Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Tari Jaipong

Menjadi Pelajaran Ekstrakurikuler di Beijing

Foto : ANTARA
A   A   A   Pengaturan Font

Beragam kebudayaan Nusantara acapkali menarik perhatian warga dunia. Salah satunya Tari Jaipong yang notabene tari kebudayaan yang berasal dari Provinsi Jawa Barat, yang ditetapkan menjadi pelajaran ekstrakurikuler sekolah menengah atas di Tiongkok.

Salah satu tari budaya Nusantara yakni Tari Jaipong menjadi salah satu mata pelajaran ekstrakurikuler di Sekolah Menengah Atas Negeri 39 Beijing, Tiongkok.

Sedikitnya 60 siswa-siswi SMA yang berlokasi di pusat kota tersebut, Rabu (28/11), mengikuti pelajaran tarian tradisional khas Provinsi Jawa Barat itu.

Dalam waktu 1,5 jam, para siswa-siswi dari Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Thailand, Indonesia, dan Argentina sudah bisa menirukan gerakan sesuai instruksi Titik Parmuji, pengajar dari Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta.

Para pelajar dari berbagai negara itu juga terlihat bersemangat mana kala tarian yang dipelajarinya itu diiringi dengan lagu Sunda berjudul Burung Dadali.

Namun yang paling antusias mengikuti pelajaran tersebut para siswa lokal Tiongkok, sampai-sampai ruang kelas ekstrakurikuler tidak mampu menampung.

Sebagian murid lokal mengikutinya pada pertengahan sesi pelajaran karena mereka tidak tertampung pada sesi sebelumnya.

"Setiap pekan ada dua kali pelajaran kesenian. Kali ini kami dapat dukungan dari Kedutaan Besar RI (KBRI) Beijing untuk memberikan pelajaran kesenian tradisional Indonesia," kata Zuo Fulin, Wakil Kepala SMA Negeri 39 Beijing.

Menurut dia, anak didiknya sudah sangat familiar dengan kesenian tradisional Nusantara, terutama angklung.

"Hampir setiap tahun kami selalu menggelar pertunjukan angklung oleh para siswa. Kami juga memperkenalkan kesenian angklung kepada warga Luoyang (Provinsi Henan) saat para siswa studi tur ke sana," ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut Zuo menyampaikan terima kasih kepada Atase Pendidikan KBRI Beijing atas fasilitas pelajaran kesenian tradisional Nusantara. pur/R-1

Kesenian Sunda Tampil di Belanda

Pada kesempatan yang berbeda, alunan musik tradisional bernuansa Tanah Sunda mengiringi tarian yang dibawakan duo Amie dan Febrina Tanoewidjaja yang tergabung dalam InaDance, kelompok tari tradisional Indonesia berbasis di Belanda.

"Persembahan Tari Ringkang Mojang/Kaca-kaca membuka acara Diplomats Meet and Greet yang digelar di Ruang Senator di Den Haag," ungkap Renata Siagian, Minister Counsellor Fungsi Pensosbud KBRI Den Haag, Belanda, pekan lalu.

Diplomats Meet and Greet merupakan kegiatan rutin bulanan yang diadakan Diplomat Magazine bersama perwakilan asing di Den Haag, ajang promosi negara yang terpilih sebagai tuan rumah yang bulan ini, KBRI di Den Haag terpilih menjadi tuan rumah.

Untuk itu, Dubes RI untuk Kerajaan Belanda, I Gusti Agung Wesaka Puja mengundang diplomat dari berbagai negara sahabat yang sedang bertugas di Belanda, sejumlah mitra kerja KBRI Den Haag dan insan pers.

Sekitar 200 orang hadir dalam Diplomats Meet and Greet, di antaranya adalah Duta Besar Palestina, Rawan Sulaiman, Dubes Kroasia, Andrea Gustovic-Ercegovac dan Dubes Irak, Saywan Barzani.

KBRI Den Haag menampilkan berbagai ragam kuliner khas Tanah Air, di antaranya sate, gado-gado, siomai dan nasi goreng. Selain tarian tradisional Indonesia dan permainan piano oleh Stephanus Maximilian Harsono, mahasiswa kelahiran Semarang yang belajar musik di Conservatory Amsterdam.

