Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Jakarta Dance Meet Up

Menuangkan Inspirasi dalam Gerak Sinergi

Foto : dok. leo muliadi
A   A   A   Pengaturan Font

Komite Tari Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) kembali mengadakan program kelanjutan dari Jakarta Dance Meet Up (JDMU) yang terlaksana pada 2017. JDMU merupakan upaya untuk memetakan, memfasilitasi, dan merangkul komunitas tari di Jakarta.

Platform ini memberikan ruang apresiasi dan edukasi yang berkelanjutan bagi pelaku seni tari ibukota yang masih minim kesempatan. Di samping itu, JDMU juga menjadi tempat yang tepat untuk berjejaring antar komunitas atau sanggar tari yang memiliki karakter yang berbeda.

"Karena persoalan tari itu regenerasi dan komunitaskomunitas tari itu bergeraksendiri-sendiri sehingga tidak bisa saling tukar informasi dan terhubung, gak ada yang mempersatukan dan memberi mereka ruang," ujar Hartati, Ketua Komite Tari DKJ.

Maka dari itu, komite tari DKJ sepakat untuk mengadakan JDMU sebagai ruang yang mempersatukan komunitas tari dan sanggar untuk berkarya bersama dengan kemampuan,keinginan dan wawasan masing- masing, sehingga mereka dapat saling belajar karya yang lain dengan gaya yang berbeda.

Namun berbeda dengan JDMU tahun lalu, kali ini JDMU Selection hanya menampilkan 6 komunitas tari terpilih dari 25 komunitas yang telah mengikuti JDMU reguler. Tati, sapaannya, mengutarakan bahwa melihat komunitas dan koreografer terpilih itu tidak hanya memiliki keinginan untuk berkembang, tetapi juga untuk maju sehingga DKJ mendukungnya lewat JDMU Selection ini.

"Enam koreografer terpilih ini tidak hanya pada karyanya, tetapi juga kita melihat bahwa komunitasnya yang juga mendukung mereka untuk berkembang. Kita membuka kemungkinan, bahwa inilah yang sesuai dan bisa lebih berkembang untuk program JDMU selanjutnya, juga mengenai keberagaman genre yang dihadirkan, menjadi alasan kami memilih mereka," jelasnya.

Di JDMU pun Komite Tari DKJ tidak menentukan tema tertentu pada komunitas dan sanggar yang berpartisipasi. Hal itu dikarenakan mereka ingin menerima semua komunitas yang ikut agar dapat menampilkan genre dan gaya tari mereka masing- masing.

Sama halnya dengan JDMU Selection, mereka terbuka dengan apa yang akan ditampilkan komunitas tari dengan mematangkan karya yang mereka sudah ada atau memberikan gagasan yang baru.

"Karena ini ruang terbuka untuk koreografer, tetapi ada arahan dan evaluasi," kata Tati. Pada JDMU Selection menampilkan komunitas tari dari beragam genre. Ada Andhini Rosawiranti dari Namarina Dance Academy, Josh Marcy Putra Pattiwael dari Indonesian Dance Theatre, Kresna Kurnia Wijaya koreografer EKI Dance Company, Gege Diaz dari Cipta Urban TIM, Siti Suryani koreografer citra Art Studio dan koreografer Ali Dance Company yaitu Irfan Setiawan.

Tema tentang Manusia dan Kehidupan

Adapun tema yang ditampilkan oleh setiap komunitas secara beragam, namun kebanyakan mengambil tema tentang manusia dan kehidupan di sekitar.

Irfan Setiawan dengan karya berjudul Melo Sang mengangkat penafsiran filosofi lada pada masyarakat Kepulauan Bangka Belitung. Melo Sang memiliki makna bagaimana merawat lada selayaknya merawat anak sendiri yang kemudian dikaitkan sebagai fase kehidupan manusia.

Dalam proses penyempurnaan lada putih, terdapat fase di mana masyarakat Bangka melakukan perendaman biji lada di sungai yang mengalir untuk memudahkan pembusukan pada kulit lada. Kemudian lada digilas dengan cara diinjak-injak supaya kulit terpisah untuk dapat menjadi lada putih yang lebih bernilai.

