Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Menjaga Stabilitas Rupiah

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sejak pekan lalu hingga awal pekan ini kian terpuruk hingga mendekati level 14 ribu rupiah. Posisi ini disebut-sebut terlemah sejak tahun 2016, karena waktu itu kurs rupiah di kisaran 13.900 rupiah per dollar AS.

Seolah berpengalaman menghadapi gejolak rupiah selama ini, pejabat Bank Indonesia (BI) maupun pemerintah tampaknya tidak terlalu panik dengan penurunan kurs itu. Bahkan, masing-masing bersikukuh bahwa penyebab pelemahan rupiah karena faktor eksternal, yakni perbaikan ekonomi Amerika Serikat (AS) yang membuka peluang kenaikan imbal hasil (yield) surat utang negara tersebut atau kerap disebut US Treasury.

Bukan itu saja, upaya bank sentral AS, The Fed, menaikan suku bunga acuan secara bertahap juga membuat terjadinya perpindahan dollar AS dari negara-negara berkembang atau capital outflow. Bahkan, strategi AS menahan investasi Tiongkok melalui sejumlah regulasi ikut pula membuat pasar keuangan berpaling ke AS kembali.

Namun demikian, pelemahan rupiah juga disebabkan faktor dalam negeri, di antaranya membesarnya defisit transaksi berjalan pada tahun 2018 dibandingkan pada tahun lalu. Kondisi tersebut disebabkan meningkatnya impor bahan baku dan barang modal.

Menurut BI, melebarnya defisit transaksi berjalan tersebut merupakan konsekuensi ekonomi yang bergerak. Selain itu, ada pula risiko intlasi karena kemungkinan harga minyak dunia yang mengalami kenaikan.

Kita patut mengapresiasi langkah otoritas moneter menyikap pelemahan rupiah. Paling tidak, dengan sikap tidak panik memberikan kepastian bagi masyarakat bahwa kondisi rupiah sekarang ini masih aman. Toh, perkembangan global yang dinamis berdampak pada performa nilai tukar di banyak negara, termasuk rupiah. Artinya, jangan sekadar melihat angkanya, tapi harus juga melihat perkembangan mata uang lainnya seperti apa.

Selain itu, performa rupiah lebih baik dibanding dengan banyak negara. Sebagai contoh, kinerja rupiah month to date sampai 20 April hanya melemah 0,79 persen sementara India, Malaysia, Turki dan lain-lain, terdepresiasi lebih dalam. Hitungan BI, kinerja rupiah year to date terdrepresiasi 2,23 persen. Adapun mata uang lain, seperti peso Filipina, rupee India, real Brasil melemah menembus 3 persen sampai 6 persen.

Kita berharap pelemahan rupiah hanya sementara. Sebab, jika melihat kondisi perekonomian Indonesia yang terus membaik, seperti penilaian lembaga-lembaga peringkat utang internasional maupun prediksi Dana Moneter Internasional (IMF) maupun Bank Dunia, sudah seharusnya faktor eksternal memberikan manfaat bagi stabilitas kurs rupiah.

Untuk itu, di tengah gejolak pasar uang seperti sekarang ini, pemerintah bisa mendapatkan berkah dari kegiatan ekspor. Paling tidak, penguatan dollar AS akan memacu para eksportir meningkatkan perdagangan. Bersamaan dengan ini, daya saing produk Indonesia juga bisa meningkat sehingga menambah daya tawar di tingkat global.

Ya, dengan level rupiah terbaru itu, pemerintah dan BI perlu lebih berhati-hati dalam mengelola kebijakan serta ekspektasi pasar. Sebab, salah sedikit saja, dampaknya terhadap pelemahan rupiah bisa berlanjut.

Di sinilah dibutuhkan pengatur kebijakan dan informasi yang cerdas. Ditambah dengan pengalaman Indonesia menghadapi krisis dan mampu keluar dari tekanan global, sudah seharusnya kondisi sekarang memberikan manfaat yang besar bagi pembangunan ekonomi nasional.

Paling tidak, cadangan devisa yang kita miliki sekarang tidak tergerus lebih dalam lagi. Selain itu, kemampuan pengelolaan anggaran negara pun terkendali dengan strategi menjaga meningkatkan

kepercayaan investor di pasar uang maupun pasar modal. Lagi-lagi kuncinya adalah menjaga stabilitas ekonomi nasional.

Komentar

Komentar
()

Top