Dalam acara tersebut, KBRI Den Haag memperkenalkan minuman beralkohol dengan cita rasa Indonesia, spekkoek (lapis legit), dari Sayah Liquor.

Dalam acara tersebut Marc Pieplenbosch mempresentasikan produknya, Sayah Liquor, minuman beralkohol dibuat berdasarkan resep keluarga, dengan rasa asli spekkoek. Sayah Liquor mengandung rempah-rempah khas Indonesia, yang didatangkan khusus ke Belanda dari Indonesia.

Setelah presentasi Marc Pieplenbosch, mengajak undangan menikmati makanan yang telah dihidangkan dan mencicipi minuman Sayah, sambil menikmati permainan piano Stephanus Maximilian Harsono.

"Makanannya enak-enak, juga minuman itu," kata Marwan Osseiran, yang berasal dari Libanon, sambil menunjuk gelas-gelas shot yang berisi Sayah Liquor.

Alfred E Kellermann, Visiting Professor pada Asser Institute Den Haag, memuji diadakannya Diplomats Meet and Greet sore itu. "Saya sangat menikmati acara sore ini, menikmati makanan dihidangkan, karena saya memang pecinta makanan Indonesia," katanya.

Sementara para tamu menikmati suguhan makanan, dua penari InaDance tampil membawakan tari Jaipong. Suasana makin meriah ketika penari mengajak sejumlah tamu ikut berjaipong. pur/R-1

Ikon Kesenian Jawa Barat

Tari Jaipong lahir dari kreativitas seorang seniman Bandung bernama Gugum Gumbira yang menaruh perhatian besar pada kesenian rakyat seperti tari pergaulan Ketuk Tilu. Gugum Gumbira memang sangat mengenal pola-pola gerak tari tradisional Ketuk Tilu, seperti gerak bukaan, pencugan, nibakeun, dan gerakan-gerakan lainnya.

Pada awal kemunculannya, Tari Jaipong disebut dengan Ketuk Tilu Perkembangan karena tarian ini memang dikembangkan dari tari Ketuk Tilu.

Karya Gugum Gumbira yang pertama kali dikenal masyarakat adalah Tari Jaipong Daun Pulus Keser Bojong dan Rendeng Bojong. Dari kedua jenis tarian itu, muncullah sejumlah nama penari Jaipong yang terkenal seperti Tati Saleh, Eli Somali, Yeti Mamat, dan Pepen Dedi Kurniadi. Kemudian pada 1980-1990-an, Gugum Gumbira kembali menciptakan tari lainnya seperti Toka-toka, Setra Sari, Sonteng, Pencug, dan lain-lain. Kembali lagi muncul penari-penari Jaipong yang handal seperti Ine Dinar, Aa Suryabrata, Yumiati Mandiri, Asep Safaat, Iceu Effendi, dan beberapa penari lainnya.

Bisa dikatakan, Tari Jaipong sudah menjadi salah satu ikon kesenian Jawa Barat, dan sering dipertontonkan pada acara-acara penting untuk menghibur tamu dari negara asing yang datang ke Jawa Barat. Juga, saat melakukan misi kesenian ke mancanegara. Padahal di awal kemunculannya, tarian ini sempat menjadi perbincangan hangat, terlebih karena gerakan-gerakannya yang dianggap erotis dan vulgar.

Tapi hal itu justru membuat Tari Jaipong mendapatkan perhatian dari media, termasuk ditayangkannya Tari Jaipong pada 1980 di TVRI Jakarta. Semenjak itu, Tari Jaipong semakin populer dan frekuensi pementasannya pun semakin bertambah.

Kelahiran Tari Jaipong pun menginspirasi para penggerak seni tari tradisional untuk lebih aktif lagi menggali jenis tarian rakyat yang sebelumnya kurang mendapat perhatian. Kemunculan jenis tarian ini juga membuka lahan usaha bagi para pegiat seni yang membuka kursus untuk belajar Tari Jaipong. Sementara pengusaha hiburan malam memanfaatkan Tari Jaipong untuk memikat pengunjung tempat usahanya. pur/R-1

Komentar

Komentar
()

Top