Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Makanan Siap Saji

Mi Instan Picu Peningkatan Risiko pada Sistem Metabolisme

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Akhir-akhir ini mi instan kembali memicu kontroversi, lantaran kandungan nutrisinya ditengarai sangat minim. Namun, beberapa fans setia masih saja terus menikmati mi instan, kendati sebagian lainnya mulai berhati-hati dalam mengonsumsi mi instan.

Mi instan sejak dahulu selalu berada di dalam spekulasi banyak orang terkait kandungan yang ada di dalamnya. Ada yang mengatakan bahwa mi instan kebanyakan dibuat dari tepung yang dapat mengakibatkan masalah pencernaan. Namun banyak juga yang mengatakan bahwa mi instan dapat memicu obesitas.

Menurut laporan yang dikeluarkan Asosiasi Mi Instan Dunia, Indonesia berada di urutan kedua dalam daftar negara di dunia yang mengonsumsi mi instan dengan jumlah mencapai 13,2 miliar bungkus setiap tahunnya. Sementara Tiongkok berada di urutan pertama dengan konsumsi mi instan mencapai 40,4 miliar setiap tahunnya.

Mi instan disebut sulit untuk diproses pada pencernaan karena mengandung nutrisi yang sedikit, tinggi lemak, kalori, sodium, dan memiliki tambahan pewarna, pengawet, dan penambah rasa.

"Dalam beberapa kasus, monosodium glutamate (MSG) dan juga tertiary-butyl hydroquinone (TBHQ) adalah bahan pengawet yang diperoleh dari industri minyak tanah dan digunakan pada mi instan untuk menambahkan cita rasa dan pengawet. Meskipun penggunaan bahan-bahan ini diperbolehkan dengan batasan tertentu, pengonsumsian secara rutin dapat menyebabkan beberapa masalah kesehatan," kata Dr. Sunil Sharma, dokter umum dari Rumah Sakit Madan Mohan Malviya, New Delhi, India.

Tahun lalu, peneliti dari Korea Selatan melakukan penelitian yang melibatkan mi instan pada kesehatan manusia. Dari penelitian tersebut dikatakan bahwa mi instan dapat meningkatkan risiko pada sistem metabolik tubuh.

"Meskipun mi instan itu makanan yang simpel dan enak, tetapi dapat meningkatkan risiko sistem metabolisme jika makanan tersebut mengandung sodium tinggi, lemak jahat, dan mengandung glikemik," kata Hyun Shin, doktor dari Harvard School of Public Health.

Dikatakan, wanita yang mengonsumsi mi instan dua kali selama seminggu memiliki risiko yang lebih tinggi daripada yang tidak, jika dibandingkan dari pola makan mereka. Dari penelitian tersebut disimpulkan mengonsumsi mi instan secara rutin tidak hanya memicu obesitas, tetapi juga memiliki risiko mengidap penyakit metabolik seperti diabetes, tekanan darah tinggi, hipertensi, masalah pada jantung, dan lainnya.

Tak Bisa Menggantikan Makanan Rumahan

Kebanyakan mi instan terbuat dari maida, sejenis tepung gandum yang diawetkan. Dan maida disebutkan kurang baik untuk kesehatan karena sulit untuk diproses dalam pencernaan dan kaya rasa, namun juga hanya mengandung sedikit nutrisi.

"Maida yang menjadi dasar dalam mi instan penuh dengan bahan pengawet dan tidak mengandung apa-apa di dalamnya kecuali kalori yang menghabisi seluruh nutrisi yang dimilikinya. Mengonsumsi mi instan secara berlebihan dapat mengakibatkan obesitas," jelas Dr. Simran Saini, ahli nutrisi dari Rumah Sakit Fortis di New Delhi.

Dalam beberapa kasus, mi instan yang berbahan dasar maida menyisakan residu pada area usus buntu selagi proses pencernaan, dan dapat menyebabkan terjadinya infeksi.

Sayangnya, kebanyakan makanan olahan mengandung banyak lemak tidak sehat seperti lemak jenuh. Sehingga jika memakan mi instan yang mengandung lemak jenuh secara rutin dapat meningkatkan kadar kolesterol di dalam darah.

Dan tingginya kolesterol di dalam darah dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung dan diabetes tipe dua.

"Makanan olahan dan siap saji seperti mi instan mengandung banyak sodium, penambah cita rasa, produk dari minyak tanah, kolestrol jahat, karbohidrat tanpa nutrisi dan serat yang tidak jelas. Bagaimana bisa orang mengonsumsi makanan yang dapat merusak tubuh?" kata Dr. Sharma.

Ia menambahkan masalah yang dihadapi orang saat ini adalah orang mudah menggantikan makanan yang sungguhan seperti makanan rumahan dengan makanan cepat saji, dan itu sangat disayangkan. Hal itu disebabkan tingginya mobilitas orang saat ini khususnya yang tinggal di perkotaan. "Makanan cepat saji dan olahan seharusnya dikonsumsi hanya pada saat-saat tertentu dan tidak digantikan dengan makanan rumahan," katanya.

