Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Mesin Parpol tak Optimal

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Oleh Benny Susetyo

Situs Bloomberg menilai hasil Pilkada 2018 "mengindikasi - kan masa jabatan kedua buat Jokowi" makin kuat. "Aliansi" Presiden Joko Widodo memimpin di sejumlah daerah pemilihan penting. Hasil ini menciptakan momentum baginya menjelang pilpres tahun depan. Media-media asing lainnya juga banyak menyoroti hasil Pilkada Jawa Barat. Harian Wall Street Journal menurunkan laporan berjudul "Kekalahan Partai-partai Islamis dalam Pilkada Mengendurkan Tekanan terhadap Presiden Indonesia."

Artikel tersebut menyebut para pemilih di negara berpenduduk muslim terbesar dunia menghadiahkan kemenangan bagi koalisi Presiden Joko Widodo dan mengendurkan tekanan terhadap sang pemimpin moderat dari rasa percaya diri kelompok muslim garis keras yang semakin besar menjelang pilpres tahun depan.

Sebaliknya, harian bisnis Jepang, Nikkei Asian Review (NAR), menganalisis hasil pilkada dengan lebih kritis. Menurut koran yang terbit di Tokyo itu, pilkada kali ini bisa dianggap sebagai peringatan kepada Presiden Joko Widodo perlu terus memperkuat dukungan. NAR juga menulis ketatnya persaingan dengan partai oposisi di sejumlah dapil penting akan mendorong Presiden Jokowi untuk membuat kebijakan yang lebih populis untuk mendulang suara pada pemilu tahun depan.

Analisis menguatkan posisi Jokowi bisa terpilih lagi menjadi presiden kecuali ada faktor X yang muncul sebagai alternatif seperti poros ketiga. Pilihan ketiga agak sulit melihat ego partai politik (parpol) masih terjebak kepada figur ketua partai yang menentukan pilihan bukan pada kebutuhan rakyat. Hal ini menyebabkan betapa sulit parpol menentukan lawan Jokowi. Apa pun yang terjadi pada pilkada serentak 27 Juni sebenarnya tidak banyak mengubah peta kekuataan politik karena sebenarnya mesin partai tidak optimal seperti selama ini dihembuskan di masyarakat.

Era pilkada orientasi pada kemampuan individu daripada roda mesin partai karena rezim pilkada lebih dominan kemampuan figur dibanding mesin parpol. Untuk membaca hasil pilkada ini bisa mengikuti teori marketing politik yang lebih mengandalkan kepopuleran calon di mata rakyat daripada kemampuan birokrasi dan manajemen. Sebab dalam study marketing politik individu di-branding dengan metode-metode pemasaran bisnis, sehingah produk bisa layak jual.

Sosok yang ditampilkan berorientasi kemampuan individu dalam menyakinkan pemilih. Peranan parpol kurang optimal, akhirnya partai hanya kendaraan yang dibeli dengan mahar. Hal ini terjadi akibat sistem politik yang demokrasi liberal, tanpa diimbangi kesadaran rakyat menjadi pemilih rasional.

Orientasi

Orientasi marketing politik lebih fokus pada produk yang ingin dipasarkan. Dalam study marketing politik. Pemasaran politik sebagai cabang kajian akademis sebenarnya sudah mulai menjadi perhatian ilmuwan komunikasi dan politik pada tahun 1950-an. Namun, implementasi konsep pemasaran politik baru berkembang tahun 1980-an ketika media televisi memiliki peran yang sangat penting dalam penyampaian pesan. Kajian pemasaran politik secara akademis dari waktu ke waktu mengalami pergeseran penekanan (Adman Nursal): Shama (1975) dan Kotler (1982): menekankan pada proses transaksi yang terjadi antara pemilih dan kandidat. OLeary dan Iradela (1976): menekankan pada penggunaan marketing mix untuk mempromosikan parpol. Lock dan Harris (1996): menekankan pada proses positioning. Sedangkan Wring (1997) memilih penggunaan riset opini dan analisis lingkungan. Dengan demikian, yang tampak baru dalam perkembangan pemasaran politik, pada penerapan riset pemasaran atau opini.

Konsep pemasaran mengalami pergeseran perspektif dari orientasi internal perusahaan ke orientasi pasar (market oriented). Perusahaan atau produsen saat ini tidak cukup hanya berorientasi pada produk. Mereka juga harus memperhitungkan kondisi pasar yang dihadapi.

Dalam orientasi pasar yang perlu diperhatikan orientasi pada konsumen (customer oriented) dan pesaing (competitor oriented). Konsep market oriented yang digunakan dalam pemasaran politik bukan berarti, parpol atau kandidat harus sepenuhnya memenuhi keinginan pasar. Sebab tidap-tiap parpol juga memiliki ideologi dan aliran pemikiran yang menjadi ciri khasnya.

Konvergensi yang ditawarkan dari pandangan pro kontra pemasaran politik bahwa pemasaran politik berbeda dengan komersial yang menjual partai atau kandidat kepada pemilih sebagai proses transaksional. Pemasaran politik memerlukan berbagai pendekatan keilmuan dan bersifat khas dibanding konsep pemasaran dalam ilmu ekonomi manajemen. Sebab produk politik sangat berbeda dengan produk komersial baik ditinjau dari karakteristik produk maupun karakteristik konsumen. Pemasaran politik memiliki dimensi yang lebih luas dan lebih kompleks.

Firmanzah dalam bukunya Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas mengatakan, yang penting disampaikan dalam konsep pemasaran politik harus menempatkan pemilih sebagai subjek, bukan objek dari parpol atau kandidat. Pemasaran politik menjadikan permasalahan yang dihadapi pemilih sebagai langkah awal dalam menyusun program kerja yang ditawarkan dengan bingkai ideologi tiap-tiap partai atau kandidat.

Pemasaran politik tidak menjamin sebuah kemenangan, tapi menyediakan tools untuk menjaga hubungan dengan pemilih. Dengan demikian, akan terbangun kepercayaan untuk selanjutnya memperoleh dukungan suara.

Pilkada langsung sebenarnya tidak mencerminkan mesin partai, tapi lebih sebagai upaya calon untuk memasarkan diri sendiri. Akibatnya ikatan emosional dengan partai dalam sistem koalisi yang cair tidak memberikan kontribusi besar kepada parpol pendukung calon terpilih. Sebab parpol mendukung tidak memberikan kontribusi yang optimal.

Apalagi pada era digital ini mesin partai tidak mampu bersaing dengan adaan yang disewa individu untuk memasarkan diri guna mencari dukungan suara. Dengan membaca realitas pilkada, rezim pencitraan individu akan sulit untuk mengeklaim bahwa mesin partai memiliki sumbangan signifan dalam pemenangkan pilkada.

Penulis seorang rohaniwan

Komentar

Komentar
()

Top