ini tentu saja mendorong daya beli masyarakat terhadap produk industri di bulan Desember ini.
Tiga subsektor dengan nilai IKI tertinggi yaitu subsektor Industri Alat Angkutan Lainnya, Industri Peralatan Listrik, dan Industri Kertas dan Barang dari Kertas menunjukkan keterkaitan hal tersebut.
Namun demikian, terdapat 4 subsektor utama yang justru mengalami kotraksi pada momen ini, yaitu Industri Minuman, Industri Tekstil, Industri Komputer, Barang Elektronik dan Optik, serta Industri Pengolahan Tembakau.
Keempat subsektor ini mengalami kontraksi akibat penurunan pesanan baru. Selain tidak stabilnya kondisi global yang berpengaruh pada penurunan demand produk industri, beberapa isu diduga mendorong penurunan pesanan pada beberapa subsektor di atas, antara lain isu cukai tembakau, pajak pemanis, dan kenaikan PPN.
Selanjutnya, melihat kondisi global, pelemahan rupiah terhadap dolar berakibat pada kenaikan harga barang-barang, terutama barang impor maupun produk yang bahan bakunya berasal dari luar negeri sehingga akan menjadi beban kenaikan biaya produksi. Konflik geopolitik, serta pemilihan umum yang terjadi di lebih dari 60 negara juga menimbulkan perbedaan arah kebijakan sebagai akibat dari pergantian kepemimpinan.
Terkait kenaikan PPN, Tim Analis IKI menyebutkan bahwa kebijakan tersebut berpotensi membawa tiga dampak utama. Pertama, penurunan daya beli konsumen karena mereka harus membayar harga lebih tinggi untuk barang yang sama, yang berpotensi menurunkan volume pembelian dan mempengaruhi keputusan konsumsi terutama untuk barang non-esensial.
Kedua, industri akan menghadapi penambahan beban operasional akibat peningkatan biaya input produksi yang terkena PPN, bertambahnya beban administratif pengelolaan pajak, serta potensi perubahan arus kas perusahaan. Ketiga, potensi kenaikan harga jual produk yang disebabkan oleh kemungkinan membebankan kenaikan biaya ke harga jual. Hal iini juga menciptakan dilema antara menjaga margin atau mempertahankan daya saing, serta risiko kehilangan pangsa pasar jika perusahaan memutuskan menaikkan harga.
Di sisi lain, kenaikan UMP dinilai memberikan tekanan terhadap industri berupa peningkatan biaya tenaga kerja/operasional, dan daya saing industri. Menghadapi isu kenaikan UMP ini, Kemenperin sedang merancang insentif untuk membantu pelaku industri, melakukan stimulus untuk meringankan beban dunia usaha dan berupaya menjaga keseimbangan antara kepentingan pekerja dan industri.
“Selain itu diperlukan strategi mitigasi berupa percepatan penggunaan hedging valas, pengurangan ketergantungan pada bahan baku impor, diversifikasi produk sesuai daya beli masyarakat, dan efisiensi biaya operasional,” pungkas Febri.
Redaktur: Muchamad Ismail
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Batas Baru Bunga Harian Pinjaman Online Mulai Diberlakukan, Catat Perubahannya
- 2 Kemenag: Biaya Haji 2025 di Kisaran Rp80 Jutaan
- 3 Presiden Resmi Umumkan PPN 12 Persen, Berlaku 1 Januari 2025
- 4 Prabowo dan Sri Mulyani Tiba di Kantor Kemenkeu di Tengah Rencana PPN Naik
- 5 Kalah di Beberapa Daerah pada Pilkada 2024, Golkar Akan Evaluasi Kinerja Partai
Berita Terkini
- Sinopsis Film "Ketindihan", Seorang Atlet Tenis Alami Gangguan Mistis
- Marcell Tee Buktikan Anak Muda Bisa Sukses di Dunia Bisnis
- Menko PMK Ungkap Mitigasi Proaktif Bisa Cegah Bencana Hidrometeorologi
- Program Peningkatan Kapasitas Guru Timor Leste Berlangsung Sukses
- Urban Farming Jadi Solusi Ketahanan Pangan di Kepulauan Seribu