Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Minimal Invasive Surgery

Metode Bedah dengan Minimal Sayatan

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Tindakan minimal invasive memberikan kenyamanan dan masa pemulihan yang lebih singkat untuk pasien.

Seiring hadirnya inovasi teknologi di bidang kesehatan, solusi untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan dapat dilakukan dengan teknik minimal invasive surgery atau tindakan bedah dengan luka sayatan yang lebih minimal. Setelah dilakukannya tindakan, pasien akan merasakan nyeri yang lebih sedikit, risiko komplikasi yang rendah, serta masa pemulihan yang lebih singkat, bila dibandingkan dengan bedah konvensional.

Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, sekaligus konsultan kardiologi intervensi, Wishnu Aditya, menjelaskan salah satu keuntungan dari metode bedah baru ini ialah pada gangguan kesehatan jantung. Perlu Anda ketahui, permasalahan pada pembuluh darah koroner, katup-katup jantung, dan masalah pada sistem listrik jantung membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat saat periode emas.

"Salah satu tindakan minimal invasive yang dilakukan untuk menangani masalah pada jantung adalah kateterisasi jantung atau pemasangan stent (ring) pada jantung. Ada dua aspek dari pelaksanaan kateterisasi jantung, yaitu diagnostik dan intervensi. Pada saat diagnostik, pemeriksaan memanfaatkan modalitas teknologi seperti X-ray atau C-Arm untuk menemukan lokasi terjadinya gangguan. Selanjutnya, kateterisasi juga bisa dilakukan untuk membuka jalan pemasangan stent jantung pada pembuluh darah yang tersumbat, sehingga aliran darah ke jantung pun dapat kembali normal. Tindakan minimal invasive lain yang biasa dilakukan untuk menangani masalah jantung adalah pemasangan alat pacu jantung atau pacemaker, serta penutupan kebocoran sekat jantung akibat kelainan jantung bawaan," jelas Wishnu dalam konferensi pers yang membahas topik 'Solusi Minimal Invasive' di Jakarta, kemarin.

Setelah dilakukannya tindakan minimal invasive ini, pasien biasanya menjalani masa pemulihan dengan waktu relatif singkat, sekitar satu hingga tiga hari. Setelah itu pasien dapat kembali melakukan aktivitas dengan normal. Hal ini merupakan salah satu kelebihan dari tindakan minimal invasive, di mana pasien memerlukan waktu penyembuhan dan rawat inap di rumah sakit yang singkat.

Sekarang ini, hampir seluruh masalah kesehatan terkait jantung dan pembuluh darah dapat di atasi dengan tindakan minimal invasive surgery. "Dulu prosedur hanya bisa melalui operasi termasuk untuk kasus sederhana. Saat ini 75 persen dapat diselesaikan dengan minimal invasive yang menyelesaikan masalah tanpa harus pembedahan," tegas Wishnu.

Kendati demikian Wishnu menambahkan untuk melakukan tindakan minimal invasive, dokter perlu menilai keuntungan dan kerugian. Pada pasien tertentu, ada aspek tertentu yang harus dipertimbangkan sebelum melakukan tindakan. Contohnya terhadap anak-anak dan ibu hamil.

"Tindakan ini menggunakan radiasi karena tanpa radiasi tidak dapat melihat jantung tanpa operasi. Ada pula zat kontras yang berpotensi menurunkan fungsi ginjal meskipun kemungkinannya kecil. Anak-anak cukup aman untuk melakukannya apabila memiliki kelainan jantung bawaan, namun bila dia punya background penyakit ginjal tidak dianjurkan," tuturnya.

