Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus

Misteri "Dua Gumpalan" di Mantel Bumi

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Pencitraan tomografi berhasil mendeteksi "dua gumpalan" yang ada di mantel Bumi. Bagi para ahli geologi, benda-benda raksasa aneh ini masih menjadi misteri.

Usaha untuk memahami bagian dalam atau interior bumi terus dilakukan. Pada 1970, Uni Soviet mengebor sedalam mungkin ke dalam kerak bumi. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi jika usaha itu berhasil melewati kerak dan mencapai mantel.
Pada Agustus 1994, pengeboran Kola Superdeep Borehole, yang terletak di tengah hamparan tundra Arktik di Russia timur laut, telah mencapai kedalaman 12.260 meter di bawah tanah. Usaha ke titik terdalam terkendala bor yang macet.
Dalam kondisi ekstrem ini, granit akhirnya tidak lagi dapat dibor, karena sifatnya seperti plastik daripada batu. Oleh karenanya eksperimen dihentikan dan tidak ada yang berhasil melewati ambang batas kerak hingga hari ini.
"Kita benar-benar tahu lebih sedikit tentang mantel Bumi daripada tentang luar angkasa dimana kami dapat melihat dengan teleskop, karena semua yang kita tahu sangat, sangat tidak kentara," kata Bernhard Steinberger, peneliti geodinamika di Universitas Oslo di Norwegia kepada BBC.
Ia menjelaskan sangat susah mempelajari lingkungan yang tidak dapat dilihat atau diakses. Pada suhu tinggi dan tekanan yang hebat, sifat kimia dari bahan yang paling biasa pun menjadi terdistorsi tanpa bisa dikenali.
Sebelumnya manusia meneliti Bumi dengan cara seismologi. Caranya dengan mempelajari gelombang energi yang dihasilkan oleh gerakan tiba-tiba tanah selama peristiwa besar seperti gempa bumi. Peneliti menggunakan "gelombang permukaan" (surface waves) yang dangkal, dan "gelombang tubuh" (body waves) yang berjalan melalui bagian dalam Bumi.
Teknologi itu memungkinkan ahli geofisika Denmark, Inge Lehmann, membuat penemuan besar pada 1936. Satu jenis body waves dapat merambat melalui bahan apa pun, telah berhasil melewati Bumi meskipun harus melewati beberapa rintangan di sepanjang jalan.
Hasil pengkajian seismologi membalikkan kepercayaan lama yang menyatakan inti Bumi sepenuhnya padat. Teori modern tentang bagian dalam planet ini ada bagian dalam yang padat yang diselimuti lapisan luar cair, semacam kelapa terbalik.

Pencitraan Tomografi
Metode untuk meneliti bagian dalam Bumi terus disempurnakan. Tujuannya bukan hanya untuk mengintip di bawah permukaan, tetapi juga untuk memvisualisasikan kedalaman tersembunyinya dalam bentuk tiga dimensi.
"Kami menggunakan jenis teknik yang sama seperti pada tomografi berbantuan komputer, pemindaian CAT (semacam pencitraan medis yang melibatkan gambar sinar-X). Faktanya, kami melakukan tomografi bagian dalam Bumi," kata seorang profesor geologi di University of Maryland di AS, Vedran Leki.
Dengan pencitraan tomografi lapisan mantel yang sebelumnya dianggap sebagai lapisan homogen ternyata tidak demikian. Terdapat dua wilayah kolosal berupa gumpalan di dalamnya, satu yang melintasi Afrika dan satu di bawah Samudra Pasifik, di mana gelombang gempa menghadapi perlawanan lalu melambat.
Gumpalan itu terus menjadi misteri bagi para ahli geologi di seluruh dunia. Strukturnya memiliki lebar ribuan kilometer dan menempati 6 persen dari volume seluruh planet.
Perkiraan ketinggian mereka bervariasi. Satu contoh yang ditemukan di bawah Afrika dan dikenal sebagai "Tuzo" tingginya mencapai 800 kilometer, setara dengan sekitar 90 kali tinggi Everest.
Yang kedua "Jason" aya ada di bawah Samudra Pasifik, kemungkinan memanjang 1.800 kilometer dengan tinggi sekitar 203 kali Everest. Bentuk mereka yang cacat terbentuk di sekitar inti Bumi seperti dua amuba yang menempel pada setitik debu.
"Fitur ini sangat besar, sangat menonjol dalam pencitraan tomografi," kata Bernhard Steinberger, peneliti geodinamika di Universitas Oslo di Norwegia.
Meskipun bentuk-bentuk gumpalan raksasa ini hampir pasti ada, hampir semua hal lain tentang mereka tetap tidak pasti. Hal ini termasuk bagaimana terbentuknya, terbuat dari apa, dan bagaimana mereka dapat mempengaruhi planet Bumi.
Bagi Steinberger, yang terpenting, memahami gumpalan dapat membantu mengungkap beberapa misteri geologi yang paling abadi, seperti bagaimana Bumi terbentuk, nasib akhir planet "hantu" Theia, dan keberadaan gunung berapi yang tak dapat dijelaskan di lokasi tertentu di seluruh dunia.
Sama seperti inti Bumi, area ini jelas berbeda dari bagian mantel lainnya pada kenyataannya, mereka mewakili beberapa fitur terbesar di planet ini. Ini adalah area besar dengan kecepatan geser rendah, (large low-shear-velocity provinces/LLSVP).
Sulit untuk menemukan analog yang familiar bagi LLSVP dengan bentuknya yang aneh area itu dapat digambarkan sebagai gunung atau gundukan yang luar biasa bulat, meskipun Leki sendiri tidak akan menggunakan kata-kata itu.
"Mereka lebih besar dari benua," ungkap Leki" kepada BBC.
Menariknya, struktur tersebut tampaknya memiliki kemiripan yang lebih dekat dengan tumpukan pasir kolosal satu penelitian menemukan bahwa mereka memiliki lereng yang tajam di beberapa tempat, serta yang dangkal dan bahkan beberapa overhang. Di tengah perdebatan tentang penampilan mereka, fitur tersebut kemudian dikenal sebagai gumpalan.
Area LLSVP yang membingungkan tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kebingungan seputar bagaimana mereka terbentuk atau bahkan terbuat dari apa. "Jadi ada kepastian 100 persen bahwa kedua wilayah ini rata-rata lebih lambat (saat gelombang gempa bergerak melaluinya) daripada wilayah sekitarnya. Itu tidak untuk diperdebatkan," kata Leki.
Ia menuturkan, sebuah petunjuk telah muncul dari sumber kebingungan lama lainnya jika LLSVP dibuat dari bahan yang sama dengan mantel Bumi lainnya, mereka melanggar hukum fisika dasar. Itu karena gumpalan tampaknya secara bersamaan lebih panas daripada batuan di sekitarnya, dan lebih padat.
Gumpalan diperkirakan memiliki susunan kimiawi yang berbeda dengan batuan disekitarnya mungkin terdiri dari mineral yang sangat kaya akan sesuatu yang berat, seperti besi atau nikel. "Tapi ada ide yang berbeda tentang bagaimana ini terjadi," kata Steinberger. hay/I-1

