Apa Itu Turbulensi Penerbangan, Mengapa Bisa Terjadi?
Turbulensi pesawat fenomena kompleks yang semakin umum terjadi akibat perubahan iklim, menurut para ahli.
Foto: antaraWASHINGTON - Turbulensi pesawat, yang menyebabkan kematian seorang penumpang dalam penerbangan Singapore Airlines pada Selasa (21/5), merupakan fenomena kompleks yang semakin umum terjadi akibat perubahan iklim, menurut para ahli.
Badai, cuaca dingin dan hangat, serta pergerakan udara di sekitar pegunungan dapat menyebabkan turbulensi di udara yang dilalui pesawat.
Turbulensi juga dapat terjadi pada aliran jet -- jalan raya dengan angin kencang yang beredar di seluruh dunia pada garis lintang tertentu.
- Baca Juga: Jaga Kulit Melalui Diet Makanan Lebih Sehat
- Baca Juga: 7 Obat Herbal Andalan untuk Radang Sendi
"Meskipun ahli meteorologi memiliki alat yang sangat baik untuk memperkirakan turbulensi, namun alat tersebut tidak sempurna," kata Thomas Guinn, profesor di departemen penerbangan di Embry-Riddle Aeronautical University di Florida.
Dia menambahkan, penumpang pesawat harus memastikan mengenakan sabuk pengaman, sehingga kemungkinan cedera jauh lebih kecil.
Laporan awal menunjukkan, penerbangan Singapore Airlines, yang menyebabkan lebih dari 70 penumpang terluka, mungkin mengalami turbulensi udara jernih, "jenis turbulensi paling berbahaya," menurut Asosiasi Pramugari.
Turbulensi udara jernih didefinisikan oleh Federal Aviation Administration (FAA) sebagai "turbulensi parah yang tiba-tiba terjadi di wilayah tak berawan yang menyebabkan hentakan pesawat yang hebat."
Hal ini "sangat menyusahkan karena sering ditemui secara tak terduga dan seringkali tanpa petunjuk visual untuk memperingatkan pilot akan bahaya tersebut," kata FAA dalam sebuah dokumen di situsnya.
FAA mengatakan turbulensi udara jernih biasanya ditemukan di dekat aliran jet dan terkait dengan pergeseran angin (wind shear) - perubahan kecepatan atau arah angin secara tiba-tiba.
Turbulensi terus menjadi penyebab utama kecelakaan dan cedera meskipun tingkat kecelakaan penerbangan terus meningkat, menurut laporan tahun 2021 oleh Dewan Keselamatan Transportasi Nasional AS.
Namun kematian akibat turbulensi pada penerbangan komersial "sangat jarang terjadi," kata Dr Paul Williams, profesor ilmu atmosfer di Universitas Reading.
"Sejauh yang saya ketahui, belum ada korban jiwa akibat turbulensi pada penerbangan komersial sejak 2009," kata Williams dalam pernyataan yang dibagikan kepada AFP.
Williams mengatakan perubahan iklim meningkatkan frekuensi turbulensi pesawat.
"Untuk turbulensi udara jernih, perubahan iklim meningkatkan perbedaan suhu di aliran jet antara kutub dingin dan daerah tropis hangat," katanya.
"Daerah tropis memanas lebih cepat dibandingkan daerah kutub pada ketinggian jelajah penerbangan. Efek ini meningkatkan pergeseran angin dalam aliran jet, yang menghasilkan lebih banyak turbulensi," kata Williams.
Redaktur: Lili Lestari
Penulis: AFP
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Selama 2023-2024, ASDP Kumpulkan 1,72 Ton Sampah Plastik
- 2 Kemenperin Desak Produsen Otomotif Tiongkok di Indonesia Tingkatkan Penggunaan Komponen Lokal
- 3 Jepang Siap Dukung Upaya RI Wujudkan Swasembada Energi
- 4 Irena Sebut Transisi Energi Indonesia Tuai Perhatian Khusus
- 5 Perkuat Kolaborasi, PM Jepang Dukung Indonesia untuk Jadi Anggota Penuh OECD
Berita Terkini
- 3 Orang Tewas Akibat Topan Dikeledi di Madagaskar
- Selama 2024, Bulog Beli 16 Ribu Ton Beras dari Petani Merauke
- Mayoritas Wilayah NTT Berpotensi Hujan Lebat hingga 17 Januari
- Kapolri Sigit tegaskan komitmen dukung kesetaraan gender
- Guna Jaga Inflasi, BI Komitmen Perkuat Efektivitas Kebijakan Moneter