Sedangkan untuk ibu hamil Wishnu mengatakan sangat tidak baik untuk menerima radiasi karena janin dalam masa perkembangan. Namun bila usia kandungan sudah memasuki trimester akhir, ada kemungkinan untuk melakukan tindakan minimal invasive. "Bisa dilakukan kalau ada masalah yang sangat berat. Dokter pasti melakukan segala macam cara termasuk perut yang diproteksi dengan alat berlapis," tuturnya. ima/R-1

Solusi Berbagai Penyakit

Tak hanya pada jantung, masalah pada pembuluh darah juga dapat ditangani dengan teknik minimal invasive, misalnya varises. Varises merupakan kasus kelainan pembuluh darah yang dapat berisiko menimbulkan serangan jantung. Hal ini terjadi apabila gumpalan darah yang terbentuk akibat varises terlepas kemudian mengikuti aliran darah kembali ke jantung.

Varises ringan dapat ditangani dengan penggunaan perban elastis atau stocking khusus untuk mengurangi risiko varises menjadi lebih parah. Namun, untuk kondisi varises yang sudah parah tindakan minimal invasive seperti Endo Venous Laser Ablation (EVLA) dapat dilakukan.

"Tindakan ini dilakukan dengan membuat sayatan kecil untuk memasukan kamera dan laser fiber yang akan bekerja melengketkan varises dari dalam kulit. Dengan EVLA, pasien hanya memerlukan anestesi lokal pada daerah varises yang akan ditangani dan hanya memerlukan satu hari perawatan di rumah sakit," ungkap Achmad Faisal, dokter spesialis bedah toraks dan kardiovaskular.

Untuk kasus penyakit dalam rongga dada, seperti tumor paru, benda asing di rongga dada, akumulasi udara atau cairan dalam rongga dada, serta penyakit keringat berlebih (hiperhidrosis), saat ini dapat juga ditatalaksana dengan tindakan Video Assisted Thoracoscopic Surgery (VATS) atau lebih dikenal dengan key hole operation (operasi lubang kunci) dengan sayatan yang sangat minimal.

Selain kemajuan pada penanganan gangguan kesehatan seputar jantung dan pembuluh darah, penanganan untuk gangguan urologi juga semakin berkembang, mengingat gangguan batu ginjal, batu saluran kemih, atau pembesaran prostat semakin banyak terjadi. Masalah-masalah urologi kini dapat ditangani dengan pembedahan minimal invasive bahkan non-invasive.

Hery Tiera, dokter spesialis bedah urologi yang berpraktik di RS Pondok Indah mengatakan, pada kasus batu di saluran kemih, pemilihan tindakan yang dilakukan pada pasien ditentukan berdasarkan lokasi, ukuran dan jenis batu yang terbentuk. Beberapa tindakan yang biasa dilakukan seperti Extracorporeal Shockwave Lithrotripsy (ESWL) atau tindakan non-invasif yang memanfaatkan gelombang kejut untuk menghancurkan batu.

"Alhasil tidak ada sama sekali luka sayatan pada tubuh pasien. Tetapi apabila batu yang terbentuk ukurannya lebih besar dan lokasinya lebih sulit, maka diperlukan tindakan yang berbeda, seperti Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL), Retrograde Intrarenal Surgery (RIRS), Uretheroscopy (URS), atau Litotripsi. Pemeriksaan awal dengan CT-urologi sangat dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa dan menentukan tindakan penanganan yang tepat untuk pasien," ungkapnya.

Selain itu pembesaran prostat masalah yang sering dialami pria khususnya yang berusia di atas 50 tahun, juga bisa diatasi dengan minimal invasive. Penanganan gangguan pembesaran prostat yang ringan dapat dilakukan dengan pemberian obat-obatan, tetapi untuk kasus lanjutan, tindakan minimal invasive seperti Transurethral Resection of Prostate (TURP) dapat dilakukan.

Tindakan ini dilakukan dengan teknik endoskopi tanpa sayatan, menggunakan kamera yang masuk melalui lubang berkemih. Kemudian, jaringan prostat di reseksi atau di evaporasi dari dalam menggunakan elektroda ataupun laser fiber dengan visualisasi langsung (direct vision). ima/R-1

Komentar

Komentar
()

Top