Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

MK Kikis Politik Kartel

Foto : istimewa

Dr. Benny Susetyo

A   A   A   Pengaturan Font

Keputusan ini tidak hanya memberikan peluang baru bagi partai-partai kecil, tetapi juga bagi tokoh-tokoh yang sebelumnya terhalang oleh tingginya threshold. Anies Baswedan, misalnya, yang sebelumnya kehabisan partai politik untuk mengusungnya, kini memiliki peluang baru untuk maju dalam Pilkada DKI Jakarta. Hal ini juga berlaku bagi partai seperti PDI-P yang kini bisa mengusung calon gubernurnya sendiri tanpa harus berkoalisi dengan partai lain. Dengan threshold yang lebih rendah, kita bisa melihat lebih banyak kandidat yang memiliki rekam jejak baik, kemampuan, dan prestasi untuk muncul dalam Pilkada DKI Jakarta. Ini memberikan kesempatan kepada pemilih untuk memilih calon yang benar-benar mereka kehendaki, bukan sekadar boneka politik yang diusung oleh kartel politik.

Threshold atau ambang batas adalah salah satu elemen penting dalam sistem politik, terutama dalam konteks pencalonan kepala daerah. Threshold ini biasanya ditetapkan untuk memastikan bahwa hanya partai politik atau koalisi yang memiliki dukungan signifikan yang dapat mencalonkan kandidat. Tujuannya adalah untuk menjaga stabilitas politik dan mencegah fragmentasi politik yang berlebihan. Namun, dalam praktiknya, threshold yang terlalu tinggi dapat menjadi masalah, terutama ketika diterapkan dalam konteks politik yang didominasi oleh kartel politik. Threshold yang tinggi dapat membatasi kompetisi politik dan mempersempit ruang bagi partisipasi politik yang lebih luas. Dalam konteks Pilkada DKI Jakarta, threshold sebesar 20 persen kursi DPRD atau 25 persen perolehan suara di Pileg DPRD telah menjadi penghalang utama bagi partai-partai kecil dan calon independen untuk maju dalam pemilihan. Akibatnya, hanya partai-partai besar yang mampu mengajukan calon, dan bahkan mereka pun sering kali harus berkoalisi dengan partai lain untuk memenuhi threshold ini. Dalam situasi seperti ini, demokrasi menjadi tidak inklusif, karena hanya segelintir partai yang dapat bersaing, sementara partai-partai kecil yang mungkin memiliki visi dan misi yang berbeda tidak memiliki kesempatan untuk terlibat secara penuh dalam proses politik. Ini bertentangan dengan prinsip dasar demokrasi, di mana setiap suara dan aspirasi rakyat seharusnya dapat diwakili secara adil.

Abraham Lincoln pernah mengatakan bahwa demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Pernyataan ini menegaskan bahwa dalam demokrasi yang sejati, partisipasi aktif rakyat dalam menentukan pilihan mereka adalah kunci. Demokrasi yang sehat adalah demokrasi yang mengutamakan kepentingan rakyat, bukan kepentingan politik kartel yang hanya mementingkan kekuasaan. Putusan MK ini, dalam banyak hal, dapat dipandang sebagai upaya untuk mengembalikan esensi demokrasi. Dengan memberikan peluang bagi lebih banyak calon untuk maju, MK telah menunjukkan keberpihakannya kepada rakyat, bukan kepada kepentingan sempit kartel politik. Ini adalah langkah yang harus diapresiasi dan didukung oleh semua pihak yang peduli dengan masa depan demokrasi di Indonesia. Keputusan MK ini juga memberikan kita pelajaran penting tentang pentingnya membangun demokrasi yang kreatif dan partisipatif. Demokrasi yang sehat adalah demokrasi di mana partisipasi rakyat diutamakan, di mana pilihan rakyat dihargai dan diakomodasi, bukan diabaikan atau dimanipulasi. Dalam konteks ini, partai-partai politik memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa mereka tidak terjebak dalam politik kartel yang hanya menguntungkan segelintir elit. Sebaliknya, mereka harus menjadi pelayan publik yang sejati, yang mengedepankan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi atau kelompok.

Realitas politik Indonesia saat ini menunjukkan bagaimana kartel politik dapat menguasai demokrasi, dengan menghalangi munculnya calon-calon terbaik dan memanipulasi proses demokrasi untuk kepentingan segelintir elit. Dalam konteks Pilkada DKI Jakarta, fenomena "borong tiket" oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) menunjukkan betapa demokrasi kita tengah berada di bawah ancaman serius. Ketika partai-partai politik lebih mementingkan keuntungan pragmatis dan kekuasaan daripada mengedepankan kehendak rakyat, esensi dari demokrasi itu sendiri mulai terkikis. Pemilih hanya disodori calon boneka, tanpa adanya pilihan yang nyata dan bermakna. Ini bukan hanya menghina nalar demokrasi, tetapi juga merampas kedaulatan rakyat. Fenomena kartel politik adalah salah satu dampak langsung dari penerapan threshold yang tinggi. Kartel politik terbentuk ketika partai-partai besar bekerja sama untuk menguasai panggung politik, sering kali dengan mengabaikan atau bahkan menyingkirkan partai-partai kecil dan calon independen. Dalam konteks Pilkada DKI Jakarta, Koalisi Indonesia Maju (KIM) telah menjadi contoh nyata dari bagaimana kartel politik dapat mendominasi pemilihan, dengan memborong tiket pencalonan dan menghalangi munculnya calon-calon potensial lainnya. Kartel politik seperti ini menciptakan monopoli kekuasaan yang merusak esensi demokrasi. Dalam demokrasi yang sehat, rakyat seharusnya memiliki banyak pilihan, dan setiap calon seharusnya memiliki kesempatan yang sama untuk bersaing. Namun, ketika kartel politik menguasai panggung politik, pilihan rakyat menjadi terbatas, dan mereka sering kali hanya disodori calon boneka yang diusung oleh kartel tersebut. Ini adalah bentuk penghinaan terhadap nalar demokrasi, di mana rakyat tidak lagi memiliki kontrol penuh atas proses politik.

Keputusan MK untuk menurunkan threshold pencalonan gubernur di DKI Jakarta adalah langkah berani dan visioner yang harus diapresiasi. Ini adalah upaya nyata untuk menyelamatkan demokrasi kita dari jerat politik kartel, dan untuk mengembalikan kedaulatan rakyat yang sejati. Namun, tugas kita belum selesai. Kita harus terus mengawasi dan memastikan bahwa proses demokrasi di Indonesia berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, partisipasi, dan kedaulatan rakyat. Kita harus terus memperjuangkan demokrasi yang sehat, di mana rakyat memiliki pilihan yang nyata dan bermakna, dan di mana kekuatan politik tidak digunakan untuk merampas hak-hak rakyat. Hanya dengan cara inilah kita dapat memastikan bahwa demokrasi di Indonesia tetap hidup dan berkembang sesuai dengan harapan dan cita-cita para pendiri bangsa kita. Dengan penurunan threshold ini, lebih banyak partai politik kini dapat mengajukan calon gubernur tanpa harus berkoalisi dengan partai lain. Ini berarti bahwa rakyat akan memiliki lebih banyak pilihan, dan calon-calon potensial yang sebelumnya terhalang oleh tingginya threshold kini memiliki peluang untuk maju dalam Pilkada. Sebagai contoh, Anies Baswedan, yang sebelumnya kehabisan partai politik untuk mengusungnya, kini memiliki kesempatan baru untuk berkompetisi.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Sriyono
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top