Dilarang di Negara Lain, tapi Dijual di Indonesia

Pada tahun 1947, setelah kalah perang, rakyat Jepangb menderita miskin dan kelaparan. Amerika Serikat (AS) selaku pemenang perang membantu kiriman makanan berbahan gandum. Padahal orang Jepang dari dulu sudah terbiasa makan nasi atau beras, tidak terbiasa dengan
roti dan gandum. Kemudian dipikirkanlah untuk menggunakan kebiasaan makan di Tiongkok Utara, yakni la mien atau bakmi tarik. Adonan mi ditarik makanya dinamakan la mien (bakmi tarik)

Ada seorang keturunan Tiongkok -Taiwan yang pindah ke Jepang yang berpikir apabila mi itu dikeringkan bisa dimakan lebih mudah. Nama la mien disebut oleh orang Jepang ramen. Ini asal muasal mi instan, yang jarang diketahui orang Indonesia.

Yang menjadi persoalan, bakmi dalam kondisi segar itu makanan sehat, tetapi kalau dikeringkan ditambah bumbu seperti mi instan, ada bahan pengawettentu menjadi tidak sehat untuk tubuh. Bisa mengganggu ginjal jika dikonsumsi secara rutin setiap hari.

Anehnya bahan pengawet kimia dalam mi instan ini banyak beredar di Indonesia. Padahal bahan pengawet itu telah dilarang pemakaiannya di negara lain karena berbahaya. Tapi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tidak melarang nya. Ini sama seperti kasus obat Albothyl
yang selama ini dikenal oleh masyarakat untuk mengatasi sariawan, tiba-tiba dilarang karena ternyata mengandung bahan berbahaya. Padahal produk itu sudah lama sekali beredar di pasar. Bagaimana dengan bahan kimia berbahaya dalam mi instan yang beredar di Indonesia ? Memang
banyak orang Jepang makan ramen, tapi itu mi yang segar.

Ada dugaan bahan kimia yang digunakan pada mi instan merupakan pengganti telur yang harganya mahal. Telur biasa dicampur dalam adonan
untuk mengikat tepung (putih terlurnya) mi agar lebih pulen. Diduga ada yang menggunakan parafin/wax/lilin untuk menggantikan fungsi telor yang harganya mahal itu.

Jika masalah ini menjadi kebiasaan dan dianggap normal, maka ada barang/zat kimia yang tidak diizinkan pun dipakai. Buktinya mi instan asal Indonesia ada yang dilarang beredar di negara lain karena mengandung zat kimia yang berbahaya. Anehnya, yang dijual di Indonesia adalah
makanan yang dilarang di negara lain itu.

P-4

Seyogianya Anda Mencermati

Memang tidak ada anjuran pasti seberapa banyak atau seberapa sering yang diperbolehkan untuk mengonsumsi mi instan. Namun, memakannya secara berlebihan dapat menimbulkan berbagai macam kesehatan sehingga harus diperhatikan dengan cermat dalam memakan makanan yang dikategorikan sebagai makanan siap saji tersebut.

Berikut beberapa alasan kenapa mi instan berbahaya bagi kesehatan Anda.

  1. Mengandung pengawet

Butylated hydroxyanisole (BHA) dan t-butylhydroquinone (TBHQ) adalah bahan pengawet utama yang selalu digunakan dalam mi instan untuk membuat tahan lebih lama. Meskipun Badan Pengawas Makanan dan Obat-Obatan Amerika (FDA) sudah penggunaan TBHQ dalam batas yang dianjurkan, tetapi penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan kanker berdasarkan penelitian pada 2005.

Selain itu, di Eropa juga memasukan BHA dalam daftar senyawa yang mengganggu sistem endokrin yang berguna memproduksi dan mengatur hormon dalam tubuh.

  1. Sulit dicerna

Para peneliti di Massachusetts menggunakan kamera kecil untuk mengamati efek dari mi yang masuk ke sistem pencernaan selama lebih dari 32 jam. Dalam video tersebut menunjukan bahwa perut bekerja dengan sangat keras, berkontraksi untuk menghancurkan mi dan sulit sekali untuk dicerna dalam waktu lama.

  1. Tinggi lemak jenuh dan garam

Selagi memakan bermacam jenis lemak secara rutin dapat menyebabkan obesitas, lemak jenuh secara khusus dapat membuat kolesterol jahat di dalam tubuh dan meningkatkan risiko akan penyakit jantung.

Mi instan goreng di dalam minyaknya umumnya menyajikan lemak jenuh, begitu pula dalam bumbunya. Maka dari itu, perlu untuk melihat terlebih dahulu label nutrisi yang ada pada kemasan mi instan sehingga dapat mengetahui secara jelas kandungan lemak jenuh yang ada.

Meskipun sodium yang ada pada garam merupakan zat penting dalam menambahkan rasa pada makanan. Namun mengonsumsinya secara berlebihan dapat berdampak tidak baik untuk kesehatan. Mi instan kaya akan garam dan sodium. Dan kelebihan sodium berhubungan dengan tingginya tekanan darah yang dapat mengakibatkan penyakit jantung, gagal jantung, serta stroke. Penderita hipertensi pun dianjurkan untuk mengonsumsi pola makan spesial dengan menghindari produk-produk yang rendah sodium guna mengurangi tekanan darah tinggi.

gma/R-1

Komentar

Komentar
()

Top