"Jadi prosesnya hampir mirip dengan merawat anak karena prosesnya yang panjang dan intens. Menurut saya, mereka benar-benar ikhlas merawat ladang setiap hari dan menjadi kebudayaan sehingga dapat memberikan hasil yang setimpal dan itu yang ingin disampaikan," kata Irfan.

Sementara Gege Diaz dengan karyanya Ina Ama yang berarti Mama dan Bapak menceritakan penggambaran dari sosok orang tuanya. Ia mengambil kehidupan orang tua seperti apa, seperti mama yang berladang dan bapak yang pergi melaut, atau mama yang jauh lebih sabar dan bapak yang lebih tegas.

"Saya ingin menyampaikan melalui karya ini, bahwa kedua sisi ini ada di dalam kehidupan kita sehari-hari. Kebaikan untuk kejahatan, dan kejahatan untuk kebaikan. Ada pola-pola buruk yang tidak selalu buruk," ujar Gege.

Ia mengambil musik dasar dan tarian perang Adonara, NTT yang khas dengan gerakan hentakannya.

Siti Suryani bersama dengan Citra Art Studio membawakan tarian yang berkisah tentang Kabupaten Natuna di Kepulauan Riau bertajuk Sedanau.

Ia terinspirasi pada fenomena kehidupan masyarakat yang pada bulan-bulan tertentu mengalami musim utara, di mana membuat perekonomian dan kegiatan masyarakat di sana lumpuh. Jika biasanya mereka pergi ke laut untuk mencari ikan, pada musim utara mereka hanya dapat menangkap ikan di sungai dan memakan sagu sebagai pengganti nasi.

"Jadi menggambarkan suasana duka mereka dan semangat berjuang di musim itu, karena bagaimana pun mereka ingin tetap hidup dengan normal," kata Suryani.

Pengembangan Imaginasi

Sementara itu, Josh Marcy Putra Pattiwael dan Kresna Kurnia Wijaya lebih mengambil tema yang ada pada kehidupan sosial masyarakat. Josh dari Indonesian Dance Company menampilkan karya berjudul Pedestrian yang terinspirasi dari pola-pola dan bentuk gerak tubuh di kawasan urban pedestrian.

Karya ini berusaha melihat kembali setiap pergerakan individu di dalam kebebasannya, keterbatasannya, kebersamaan, dan juga kesendirian.

"Jadi bagaimana pergerakan orangorang ini sangat menarik, tentang keindividualitasnya yang membuatnya bergerak sendiri-sendiri," kata Josh.

Sedangkan Kresna membawakan karya baru berjudul No Distinction yang menggambarkan fenomena masyarakat zaman sekarang ketika semakin menipisnya antara laki-laki dan perempuan. Perempuan dapat melakukan pekerjaan lak-laki, dan laki-laki pun tidak malu lagi melakukan pekerjaan yang biasanya dilakukan perempuan.

"Jadi imajinasinya berkembang bagaimana kalau batasan antara laki-laki dan perempuan itu tidak ada, sehingga laki-laki dan perempuan menjadi sesuatu yang rancu," jelas Kresna.

Bentuk-bentuk gerakan yang ia coba tampilkan pun berkolaborasi antara gerakan yang feminim dan maskulin dengan pilihan kostum dan makeup pula yang cenderung unisex.

Berbeda dari Josh dan Kresna, Andhini Rosawiranti memberikan penggambaran beragam jenis energi dalam bentuk tarian balet modern. Ia ingin menceritakan bahwa sifat-sifat energi sama seperti manusia, di mana energi juga menuju suatu sumber, berdiri sendiri, menerangi, dan berinteraksi.

"Energi ini memakai berbagai pola simbol lampu dan kostum, dan ingin memadukan dengan tarian balet modern sehingga dapat menimbulkan gerakan yang lebih artistik," ujar Andhini.

Dengan adanya program JDMU Selection, Komite Tari DKJ berharap dapat memberikan inspirasi kepada para komunitas dan sanggar tari untuk sama-sama bersinergi dan melestarikan kesenian tari khususnya di Jakarta.

gma/R-1

Komentar

Komentar
()

Top