Hasil Tabrakan Benda "Hantu" Theia?

Gumpalan semacam area besar dengan kecepatan geser rendah, (large low-shear-velocity provinces/LLSVP), dapat dengan mudah bertahan tiga miliar tahun tanpa bergerak, meskipun mantel bumi selalu berputar dengan lembut. Saat bagian yang lebih panas naik dan bagian yang lebih dingin turun.
"Dan salah satu alasan mereka tidak banyak berubah bentuk adalah karena mereka sangat kaku," kata peneliti geodinamika Universitas Oslo, Norwegia, Bernhard Steinberger, kepada BBC.
Kemungkinan lain adalah bahwa gumpalan itu terbentuk oleh proses tektonik. Seperti teori yang disampaikan, kerak bumi retak menjadi lempeng tektonik, yang terus-menerus bergerak dan tergelincir ke bawah serta di atas satu sama lain.
Beberapa ahli geologi percaya bahwa LLSVP mungkin dibuat dari potongan-potongan kerak yang pecah ini. Potongan-potongan itu kemudian tenggelam ke dasar mantel dan membentuk struktur kental yang memiliki susunan kimiawi yang berbeda dengan batuan di sekitarnya.
"Faktanya, penelitian menunjukkan bahwa jika Anda menambahkan jumlah total kerak yang pernah meleleh kembali ke dalam Bumi, jumlahnya menjadi 7-53 persen dari volume planet ini, lebih dari cukup untuk menjelaskan ukuran gumpalan," kata Steinberger.
Dalam skenario kedua, LLSVP kemungkinan berupa batuan basal yang telah hanyut dari lempeng samudra berat yang ditarik ke bawah. Proposisi lain gumpalan berupa besi. Entah bagaimana logam semacam besi merembes keluar dari inti Bumi dan berakhir di mantel menciptakan gumpalan aneh, meski kata Steinberger ide ini tidak terlalu popular.
Yang lebih berani adalah gagasan yang dikemukakan tim ilmuwan dari Arizona State University. Mereka memiliki pemikiran tentang keberadaan dua gumpalan dengan menyatakan sebenarnya ada kaitannya dengan tiga benda langit di petak kecil Tata Surya yaitu Bumi, Bulan, dan Theia.
Theia adalah benda yang menabrak Bumi 4,5 miliar tahun yang lalu. Selama beberapa dekade, diperkirakan bahwa ketika planet kecil seukuran Mars ini bertabrakan dengan Bumi yang masih bayi, puing-puing yang dihasilkan sebagian besar dari planet lain itu sendiri bergabung untuk membentuk Bulan.
Geolog Edward Young dari University of California, Los Angeles, telah menganalisis sampel batu yang dikumpulkan oleh misi Apollo 12, 15, dan 17, dan mengusulkan bahwa Theia pernah bertabrakan langsung dengan Bumi. Puing-puing Theia lalu berkumpul di sekitar Bumi dan kemudian membentuk Bulan.
Tetapi ada masalah dengan gagasan tersebut. Fakta bahwa Bumi dan Bulan memiliki tanda kimia yang serupa seolah-olah mereka diciptakan dari bahan yang sama. Oleh karenanya peneliti menyarankan alternatif. Theia menjadi bercampur dengan isi dalamnya, membentuk bagian dari mantel. Sedangkan Bulan terbentuk bukan dari planet ekstraterestrial itu sendiri, melainkan pecahan Bumi yang terlempar keluar.
Kesimpulannya adalah bahwa Theia tidak menyatu dengan Bumi secara keseluruhan. Sebagian besar sangat padat sehingga tidak terpengaruh oleh arus di dalam mantel faktanya, planet asing itu ada sebagai gumpalan di dalam bumi hingga hari ini.
"Ada kemungkinan bahwa ini adalah LLSVP, dan ada bagian dari dunia asing yang bersembunyi jauh di bawah kaki kita," kata Steinberger. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top