Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Misteri Serangan Mematikan Simpanse Terhadap Gorila

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Di alam liar simpanse dan gorila selama ini dapat hidup berdampingan secara damai. Namun yang mengejutkan, peneliti menyaksikan untuk pertama kalinya kedua primata melakukan peperangan yang mematikan.

Pengamatan peneliti di Taman Nasional Loango di Gabon, mereka berhasil menggambarkan secara rinci dua konflik antar kedua kelompok kera besar. Padahal simpanse menyerang dan membunuh gorila yang merupakan spesies lain, termasuk kasus langka, menurut penelitian yang dipublikasikan pada jurnal Scientific Reports edisi 19 Juli lalu.
Simpanse dan gorila bisa menjadi ganas, tetapi pertengkaran itu terjadi hanya antar mereka sendiri. Konflik mematikan yang melibatkan dua kera besar yang berbeda spesies, itu hampir tidak pernah terdengar.
Para peneliti yang tergabung dalam Loango Chimpanzee Project selama ini bekerja mendokumentasikan hubungan antara dua spesies. Dari 2014 hingga 2018, tim mendokumentasikan sembilan kesempatan di mana simpanse dan gorila berkumpul bersama, yang sering mereka lakukan di taman ini dan di tempat lain di Afrika bagian timur dan tengah.
Pertemuan gorila dan simpanse selalu damai, dan kadang-kadang melibatkan makan bersama pada pohon yang berbuah. Seperti yang dicatat oleh ilmuwan kognitif Universitas Osnabrück, Simone Pika, ia sering menyaksikan interaksi menyenangkan antara dua spesies kera besar itu.
Tapi pada 2019 Pika dan tim terkejut menyaksikan dua peristiwa kekerasan, masing-masing berakhir dengan kematian. Dalam kedua kasus yang berhasil diamati ia melihat kawanan simpanse yang jumlahnya lebih banyak menyerang gorila. Kedua insiden tersebut terjadi di batas luar wilayah simpanse, dan agresor utamanya adalah simpanse jantan dewasa.
Para peneliti mengamati serangan dari jarak sekitar 100 kaki atau 30,48 meter. "Pengamatan kami memberikan bukti pertama bahwa keberadaan simpanse dapat memiliki dampak mematikan pada gorila," ujar seorang ahli primata di Institut Max Planck untuk Antropologi Evolusi dan rekan penulis studi tersebut, Tobias Deschner, seperti dikutip Gizmodo.
Deschner, yang memimpin Loango Chimpanzee Project bersama Pika, menambahkan, pertengkaran pertama berlangsung selama 52 menit, terjadi pada 6 Februari 2019. Pada kejadian itu tim mendengar jeritan simpanse dan awalnya mengira simpanse telah bentrok dengan kelompok simpanse lain.
"Hanya ketika kami mendengar hentakan pukulan dada pertama, suara yang hanya dibuat oleh gorila, kami tahu sesuatu yang berbeda akan terjadi," kata Lara Southern, seorang mahasiswa PhD di Max Planck Institute for Evolutionary Anthropology dan penulis pertama studi tersebut.
Sebanyak 27 simpanse menyerang lima gorila dua punggung perak (Silverback) jantan, dua betina dewasa, dan satu bayi. Gorila mencoba membela diri dengan kekuatan fisik, postur tubuh yang mengintimidasi, dan gerakan mengancam, tetapi tidak berhasil.
Keempat gorilla dewasa berhasil melarikan diri, tetapi satu bayi terpisah dari ibunya, tidak selamat dari serangan. Di pihak simpanse beberapa terluka selama konflik, termasuk luka serius yang dialami oleh simpanse betina remaja.
Baku hantam kedua terjadi pada 11 Desember 2019, berlangsung hampir 80 menit. Pertarungan sangat mirip dengan yang pertama, melibatkan simpanse dari komunitas yang sama. Dalam keributan itu 27 simpanse menyerang tujuh gorila, menyebabkan satu lagi bayi gorila mati.
Pada pertengkaran pertama, bayi yang terbunuh ditinggalkan, tetapi pada konflik kedua bayi gorila hampir seluruhnya dikonsumsi oleh seekor simpanse betina dewasa. "Dalam kedua kasus, begitu simpanse pertama yang melihat gorila mengeluarkan jeritan, mayoritas anggota kelompok lainnya segera bereaksi dan bergabung," kata Southern.
"Simpanse kemudian bekerja sama untuk memilih gorila tertentu, dan dalam kedua peristiwa tersebut mereka dapat memisahkan bayi gorila dari ibu mereka," lanjut dia.

Kekuatan Ekstra
Seorang antropolog biologi di Central Washington University, Jessica Mayhew, memaparkan primata mengadopsi strategi yang berbeda untuk menavigasi konflik intra kelompok dan antarkelompok. Simpanse dan gorila menunjukkan pendekatan yang sangat berbeda dalam hal ini.
"Jika Anda mempelajari simpanse, Anda akan melihat pertengkaran apapun dengan cepat menjadi mematikan yang merupakan bukti kebrutalan mereka," ujar Mayhew, yang tidak terlibat dalam penelitian ini.
Dengan melihat konflik antara gorila dan simpanse yang terjadi ia khawatir kematian bayi gorila akan tinggi dan bisa menyebabkan populasinya rentan. Meski memiliki badan besar dan kelompok yang tangguh namun gorila tidak dapat mengatasi simpanse yang jumlahnya lebih banyak.
Berat gorilla Silverback dapat mencapai 270 kilogram. Tapi simpanse yang lebih kecil memiliki kekuatan yang ganas. Penelitian di Max Planck Institute for Evolutionary Anthropology dari 2017, menemukan kekuatan simpanse dalam menarik dan melompat 1,5 kali lebih kuat daripada manusia.
"Mengingat berat gorila betina hampir dua kali berat simpanse jantan yang hanya mencapai 45 kilogram, sementara gorila jantan dapat tiga hingga empat kali lebih berat dari simpanse jantan. Fakta simpanse dapat mencuri bayi gorila dari induknya adalah luar biasa," kata Richard Wrangham, ahli biologi evolusi di Universitas Harvard.
Wrangham mengatakan simpanse memiliki keuntungan dari kelompok yang lebih besar, seperti ketika henna yang membunuh singa. Kelincahan dan kemampuan mereka untuk bekerja sama memberi mereka kekuatan ekstra.
Biasanya simpanse melakukan patroli batas wilayah untuk mencari tanda-tanda simpanse lain dari komunitas tetangga. Para ilmuwan percaya serangan ke kelompok simpanse lain terkait dengan sistem sosial fusi-fusi, di mana individu akan meninggalkan satu kelompok untuk bergabung dengan yang lain.
Perilaku pada simpanse ini menunjukkan paralel fungsional dan kontinuitas evolusi antara kekerasan simpanse dan penyerangan antarkelompok yang mematikan dan biasa terjadi pada manusia.
"Dengan melihat tekanan saat ini yang dihadapi oleh kedua spesies ini, baik di lingkungan mereka maupun dalam cara mereka berinteraksi secara sosial, kita dapat belajar sedikit lebih banyak tentang bagaimana kita sebagai manusia,'" ujar Wrangham.
"Sangat penting, sekarang lebih dari sebelumnya, bahwa kita bekerja untuk melindungi spesies yang terancam punah ini yang memberikan jendela ke masa lalu kita dan layak mendapat tempat di masa depan ini," ucap Southern. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top