Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Mengelola Uang

Menyelesaikan Utang dengan Mediasi

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

"Mohon bantuannya, saya sedang bermasalah dengan bank. Saya kesulitan untuk melunasi KTA sehingga utang saya terhadap bank itu membengkak sampai Rp 70 juta. Gara-gara itu, saya diteror terus baik lewat telepon maupun debt collector untuk segera menyelesaikannya. Kira-kira apa yang saya lakukan?"

Rentetan kalimat itu biasanya sering muncul di rubrik tanya jawab dengan pakar perencana keuangan di media massa. Cukup banyak orang yang minta masukan bagaimana menyelesaikan utang di bank yang menumpuk karena gagal bayar.

Kegagalan bayar pada kredit jenis ini memang membuka masalah besar. Lebih besar lagi karena produk pinjaman tanpa agunan dari bank itu bunganya tinggi.

"Mengapa? Karena risikonya tinggi, dalam istilah perbankan kredit itu disebut clean loan. Artinya, hanya reputasi peminjam saja yang jadi patokan bank mencairkan kredit. Bank bakal kena risiko tinggi jika terjadi gagal bayar. Nah, risiko tinggi ini yang membuat bank membebani bunga tinggi," ungkap Piter A Redjalam, pengamat perbankan sekaligus Direktur Riset Core Indonesia.

Meski KTA adalah utang tanpa jaminan, bukan berarti bank tak dapat menyita barang nasabah jika terjadi kredit macet. Bank bisa membawa kasus ini ke pengadilan untuk membuat pailit dan menyita aset nasabah.

Lain halnya kredit dengan jaminan di mana dalam perjanjian kredit menyebutkan secara khusus aset atau barang yang dijaminkan. Artinya, jika terjadi gagal bayar maka bank - dalam batas-batas tertentu - bisa menyita agunan tersebut.

"Bagaimanapun, tak ada masalah yang tak bisa diselesaikan. Termasuk utang kredit. Dalam kasus gagal bayar salah satu penyelesaiannya bisa lewat bantuan Mediasi Perbankan seperti yang diamanatkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 8/5/PBI/2006," ujarnya.

Mediasi perbankan jadi langkah penyelesaian jika dialog dengan pihak internal bank sudah mentok. Di sini pihak BI akan menjadi 'wasit' yang berdiri di posisi netral antara nasabah dan bank. Penyelesaian sengketa lewat mediasi perbankan punya sejumlah keunggulan, antara lain gratis, jangka waktu mediasi paling lama 60 hari kerja sejak penandatangan perjanjian mediasi, prosesnya dilakukan secara informal dan fleksibel.

Sengketa dapat diselesaikan mediasi perbankan apabila memenuhi kriteria di bawah ini :

  1. Bila nasabah tak puas dengan solusi dari saluran pengaduan nasabah di bank
  2. Sengketa yang dapat diajukan penyelesaiannya bila nilainya di bawah Rp 500 juta
  3. Belum pernah dimediasi sebelumnya baik oleh BI atau lembaga mediasi lainnya
  4. Tidak dalam proses atau telah diputus lembaga arbitrase atau pengadilan. Atau belum ada kesepakatan yang dimediasi lembaga lainnya seperti Pusat Mediasi Nasional, YLKI, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, dan lainnya.
  5. Sengketanya belum kadaluwarsa, yaitu sengketa yang masa pengaduannya belum melampaui 60 hari kerja sejak disampaikan bank kepada nasabah.

"Dalam upaya mediasi perbankan, BI berperan sebagai mediator yang mempertemukan nasabah dan bank guna mencari penyelesaian. Dengan begitu, BI dalam posisi netral, memotivasi, mendorong, dan mengarahkan pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian," jelasnya.

Terakhir, BI juga tak memberikan rekomendasi atau keputusan. Sebisa mungkin kesepakatan berasal dari pihak yang bersengketa.

Langkah yang Mesti Ditempuh

Ada sejumlah hal yang mesti diperhatikan sebelum melakukan upaya mediasi terkait penyelesaian utang. Berikut beberapa diantaranya.

