Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Regulasi Perbankan | Nilai Transaksi "Digital Banking" pada Juli 2021 Tumbuh 53,08% Yoy

Modal Disetor Bank Baru Dinaikkan

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menambah persyaratan modal menjadi sebesar 10 triliun rupiah untuk pendirian bank baru berbadan hukum Indonesia (BHI), termasuk untuk bank tradisional maupun bank yang beroperasi dengan cara digital (full digital). Kenaikan syarat modal untuk pendirian bank baru merupakan bentuk penguatan kelembagaan bank.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Heru Kristiyana, dalam keterangan resminya di Jakarta, Kamis (19/8), menyatakan kenaikan modal mininum pendirian bank baru tersebut tercantum dalam Peraturan OJK No 12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum. Namun, syarat modal minimum disetor 10 triliun rupiah ini hanya berlaku bagi pendirian bank BHI baru setelah POJK ini berlaku.

"Pengaturan modal minimum tersebut tidak berlaku bagi bank BHI yang sudah terbentuk sebelum POJK ini berlaku. Sebelumnya, syarat modal mendirikan bank baru adalah tiga triliun rupiah," ujarnya.

Selain modal minimum bank, OJK juga mengeluarkan ketentuan baru dalam POJK No 12 mengenai aspek operasional perbankan seperti penyederhanaan dan percepatan perizinan pendirian bank, jaringan kantor, layanan digital, pendirian bank digital, sampai dengan pengakhiran usaha.

"Pandemi telah mendorong transformasi digital di sektor perbankan menjadi suatu keniscayaan. Kondisi demikian mengharuskan perbankan untuk menempatkan transformasi digital sebagai prioritas dan sebagai salah satu strategi dalam upaya peningkatan daya saing bank," ujar Heru.

Di POJK tentang Bank Umum ini, OJK juga mempertegas pengertian bank digital yaitu bank yang saat ini telah melakukan digitalisasi produk dan layanan (incumbent), ataupun melalui pendirian bank baru yang langsung berstatus full digital banking.

OJK sebagai regulator industri jasa keuangan juga menegaskan pihaknya tidak mendikotomikan atau memisahkan antara bank yang telah memiliki layanan digital, bank digital hasil transformasi dari bank incumbent, ataupun bank digital yang terbentuk melalui pendirian bank baru (full digital bank).

Otoritas mengakselerasi transformasi digital dengan memberi ruang kepada bank untuk lebih inovatif dalam menerbitkan produk dan layanan digital tanpa mengabaikan aspek prudensial, sehingga mendukung efisiensi ekonomi dan inklusi keuangan.

Tren Meningkat

Seperti diketahui, transaksi perbankan digital kian meningkat seiring perkembangan teknologi. Tak hanya itu, tren tersebut saat ini makin dipercepat dengan adanya pandemi Covid-19 yang membatasi interaksi fisik (offline) di masyarakat.

Bank Indonesia (BI) mencatat nilai transaksi digital banking pada Juli 2021 tumbuh 53,08 persen secara tahunan atau year on year (yoy) menjadi 3.410,7 triliun rupiah. "Transaksi ekonomi dan keuangan digital pada Juli 2021 terus tumbuh seiring meningkatnya ekseptasi dan preferensi masyarakat untuk berbelanja daring, perluasan pembayaran digital, dan akselerasi digital banking," ungkap Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan Bulan Agustus 2021 di Jakarta, Kamis (19/8).

Karena itu, dia menegaskan kebijakan sistem pembayaran BI terus diarahkan untuk mendukung percepatan pemulihan ekonomi nasional dan mendorong akselerasi digitalisasi ekonomi dan keuangan yang inklusif, aman, dan efisien. Selain itu, volume transaksi digital banking juga tercatat meningkat sebesar 56,07 persen (yoy) mencapai 649,8 juta transaksi.

Nilai transaksi Uang Elektronik (UE) pun naik 57,71 persen (yoy) mencapai 25,4 triliun rupiah, serta nilai transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM, kartu debet, dan kartu kredit tercatat 642,3 triliun rupiah, tumbuh 6,84 persen (yoy), seiring dengan peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Muchamad Ismail, Antara

Komentar

Komentar
()

Top