Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Uji Materi -- Ambang Batas Capres-Cawapres Konstitusional, meski Diuji 27 Kali

MK: Belum Ada Alasan Hukum Ubah Masa Jabatan Presiden 2 Periode

Foto : ANTARA/Rivan Awal Lingga

Sidang Putusan -- Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (kanan) bersama Hakim Konstitusi Suhartoyo (kiri) memimpin sidang pembacaan putusan perkara di Gedung MK, Jakarta, Senin (28/2). Majelis Hakim dalam putusannya menolak gugatan masa jabatan presiden terkait Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap UUD 1945 serta gugatan Pasal 218 dan 219 KUHP yang mengatur ancaman hukuman bagi setiap orang yang menyerang martabat presiden.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Hakim Mahkamah Konstitusi Saldi Isra mengatakan bahwa majelis hakim belum memiliki alasan hukum yang kuat untuk mengubah pendirian terkait dengan pengujian Pasal 169 huruf n yang mengatur tentang masa jabatan presiden.

"Mahkamah tidak atau belum memiliki alasan hukum yang kuat untuk mengubah pendiriannya. Oleh karena itu, pertimbangan hukum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 117/PUU-XX/2022 mutatis mutandis berlaku menjadi pertimbangan hukum dalam putusan a quo. Artinya, norma Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU Nomor 7 Tahun 2017 adalah konstitusional," tegas Saldi Isra dalam sidang pembacaan putusan, dipantau di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi, dari Jakarta, Selasa (28/2).

Saldi Isra menjelaskan bahwa Pasal 169 huruf n yang menyatakan bahwa belum pernah menjabat sebagai presiden atau wakil presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama dimaksudkan untuk mempertahankan substansi norma Pasal 7 Undang-Undang Dasar (UUD) NRI Tahun 1945.

Dengan demikian, kata Saldi Isra, ketentuan yang tertuang dalam Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf I Nomor 7 Tahun 2017 merupakan panduan yang harus diikuti oleh penyelenggara pemilihan umum dalam menilai keterpenuhan persyaratan untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden.

"Untuk menjaga konsistensi dan untuk menghindari degradasi norma Pasal 7 UUD NRI Tahun 1945 dimaksud," ucap Saldi Isra.

Oleh sebab itu, Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Anwar Usman menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya. "Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ucap Anwar Usman ketika membaca putusan untuk Perkara Nomor 4/PUU-XXI/2023.

Menolak Permohonan

Di uji materi perkara yang berbeda, Hakim MK Saldi Isra juga menegaskan bahwa pasal yang mengatur tentang ambang batas pengajuan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) adalah konstitusional, meski telah diuji sebanyak 27 kali.

"Sampai sejauh ini, norma dimaksud (Pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilu) pernah diuji konstitusionalitas-nya sebanyak 27 permohonan yang telah diputus oleh Mahkamah," ucap Saldi Isra dalam sidang pembacaan putusan, Selasa.

Dari kesemua putusan tersebut, tutur Saldi melanjutkan, terdapat lima putusan yang amar putusannya menyatakan menolak permohonan Pemohon, sedangkan putusan-putusan lainnya dinyatakan tidak dapat diterima.

Oleh karena isu konstitusional yang dimohonkan dalam perkara ini, yakni perkara Nomor 4/PUU-XXI/2023, pada intinya tidak berbeda dengan putusan-putusan sebelumnya berkenaan dengan ambang batas pengajuan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

"Merujuk semua putusan tersebut, pada intinya Mahkamah berpendirian bahwa ambang batas pengajuan pasangan calon presiden dan wakil presiden adalah konstitusional," ujar Saldi Isra.

Pasal ambang batas pengajuan pasangan calon presiden dan wakil presiden menyatakan, "Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya".

Saldi Isra menambahkan, penting bagi MK untuk menyatakan, dari semua putusan tersebut, terutama sejak berlakunya UU Nomor 7 Tahun 2017, dua orang Hakim Konstitusi, yaitu Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Hakim Konstitusi Saldi Isra, mengajukan pendapat berbeda.

"Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut, ketentuan Pasal 222 UU 7/2017 adalah konstitusional," kata Saldi Isra.

Dengan demikian, Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Anwar Usman menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya. "Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," ucap Anwar Usman.


Redaktur : Sriyono
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top