Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Menjaga Modal Pembangunan

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Oleh Dewa Gede Sidan Raeskyesa,MSC

Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo sempat memberikan pidato di acara deklarasi alumni Pangudi Luhur "Berbeda tapi Bersatu". Presiden menceritakan pembangunan infrastruktur fisik (jalan, jembatan, dsb), terutama Indonesia timur seperti Papua. Disinggung pula keberagaman sosial dari suku, budaya, dan agama yang mesti dijadikan modal pembangunan.

Pertanyaannya, mengapa keragaman sosial sebagai modal pembangunan? Teori pembangunan ekonomi mengatakan suatu negara dapat mengakumulasi modal fisik, manusia, pengetahuan, dan sosial (Kuncoro, 2010). Modal fisik adalah variabel-variabel yang disinggung dalam teori pertumbuhan Solow (1957), seperti infrastruktur, jumlah penduduk, dan kekayaan alam.

Menurut Presiden, pembangunan infrastruktur bukan hanya jalan, jembatan, atau bandar udara, melainkan juga akses kepada seluruh daerah. Dalam jangka panjang, pembangunan infrastruktur terus dilakukan untuk menurunkan biaya transaksi ekonomi dan meningkatkan daya saing negara. Menurut Global Competitiveness Index 2018, infrastruktur Indonesia berada di peringkat 71, di bawah Malaysia (32) dan Thailand (60).

Selanjutnya, variabel populasi dan sumber daya alam jumlahnya melimpah. Mampukah itu membawa Indonesia sejahtera? Untuk menjawabnya, harus berkaca pada modal pembangunan negara terutama pengetahuan dan manusia. Pengetahuan penting terutama setelah ekonom Joseph Stiglitz (1999) menawarkan konsep Knowledge for Development (pengetahuan untuk pembangunan).

Konsep ini sejalan dengan ekonom lain seperti Paul Romer. Katanya, ide menjadi bagian penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Ide yang digolongkan sebagai intangible knowledge diharapkan mampu menghasilkan sebuah penemuan (invention) baru berupa alat-alat produktif yang membantu manusia (negara) membangun. Hal ini akan melahirkan inovasi (innovation) pada proses percepatan pembangunan.

Berdasarkan Global Innovation Index 2018, untuk menciptakan inovasi dibutuhkan kombinasi infrastruktur, institusi, riset, ilmu pengetahuan dan ide untuk diimplementasi. Ini bisa mendorong perkembangan kemampuan menciptakan sesuatu yang baru dan produktif yang disebut wirausaha (entrepreneurial performance).

Menurut Joseph Schumpeter, kemampuan wirausaha merupakan bentuk modal manusia (human capital). Namun perihal inovasi, Indonesia berada di peringkat 85 dari 126 negara. Iniberbeda dengan Singapura peringkat 5, Malaysia (35), dan Thailand (44). Untuk riset dan pengembangan, Indonesia hanya mengalokasikan 0,1 persen dari PDB. Ini lebih kecil dari Thailand (0,5 persen), Malaysia (1,3 persen), dan Singapura (2,2 persen). Sumber daya manusia Indonesia masih berada di peringkat 116 dari 189 negara. Kita kalah jauh dari Thailand (85), Malaysia (85), dan Singapura (9).

Indonesia terkenal dengan keberagaman sosial baik dari agama, budaya, dan adat istiadat. Modal pembangunan tipe ini dikenal sebagai modal sosial (social capital). Di sini, Presiden Jokowi menerangkan pentingnya persatuan serta saling menghargai dan menghormati segala perbedaan. Toleransi penting untuk meningkatkan kooperasi dan kekompakan masyarakat demi tujuan yang satu. Hal ini disebut sebagai kohesi sosial (social cohesion).

Slim (1995) mengutarakan salah satu kekuatan yang membantu proses pembangunan dengan menjaga keharmonisan masyarakat agar kohesi sosial tetap positif. Bangsa Indonesia patut bangga karena kaya akan penghormatan dan toleransi terhadap keberagaman. Ini terwujud dalam semboyan dan falsafah dasar kehidupan bangsa mulai dari Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila.