  1. Pastikan sengketa sudah memenuhi persyaratan.
  2. Ajukan permohonan secara tertulis dalam format yang dibuat BI ke Departemen Investigasi dan Mediasi Perbankan.
  3. Sertakan dokumen pendukung seperti salinan surat hasil penyelesaian pengaduan yang diberikan bank kepada nasabah, salinan identitas diri, pernyataan di atas materai kalau sengketa belum pernah diproses di lembaga arbitrasi maupun pengadilan.
  4. Ikuti proses mediasi
  5. Patuhi hasil mediasi

Sekali lagi, utang adalah utang, bukan duit yang turun dari langit. Makanya, perlu perencanaan matang, termasuk memperkirakan masalah yang dapat mengganggu pelunasan. ima/R-1

Berkas Tak Lengkap

Contoh kasus berikut merupakan upaya mediasi yang dilakukan antara pihak bank dengan nasabahnya, di mana kasus tersebut sudah bergulis di pengadilan.

Sidang gugatan perdata nasabah terhadap J Trust Bank (JTB) dan J Trust Investment (JTI) kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (29/4).

Dari pihak tergugat, perwakilan JTB, JTI serta notaris hadir memenuhi panggilan sidang. Majelis Hakim memberikan waktu satu minggu untuk tergugat melengkapi AD/ART.

"Kita belum bisa masuk mediasi," kata Majelis Hakim. Hingga sidang kembali ditunda satu minggu, yakni 6 Mei 2019 dengan catatan pihak tergugat melengkapi berkas administrasi.

Ditemui usai sidang, bagian legal JTI, Lutfi mengaku akan melengkapi berkas yang diminta majelis pada sidang selanjutnya. "Sudah kami lampirkan (AD/ART). Namun ada yang kurang," ucapnya.

Soal mediasi, perwakilan JTB meminta sabar dan mengikuti prosesnya."Nanti lah, kita ikuti saja prosesnya," ucapnya.

Gugatan ini berawal saat Priscillia Georgia merasa diperlakukan semena-mena oleh JTI Indonesia. Alih-alih restrukturisasi, JTI justru menyita rumahnya.

Priscillia mengatakan, sebagai perusahaan asing yang bergerak di usaha perbankan, seharusnya JTI tidak semena-mena terhadap nasabah WNI. Tidak sedikit nasabah menderita hal yang sama. Bedanya nilai yang Priscillia perjuangkan Rp 1,8 miliar, sementara yang lain ada yang menyentuh Rp 28-500 miliar.

Priscillia juga telah melayangkan upaya banding atas putusan PN Cibinong Kelas 1A Nomor 169/Pdt.Bth/2018/PN.Cbi. Sengketa berawal dari mekanisme pelimpahan kredit KPR dari PT Bank J Trust kepada JTI Indonesia.

Priscilla menyebutkan dirinya melaksanakan akad pada 2011 dengan Bank Mutiara dan tidak pernah melibatkan JTI Indonesia. Akad pun disebut Priscilla dengan skema cicilan Rp 21 juta per bulan.

Dia mengaku tidak mendapatkan pemberitahuan mengenai pelimpahan kredit dari Bank Mutiara kepada JTI Indonesia atas piutangnya. Masalah bermula saat pihak JTI Indonesia menagih Priscilla secara cash and carry piutang yang belum dibayarkan.

Jumlah piutang Priscilla yang bermula Rp 1,8 miliar menjadi Rp 3,7 miliar dan tuntutan untuk membayar secara cash and carry membuatnya melayangkan gugatan ke PN Cibinong. Ia menjelaskan sebelumnya sudah mencicil utangnya total sebesar Rp 300 juta.

Sebelum melayangkan gugatan guna mempertahankan rumahnya, Priscilla mengaku telah melakukan beberapa itikad baik untuk melunasi utangnya, namun tidak disetujui pihak JTI.

Pihak JTI tetap berpegang bahwa Priscilla harus membayar cash and carry. Hingga akhirnya pihak JTI menyebutkan jika Priscillia ingin mengambil kembali rumah tersebut harus membayar Rp 3,7 miliar secara tunai. ima/R-1

Komentar

Komentar
()

Top