Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Merdeka Bagi Petugas Kebersihan

Merdeka dari Penjajah, Tetapi Belum Secara Ekonomi

Foto : Koran jakarta/Peri Irawan

Sanusi, petugas kebersihan Unit Pengelola Kawasan Monumen Nasional selesai menjalankan tugas.

A   A   A   Pengaturan Font

Menjelang Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, kawasan Monumen Nasional (Monas) memenunjukkan kemegahannya. Beragam nuansa merah putih, baik umbul-umbul, bendera dan lainnya dikibarkan mengelilingi kawasan ini.

Pun dengan kebersihannya. Di setiap sudut tak terlihat sampah atau daun-daun kering menumpuk di Taman Monas. Kawasan bersejarah ini berseri menyambut Hari Ulang Tahun (HUT-RI) ke - 72 Republik Indonesia dengan bersih dan meriah. Apalagi, Air Mancur Pesona kini telah diaktifkan menyambut pengunjung dengan muncratan air yang meliuk mengikuti irama.

Di balik keindahan Monas, sosok Sanusi, 60 tahun, petugas kebersihan Unit Pengelola Kawasan (UPK) Monas menjadi salah satu kuncinya. Ayah dari tujuh anak ini rela mendedikasikan diri untuk menjaga keasrian Monas setiap hari.

Terlihat pada Selasa (15/8) sore, pria berkumis ini begitu gesit menyapukan halaman taman Monas. Di tengah terik Matahari, dia kumpulkan sampah-sampah pohon dari sudut satu ke sudut lainnya. Peluh yang terus membasahi seragam kuningnya pun, tak ia rasakan demi keindahan Monas.

Pria asli Pandeglang, Banten ini telah mengabdi lebih dari 30 tahun di Monas. Beruntung, dirinya diangkat menjadi pegawai negeri sipil beberapa tahun lalu. Meski akhirnya harus segera pensiun karena usia yang telah lanjut.

Tak mau berdiam diri di rumah, Sanusi pun melamar kembali menjadi pekerja harian lepas (PHK) di UPK Monas. Tiga tahun berlalu, pria lulusan madrasah Tsanawiyah ini pun tetap menjadi petugas kebersihan. Dia bangga telah menjadi bagian penjaga keindahan kota Jakarta.

Usianya yang lanjut, tak menyurutkan semangatnya untuk menempuh perjalanan berpuluh-puluh kilometer setiap hari. Sejak pagi buta, pria yang tinggal di daerah Ciomas, Bogor itu, harus mengejar jadwal kereta listrik pertama agar tiba tepat waktu.

Namun, kemerdekaan Indonesia yang ke-72 tak terpancar dari raut wajahnya. Sanusi harus mengaku harus tetap bekerja di usia lanjutnya karena butuh. Menurutnya, kemerdekaan itu baru sebatas fisik. Pasalnya, bagi rakyat kecil seperti dirinya belum utuh.

Penghasilannya yang sebesar upah minimum provinsi (UMP) harus dicukup-cukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Dia pun harus merelakan kepergian tiga anaknya dan istri karena sakit yang tak berujung. Bersama empat anak lainnya, Sanusi tetap berjuang mengisi kemerdekaan yang tak menjanjikan.

Baginya, menjadi pegawai kecil dengan ekonomi lemah adalah takdir. Sama halnya dengan wafatnya tiga anak dan istri karena sakit. Meski terkadang dia menyesal, karena tak bisa mengobati penyakit anak-istrinya karena kondisi perekonomian keluarga yang labil.

Saat ini, Sanusi tetap bangga hidup di tanah merdeka. Merdeka dari penjajah, tapi belum merdeka dari gempuran ekonomi. Sanusi tetap menjalani hidup yang belum makmur walau puluhan tahun mengabdi. peri irawan/P-5


Redaktur : M Husen Hamidy

Komentar

Komentar
()

Top