Lebih dalam lagi, di setiap daerah ada kearifan lokal yang menjaga hubungan masyarakat tetap positif. Misalnya, di Bali ada Tri Hita Karana yang mengajarkan keseimbangan dan keharmonisan hubungan baik secara vertikal (keimanan) dan horizontal (manusia, lingkungan, dan ciptaan Tuhan lainnya). Persatuan dan keharmonisan menciptakan masyarakat inklusif guna menjaga modal sosial. Mengapa modal sosial penting?

Dari sudut pandang ekonomi, modal sosial yang berupa budaya dan kearifan lokal salah satunya bisa mendorong kegiatan perekonomian bidang pariwisata. Para wisatawan luar dan dalam negeri tidak hanya liburan untuk menikmati keindahan alam Indonesia, tapi juga kearifan lokal dan budayanya.

Di lain sisi, modal sosial berupa inklusifitas masyarakat, saling menerima, dan menghargai perbedaan, serta kemampuan bekerja bersama berdampak signifikan terhadap kegiatan ekonomi secara umum. Masyarakat inklusif dan penuh toleransi dipenuhi rasa percaya satu sama lain. Mereka jauh dari rasa curiga dan ego untuk menang sendiri.

Hal ini bisa mengurangi munculnya konflik sosial dan meningkatkan stabilitas sosial politik dalam negeri. Dengan begitu, masyarakat bisa leluasa dan nyaman bekerja bersama berproduksi.

Sebaliknya

Sebaliknya, bila modal sosial terkikis, konflik masyarakat akan muncul dan meruntuhkan investasi serta infrastruktur publik yang telah dibangun. Perekonomian negara pun akan lumpuh. Berdasarkan Social Progress Index (2018), inklusivitas Indonesia di peringkat 99 dari 146 negara. Peringkat ini perlu diperbaiki dari sisi kebebasan individu, terutama kebebasan beragama.

Indonesia berada pada peringkat 118 dari 146 negara dan sebuah peringatan bangsa, seperti dipesankan Presiden Soekarno. Katanya, "Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhan-nya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara berkebudayaan, yakni dengan tiada egoisme agama,"

Banyak cara menciptakan masyarakat inklusif dan melestarikan modal sosial. Misalnya, pemerintah terus menurunkan kesenjangan sosial agar meminimalkan ketidakstabilan sosial masyarakat (Alesina & Perotti, 1996). Pemerintah juga bisa belajar dari program Erasmus di Eropa. Program pertukaran pelajar terjadi antarnegara di benua Eropa.

Jika diterapkan, pelajar atau mahasiswa Jakarta dapat bertukar dengan pelajar dari lain provinsi. Mereka akan belajar budaya serta kondisi sosial ekonomi setempat. Hal ini akan meningkatkan skill beradaptasi di dunia profesional dan menumbuhkan kesadaran satu bangsa yang inklusif.

Bulan April 2019, pesta demokrasi memilih pemimpin baik presiden maupun wakil rakyat. Apa yang akan terjadi dengan seluruh modal pembangunan tadi pascapemungutan? Rakyat hendaknya memilih pemimpin berdasarkan program dan fokus yang dijalankan pemerintah atau ditawarkan capres-cawapres 2019. Apakah mereka berfokus untuk melestarikan seluruh modal pembangunan? Karena dengan modal itu kita membangun perekonomian yang menyejahterakan seluruh bangsa.

Menjaga dan melestarikan modal pembangunan adalah tugas semua rakyat bersama-sama pemimpin negara. Dilandasi semangat gotong-royong dan toleransi mari pergunakan modal pembangunan negara (kekayaan alam, infrastruktur publik, sosial budaya dan manusia) untuk membangun perekonomian yang lebih baik. Kita juga harus melestarikan dasar negara Pancasila. Semuanya untuk mencapai cita-cita menjadi bangsa bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.

Penulis Lulusan Johannes Gutenberg Universitat Mainz, Germany

Komentar

Komentar
()

Top